Moratorium hutan melalui proyek restorasi ekosistem terhambat oleh aktivitas perambahan liar lebih dari 5.000 warga maupun pendatang dalam Hutan Harapan di perbatasan Jambi-Sumatera Selatan.
“Kami cukup kewalahan mengatasi maraknya aktivitas perambahan,” ujar Yusuf Cahyadin, Direktur PT Restorasi Ekosistem selaku pemegang izin kelola restorasi hutan seluas 101.000 hektar tersebut, Rabu (3/3/2011).
Menurut Yusuf, sebelum pihaknya memperoleh izin pada 2010, aktivitas perambahan liar sudah sangat marak. Hasil citra satelit di kawasan hutan ini menunjukkan pembukaan tutupan hutan sejak lima tahun terakhir mencapai hampir 20 persen, atau sekitar 13.337 hektar. Perambahan paling marak terjadi pada tahun 2007 seluas 6.300 hektar, untuk penanaman sawit.
Ditambahkan Yusuf, sebagian kecil perambah adalah komunitas suku Bathi IX yang memang telah lama hidup dan membuka ladang dalam kawasan hutan tersebut. Namun, belakangan ini pihaknya mendapati sebagian pelaku adalah para perambah yang telah teroganisir dan didalangi oknum-oknum pejabat daerah, wakil rakyat, maupun aparat penegak hukum. Aktivitas perambahan dengan cepat meluas. Dalam upaya penanganan aktivitas ilegal tersebut, petugas keamanan setempat kerap menuai ancaman balik dari pelaku.
Yusuf melanjutkan, kondisi ini telah mengakibatkan molornya rencana pengembangan ekowisata dan jasa perdagangan karbon dalam hutan restorasi. “Kami semula menjadwalkan ekowisata sudah bisa di mulai tahun 2015, tapi dengan beratnya penanganan perambahan, kemungkinan target ini bakal molor,” ujarnya.
Sejauh ini pihaknya telah mengupayakan pendekatan pada masyarakat suku anak dalam dan desa setempat. “Mereka dirangkul untuk ikut mengelola sumber daya non kayu dalam hutan. Selain itu, pihaknya melibatkan masyarakat untuk mengadakan pembibitan tanaman keras dan buah-buahan . Kami targetkan 2,5 juta bibit setiap tahunnya ditanam dalam hutan,” kata Yusuf.
Program restorasi ekosistem dalam Hutan Harapan berlokasi di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan 52.170 hektar, serta Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Sarolangun, Jambi, seluas 48.180. PT Konsorsium BirdLife- gabungan dari Royal Society for The Protection of Birds, Burung Indonesia, dan Birdlife International-merupakan pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) restorasi Hutan Harapan. Kawasan tersebut produksi eks HPH PT Asilog dan Inhutani V tersebut dikelola untuk penghutanan kembali.
Terdapat hampir 30 gajah sumatera, 20 harimau sumatera, tapir, burung rangkong, serta sejumlah jenis satwa liar dilindungi dalam Hutan Harapan. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi Tri Siswo mengatakan, ancaman akan konflik satwa liar dan manusia di kawasan ini juga tinggi. Aktivitas pembukaan lahan pada hutan tanaman industri sekitar Hutan Harapan misalnya, dikhatirkan bakal mengganggu habitat gajah.
Terkait itu, pihaknya menawarkan sejumlah perusahaan terkait untuk ikut menjaga jalur perlintasan satwa ini. “Koridor gajah kita kembangkan, dan perusahaan yang berkomitmen, akan memperoleh keuntungan apabila ekowisata telah berjalan,” kata Tri Siswo.
Sumber: Kompas.com