Bagian 1. Benarkah Bahaya Nuklir Ancaman Laten?
Legacy of Chernobyl
Tanggal 26 April 1986 mendapat tempat tersendiri dalam catatan sejarah dunia akibat tragedi meledaknya pembangkit listrik tenaga nuklir di Chernobyl, Ukraina. Bencana Chernobyl disebut sebagai bencana nuklir terbesar di dunia, setelah dalam rentang lima tahun sebelumnya (1979) terjadi bencana nuklir Three Mile Island di Amerika Serikat.[1]
Bencana Chernobyl mengakibatkan hampir 8,4 juta orang di tiga negara, yaitu Belarus, Rusia dan Ukraina terpapar radiasi nuklir.[2] Diperkirakan sekitar 4.000 orang meninggal akibat radiasi akut dan kanker. Namun yang tersisa dari Bencana Chernobyl adalah banyaknya yang menderita akibat kemiskinan berkepanjangan, maupun kurangnya informasi tentang cara adaptasi hidup di daerah terkontaminasi[3]
Sehari setelah bencana, 27 April 1986, sekitar 45.000 penduduk di daerah Pripyat yang berlokasi 4 km dari reactor Chernobyl dievakuasi. Evakuasi dan relokasi dilakukan kembali pada 14 Mei, untuk sekitar 116.000 orang yang tinggal dalam radius 30 km. Total terdapat sekitar 350.000 orang dievakuasi sebagai akibat dari kecelakaan Chernobyl. Dari jumlah itu, lebih dari 220.000 orang dimukimkan kembali di daerah yang kurang terkontaminasi. Pasca tragedy ini, zona eksklusi ditetapkan hingga mencakup 4.300 km².[4] Sebuah luasan wilayah yang lebih besar dari Daerah Istimewa Yogyakarta, yang hanya seluas ±3.185,80 km².
Setelah 30 tahun berlalu, pada 8 Desember 2016 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi resolusi yang menetapkan 26 April sebagai Hari Peringatan Bencana Chernobyl Internasional. Dalam resolusi Majelis Umum PBB bernomor A/RES/71/125, PBB mengakui, meskipun setelah tiga dekade berlalu, masih terdapat konsekuensi jangka panjang yang serius terhadap komunitas dan wilayah yang terkena dampak bencana Chernobyl.
PBB membangun kubah penutup yang disebut Sarkofagus senilai €2,2 miliar pada tahun 2019, dengan bantuan dana yang disediakan lebih dari 45 negara donor melalui Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (the European Bank for Reconstruction and Development/ EBRD). Bangunan berbentuk sarkofagus dari campuran baja dan beton ini berfungsi mencegah paparan radiasi dari bangunan reaktor nuklir nomor 4 Chernobyl yang meledak 33 tahun sebelumnya. Bangunan ini diserahkan kepada Ukraina tanggal 10 Juli 2019.[5]
Pada tahun 2021, Menteri Kebudayaan Ukraina meminta kawasan bencana Chernobyl ditambahkan ke daftar situs warisan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pengajuan tersebut dipercaya menjadi langkah pertama dan penting untuk mendorong Chernobyl menjadi simbol peringatan, sekaligus pelajaran sejarah serta hak-hak masyarakat.[6]
Gambar: Chernobyl sarcophagus merupakan struktur bangunan pelindung dari kontaminasi radioaktif yang dibangun di bekas Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Chernobyl (Ukraina).
Saat masyarakat mulai melupakan peristiwa Chernobyl, pada tahun 2011 sebuah bencana nuklir di Fukushima menyusul menjadi bencana nuklir terbesar kedua di dunia setelah Chernobyl. Tragedi Fukushima pada 11 Maret 2011 memang dipicu terjadinya gempa bumi besar bermagnitudo 9 skala Richter yang mengguncang Jepang. Gempat kuat tersebut kemudian menimbulkan tsunami yang menghantam PLTN Fukushima dan pada akhirnya mengakibatkan ledakan di PLTN Fukushima Dai-ichi.
