Kepala Pusat Studi Bencana (PSB) UGM, Dr. Djati Mardiatno, S.Si., M.Si. mengingatkan masyarakat agar tidak melupakan kemungkinan terjadinya bencana alam yang jarang terjadi, seperti gempa bumi dan tsunami. Kesiapsiagaan terhadap bencana seperti gempa bumi atau tsunami penting dilakukan sehingga jika bencana tersebut terjadi akan mengurangi jumlah korban jiwa yang ditimbulkan.
“Gempa Yogyakarta tahun 2006 khan banyak yang kaget, kenapa bisa terjadi. Padahal banyak prediksi gempa tidak terjadi di tahun atau pada siklus itu. Untuk itu jangan dilupakan,” terang Djati di kantornya, Selasa (8/1).
Selain gempa bumi, Djati juga mencontohkan tsunami yang terjadi di Jepang tahun 2011. Terjadinya gempa dan tsunami ini juga mengagetkan pakar dan peneliti di sana karena meleset dari waktu yang banyak diprediksi sebelumnya. “Jangan cepat puas sehingga kita harus banyak belajar dari bencana-bencana yang sudah terjadi sebelumnya,” imbuhnya.
Pada kesempatan itu Djati juga sempat menyinggung masterplan pengurangan risiko bencana tsunami yang tengah dibuat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Menurut Djati pembuatan masterplan tsunami sebaiknya tidak dilakukan terburu-buru. Pembuatan masterplan yang menelan anggaran hingga puluhan trilyun ini sebaiknya dilakukan melalui kajian akademik yang memadai dan komprehensif terlebih dulu.
“Biar ada kajian ilmiahnya dulu sehingga nantinya tidak salah sasaran juga,” harap Djati.
Selain pengurangan risiko bencana melalui mitigasi, Djati menegaskan bahwa penguatan kapasitas lokal baik masyarakat dan kelembagaan penting dilakukan. Ia mencontohkan desa tangguh bencana yang telah dirintis oleh PSB UGM di Desa Widarapayung, Cilacap.
Khusus di DIY, pada musim penghujan saat ini menurut Djati masih harus diwaspadai terjadinya banjir, puting beliung, hingga tanah longsor. Selain banjir lahar dingin Merapi, banjir genangan juga masih menjadi persoalan terutama di Kota Yogyakarta dan Sleman. Sedangkan curah hujan yang masih tinggi, imbuh Djati, bisa memicu longsor terutama pada tebing-tebing sungai.
“Banjir genangan karena sistem drainase yang sudah tidak mampu menampung dan ditambah sampah,” kata pria kelahiran Pasuruan, 23 Mei 1971 itu.
Sumber: Humas UGM