Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Kementerian Negara Riset dan Teknologi (Kemenristek) tengah mengembangkan pemanfaatan energi listrik hibrid dari hasil potensi energi angin dan panas matahari di Pantai Pandansimo, Bantul. Saat ini sudah terpasang 35 unit turbin angin dengan tinggi rata-rata 18 meter, yang terdiri atas 26 turbin angin berkapasitas 1 kW, 6 turbin angin 2,5 kW, 2 turbin angin 10 kW, dan satu turbin angin 50 kW. Ditambah juga 175 unit sel surya dengan kapasitas 17,5 kWp.
Salah satu anggota tim peneliti, Rahmawan Budiarto, S.T., M.T., mengatakan penggunaan teknologi ini adalah dalam rangka mewujudkan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan. Salah satunya ialah dengan memanfaatkan potensi sumber daya angin laut dan angin darat di Pantai Pandansimo yang memiliki kecepatan rata-rata 3-4 meter/detik dan intensitas sinar matahari yang besar dan tetap. “Kekuatan kecepatan angin di Pandansimo termasuk rendah sehingga dikombinasikan dengan energi sel surya. Dari keduanya, setiap hari hasilkan 130 kW,” kata Rahmawan yang ditemui di kawasan eneregi listrik hibrid di Pandansimo, Kamis (22/9).
Instalasi turbin dan sel surya yang sudah terpasang pada akhir tahun lalu itu telah dimanfaatkan langsung oleh masyarakat yang tinggal di sekitar pantai, di antaranya produksi listrik sebesar 130 kW yang dihasilkan digunakan untuk menghidupkan mesin es untuk produksi es balok yang sering dimanfaatkan para nelayan. “Untuk sementara ini, pemanfaatan energi listrik hibrid ini sepenuhnya untuk membantu pengembangan ekonomi masyarakat nelayan dan petani sekitar,” kata Rahmawan. Rahmawan menambahkan pihaknya juga tengah meneliti dan mengembangkan bengkel produksi turbin kincir angin yang sesuai dengan kondisi kekuatan angin di berbagai daerah. “Ke depan, kita harapkan semuanya bisa dibuat oleh masyarakat lokal,” katanya.
Meski pemanfaatan teknologi kincir angin dan tenaga matahari di Pandansimo masih sebatas proyek percontohan, pemanfaatan teknologi ini merupakan upaya pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan energi yang bersumber dari energi baru dan terbarukan. “Karena teknologi ini mendukung aktivitas semangat konservasi lingkungan dan produksi teknologi untuk pengelolaan energi berbasis sumber daya lokal,” kata dosen Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM ini.
Drs. Bambang Susilo, M.M., salah satu anggota tim pengembangan ekonomi berbasis energi mandiri, menuturkan timnya tengah memanfaatkan energi listrik hibrid untuk mengangkat air dari sumur renteng melalui mesin pompa air. Air tersebut selain mengairi 40 kolam yang masing-masing berukuran 8×4 meter, juga untuk menyiram tanaman dalam kegiatan pertanian di lahan marjinal. “Air dari kolam tiap pagi dinaikkan lewat pompa air. Limpahan kotoran air dari kolam ini digunakan untuk menyiram tanaman cabe dan terong, dan bayam,” kata dosen STIE YKPN Yogyakarta ini.
Sementara untuk produksi es balok, menurut Bambang, saat ini sepenuhnya dikelola oleh kelompok masyarakat sekitar. Tiap hari sekitar 70-100 es balok dijual ke nelayan dengan harga Rp1.000,00 per satu es balok. “Biar masyarakat sendiri yang mengelola dananya, tapi manajemennya masih tetap kita pantau,” pungkasnya.
Sumber: Humas UGM