Tidak ada korban jiwa secara langsung dari bencana nuklir tersebut dan disimpulkan tidak ada efek berbahaya dari radiasi yang mengenai masyarakat sekitar. Namun, diperkirakan sekitar 160.000 orang dievakuasi dari rumah mereka dan baru semenjak 2012 diizinkan kembali secara terbatas. Pada data tercatat di Juli 2020, lebih dari 41.000 orang tetap mengungsi karena kekhawatiran tentang efek radiologis dari kecelakaan itu.[7]
Pada hari-hari setelah terjadinya Bencana Nuklir Fukushima, sekitar 47.000 penduduk meninggalkan rumah mereka, terutama yang berada di daerah yang berdekatan dengan zona peringatan evakuasi 20 km. Pada akhir Maret 2011, zona evakuasi diperluas hingga 30 km di sekitar pabrik, dan air laut di dekat pabrik diketahui telah terkontaminasi yodium -131 tingkat tinggi, yang diakibatkan oleh kebocoran air radioaktif melalui retakan di parit dan terowongan antara tanaman dan laut.
Pada 12 April 2011, Regulator Nuklir Jepang meningkatkan tingkat keparahan darurat nuklir dari 5 menjadi level 7, skala tingkat tertinggi yang dibuat oleh Badan Energi Atom Internasional, yang menempatkannya dalam kategori yang sama ketika tragedi Chernobyl 1986. Setelah 9 bulan lamanya, pada pertengahan Desember 2011 Perdana Menteri Jepang menyatakan fasilitas itu stabil. Pada bulan Juli tahun 2013, perintah evakuasi di beberapa daerah yang karena paparan radiasi yang semakin rendah mulai dicabut. Pada Maret 2017 seluruh perintah evakuasi di daerah paparan radiasi (kecuali area seluas 371 km persegi) telah dicabut secara keseluruhan karena menurunnya paparan radiasi secara dramatis.[8]
Meskipun tragedi telah selesai, Tragedi Fukushima telah membuat kepanikan yang besar, melintasi batas negara Jepang. Warga Hongkong misalnya, sampai memborong bahan-bahan kebutuhan yang diproduksi Jepang, karena kekhawatiran ke depannya produk Jepang yang dibutuhkan telah terpapar radioaktif.[9]
Isu keselamatan dan keamanan Nuklir dengan demikian, menjadi isu utama yang perlu kita berikan perhatian lebih.
Keandalan Teknologi Energi Nuklir
Sejak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir secara komersial pertama di tahun 1950-an, diketahui telah terjadi tiga kecelakaan besar, yaitu Three Mile Island (AS 1979), Chernobyl (Ukraina 1986) dan terakhir Fukushima Dai-ichi (Jepang 2011). Penggunaan energi nuklir untuk menghasilkan listrik telah menjadi kontroversi sejak pembangkit listrik pertama dibuka, tetapi kecelakaan nuklir Fukushima telah membawa kekhawatiran ini secara tajam ke mata publik. Orang-orang sangat ingin tahu lebih banyak tentang kemungkinan kecelakaan serupa terjadi di masa depan dan potensi dampaknya.
Jadi pertanyaan lanjutannya, apakah tenaga nuklir cukup andal untuk dipertahankan?
Keselamatan tenaga nuklir bergantung pada tiga elemen utama: peralatan, personel, dan manajemen operasi. Sejauh menyangkut elemen pertama, sebagian besar pembangkit listrik tenaga nuklir utama yang beroperasi atau sedang dibangun dilengkapi dengan reaktor Generasi II atau versi yang lebih baik, dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi. Reaktor Generasi III dan Reaktor Generasi IV yang saat ini dikembangkan akan lebih meningkatkan keamanan dan fungsionalitas pembangkit.[10]
Dua elemen kunci lainnya dalam keselamatan nuklir adalah personel dan manajemen operasi. Tidak berfungsinya kedua elemen ini adalah penyebab utama dari kecelakaan nuklir sebelumnya. Kedua kecelakaan di Chernobyl dan Pulau Tiga Mil terjadi pada tengah malam dan disebabkan oleh kesalahan manusia. Oleh karena itu, dalam desain setiap peralatan nuklir baru, kita harus mempertimbangkan konsep toleransi kesalahan untuk mengurangi konsekuensi negatif dari kesalahan manusia.
