Pengelolaan sumber daya air merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai penguasa atas air. Namun, dalam pelaksanaannya hal itu perlu mendapat dukungan dari para petani sebagai penerima manfaat. Tanpa ada kerja sama yang baik, pengelolaan sumber daya air tidak dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan.
Menurut Prof. Dr. Ir. Fatchan Nurrochmad, M.Agr., air sebagai sumber daya alam tidak dapat dipisahkan oleh adanya batas administrasi dan kewenangan suatu institusi. Sebagai suatu sistem, sumber daya air keberadaannya perlu dikonversi, tidak saja di instream, tetapi lebih utama di offstream.
Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan irigasi, pengelolaan sumber daya air menjadi tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum sebagai pengelola instream. “Meski begitu, kewenangan ini tentu tidak memungkinkan baginya mengelola secara sendirian. Namun, perlu mendapat dukungan dari Kementerian Pertanian dan Kehutanan sebagai pengelola offstream di Daerah Aliran Sungai,” kata Plt. Direktur Sekolah Vokasi UGM ini di Balai Senat, Senin (28/2), saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Teknik UGM.
Dalam pidato “Sumber Daya Air sebagai Sarana Pendukung Produksi Beras di Indonesia”, Fatchan mengatakan kebutuhan air untuk budi daya tanaman pangan sangatlah besar. Jika rata-rata kebutuhan air irigasi sebesar 1 liter/det/ha dengan umur padi 100 hari dengan hasil panen beras rata-rata 3.000 kg/ha, kebutuhan air irigasi per 1 kg beras sebesar 2.880 liter di lahan sawah. “Sehingga bila petani mampu melakukan penghematan air irigasi dengan pola pemberian air yang hemat, maka kebutuhan air irigasi untuk memproduksi beras per 1 kg dapat ditekan menjadi 1.366 liter,” katanya.
Dalam pandangan Fatchan, optimalisasi pemanfaatan sumber daya air di masa depan menjadi sangat penting. Pengembangan wilayah dengan ditandai pertambahan jumlah penduduk dan industri menuntut ketersediaan suplai air yang memadai. Sementara itu, akibat ketersediaan sumber daya air yang relatif tetap menjadikan pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan perlu dilaksanakan oleh satu institusi. “Inilah problem yang timbul saat ini, belum adanya koordinasi secara terpadu dalam mengelola air,” tambah Fatchan.
Suami Nurhayati Purwaningrum, ayah dua anak, ini menilai pengelolaan sumber daya air yang melibatkan tiga pilar, yaitu pendayagunaan, konservasi, dan pengendalian daya rusak air sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2004 belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan mereka yang memiliki kewenangan pengelolaan, baik di instream maupun offstream, belum bersatu dalam satu wadah.
Kementerian Pekerjaan Umum semestinya memiliki kewenangan pengelolaan di instream, dengan mengelola sumber daya air berfokus pada pendayagunaan dan pengendalian daya rusak air. Sementara itu, Kementerian Pertanian dan Kehutanan memiliki kewenangan pengelolaan di offstream berupa sumber daya lahan, flora, dan fauna dengan lebih fokus pada pendayagunaan dan konservasi. “Tiga kementerian inilah, kementerian Pekerjaan Umum, Pertanian dan Kehutanan yang memungkinkan diberdayakan menjadi satu kementerian,” katanya.
Sumber: Humas UGM