Umat Islam menyambut bulan Ramadan dengan penuh kegembiraan meskipun harus menahan lapar dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari. Kegembiraan ini terwujud dalam bentuk hidangan saat bulan Ramadhan yang selalu hadir lebih bervariasi dibandingkan dengan hari biasa. Sebagian orang menjadikan hidangan tersebut sebagai reward karena telah berhasil menjalankan puasa sehari penuh.
Namun, reward tersebut seringkali berakhir menjadi sampah. Makanan yang mulanya dihidangkan sebagai penghargaan kini berubah menjadi punishment bagi manusia dengan semakin parahnya resiko krisis iklim. Dilansir dari The Economist Intelligence Unit, Indonesia merupakan penyumbang sampah makanan terbesar kedua setelah Arab Saudi dengan total mencapai 13 juta ton per tahun. Volume sampah makanan yang terbuang semakin meningkat ketika memasuki bulan Ramadhan. Tahun 2016 di Jakarta terjadi peningkatan volume sampah dari 6.610 ton per hari menjadi 7.073 ton per hari (“Selama Ramadhan Terjadi Peningkatan Volume Sampah di Jakarta”, Kompas.com, 03.07/2016). Sedangkan pada tahun 2019 di Jakarta Barat saja terjadi peningkatan sampah dari 1,4 ton per hari menjadi 1,7 ton per hari (“Jumlah Sampah di Jakarta Barat Naik pada Minggu Pertama Ramadhan”, Kompas.com, 16/05/2019). Sebagian besar sampah didominasi oleh sampah makanan dan hampir setiap bulan Ramadhan terjadi peningkatan volume sampah.