Warga Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Gunung Kidul, yang berjumlah lebih dari lima ribu penduduk, belum dapat mengoptimalkan hasil pertaniannya, seperti padi, kedelai, dan jagung. Masyarakat setempat selama ini masih bertani ataupun berwirausaha secara tradisional. Akibatnya, hasil pertanian dan wirausaha yang digeluti menjadi tidak maksimal.
Hal inilah yang merupakan alasan Desa Beji dan Kemadang, Ngawen, menjadi desa binaan Fakultas Biologi melalui Education for Sustainable Development (EfSD) program I-MHERE (Indonesia Managing Higher Education for Relevancy & Efficiency). Menurut PiC I-MHERE Sub Aktifitas 3.1, Slamet Widiyanto, S.Si., M.Si., selain Fakultas Biologi, untuk membina dua desa tersebut juga melibatkan LPPM dan MM UGM. “Kalau melalui LPPM dengan KKN-nya sudah sejak sekitar tahun 1999. Namun, Fakultas Biologi masuk sekitar tahun 2006 lalu,” kata Slamet di Balai Desa Beji, Kamis (30/6).
Kegiatan sosialisasi pemanfaatan sumber daya alam (SDA) dan pelatihan kewirausahaan yang diadakan di Desa Beji merupakan bentuk nyata pendampingan yang dilakukan kepada masyarakat setempat. Kegiatan diikuti oleh sekitar 60 peserta dari 14 gabungan kelompok tani (gapoktan). Slamet menjelaskan bentuk pendampingan dan pelatihan yang dilakukan diharapkan tetap memperhatikan tiga pilar penting, yakni ekonomi, sosial, dan budaya. “Prinsipnya, kita memberikan pelatihan yang memang benar-benar dibutuhkan masyarakat secara riil, seperti sektor pertanian, industri rumah tangga, hingga peternakan,” terang Slamet.
Sementara itu, Kepala Desa Beji, Sularti, mengatakan pendampingan yang dilakukan Fakultas Biologi dapat menambah wawasan bagi masyarakat untuk mengembangkan usahanya. Ia mencontohkan hasil produksi kedelai yang sebelumnya hanya diolah menjadi tahu atau tempe saat ini sudah berkembang menjadi susu kedelai. Selain itu, pengembangan emping yang selama ini hanya dijual, kini sudah dikembangkan menjadi emping jagung. Sementara itu, ketela yang dulu hanya dijadikan gaplek, sekarang telah berkembang menjadi makanan ringan slondok atau lanting. “Nah, tantangannya adalah kesadaran masyarakat yang perlu ditingkatkan lagi, misalnya mengenai pemanfaatan teknologi,” kata Sularti. Ia juga berharap agar UGM tidak hanya membuat program, tetapi juga melakukan pendampingan seterusnya kepada warga.
Senada dengan Sularti, Slamet dan Sukiyo dari Kelompok Tani Lestari Mandiri mengakui adanya manfaat yang diperoleh dari pendampingan yang dilakukan Fakultas Biologi kepada warga Beji. Sukiyo mencontohkan dari tanaman jagung dan kacang tanah yang ditanam warga sebelumnya masih bersifat tradisional dan sekadar ditanam tanpa memperhitungkan cara tanam yang benar. “Dulu itu banyak tenaga dan bibit, tetapi hasilnya tetap kurang produktif,” tutur Sukiyo.
Wardi Sukisno selaku Dukuh Duren juga menyampaikan manfaat yang diperoleh warga dengan pendampingan dan pelatihan yang dilakukan Fakultas Biologi. Warga lebih paham mengenai cara tanam yang baik hingga pemupukan yang benar dan aman. “Ilmu menanam dengan jarak tanam dan ilmu pemupukan diperoleh warga. Untuk itu, kita berharap besok akan ada peningkatan kualitas produksi dari hasil pertanian warga,” ujar Wardi.
Pada acara sosialiasi dan pelatihan wirausaha hari ini, warga mendapatkan pengetahuan, antara lain, tentang pengembangan galur kedelai murni, beras berwarna dan fungsinya bagi kesehatan, pengembangan produk kelapa, serta pemanfaatan pupuk hayati untuk mereduksi gas rumah kaca penyebab pemanasan global.
Sumber: Humas UGM