Kunci keselamatan PLTN adalah mengoptimalkan manajemen saat operasionalisasi PLTN. Karena semua peralatan dan sistem dapat mengalami keausan, termasuk reaktor nuklir dengan pengamanan ketat, kita harus tetap waspada dan mengikuti prosedur operasi dan manajemen darurat yang telah ditetapkan, sehingga tidak ada ruang untuk kelalaian.
Dalam jaminan keselamatan atas tenaga nuklir ini, semua pihak terkait wajib memiliki komitmen yang sama. Sulit untuk mengandalkan sektor swasta atau operator semata dalam rangka menjamin keselamatan tenaga nuklir. Hal ini terutama dengan pertimbangan bahwa operator nuklir akan memprioritaskan biaya dan keuntungan dalam pelaksanaan keselamatan.
Krisis Fukushima Jepang misalnya, memang dipicu oleh bencana alam. Tetapi diketahui manajemen TEPCO (Operator Fukushima) tidak menanggapi adanya peringatan untuk pemeliharaan sebelum kecelakaan terjadi. selain itu TEPCO juga dianggap gagal untuk mengambil langkah-langkah penguatan yang cepat ketika terjadinya krisis. Seharusnya, apabila tenaga cadangan ditempatkan pada ketinggian yang lebih tinggi dari tsunami, maka ada kemungkinan untuk mencegah terjadinya Tragedi Fukushima. Oleh karena itu, untuk menjamin keselamatan, pengoperasian tenaga nuklir harus berada di bawah pengawasan bersama antara pemerintah dan masyarakat.[11]
Saat ini, industri nuklir memiliki standar keselamatan yang ketat, yang diatur secara internasional. Badan Energi Atom Internasional (The International Atomic Energy Agency/ IAEA) didirikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1957. Salah satu fungsinya adalah bertindak sebagai auditor keselamatan nuklir dunia, dan peran ini meningkat pesat setelah kecelakaan Chernobyl. IAEA mengatur prosedur keselamatan dan pelaporan terkait keselamatan nuklir, bahkan untuk insiden kecil sekalipun. Perannya telah diperkuat sejak tahun 1996, dimana setiap negara yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir memiliki inspektorat keselamatan nuklir dan semua ini bekerja sama dengan IAEA.
Selain itu, telah ada Konvensi IAEA tentang Keselamatan Nuklir (Convention on Nuclear Safety/ CNS). Konvensi ini merupakan hasil kerja bersama pemerintah Negara-negara di dunia, otoritas keselamatan nuklir nasional, dan Sekretariat IAEA. Tujuannya untuk secara hukum mengikat Negara-negara peserta yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir berbasis darat untuk mempertahankan tingkat keselamatan yang tinggi dengan menetapkan tolok ukur internasional yang akan diikuti oleh Negara-negara anggota.
Pada titik singgung ini, sejatinya peluang percepatan dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dapat terus didukung, dengan catatan bahwa aspek keselamatan dan keamanan nuklir, serta pada aspek perlindungan lingkungan hidupnya wajib untuk menjadi prioritas kajian utamanya.
[1] Lihat Tragedi Three Mile island dalam (https://world-nuclear.org/information-library/safety-and-security/safety-of-plants/three-mile-island-accident.aspx)
[2] Sumber: (https://www.un.org/en/events/chernobyl/25anniversary/background.shtml)
[3] Kihat dalam: https://www.unmultimedia.org/tv/unifeed/asset/U050/U050906b/
[4] Lihat dalam (https://world-nuclear.org/information-library/safety-and-security/safety-of-plants/chernobyl-accident.aspx)
[5] Sumber: (https://www.un.org/en/events/chernobyl/25anniversary/background.shtml)
[6] https://nationalgeographic.grid.id/read/132670949/ukraina-usul-lokasi-ledakan-nuklir-chernobyl-jadi-situs-warisan-dunia?page=all
[7] https://world-nuclear.org/information-library/safety-and-security/safety-of-plants/fukushima-daiichi-accident.aspx
[8] https://www.britannica.com/event/Fukushima-accident
[9] Way Kuo, Critical Reflections on Nuclear and Renewable Energy, Environmental Protection and Safety in the Wake of the Fukushima Nuclear Accident, Wiley Scrivener, (2014), hlm.3
[10] Way Kuo, Critical Reflections on Nuclear and Renewable Energy, Environmental Protection and Safety in the Wake of the Fukushima Nuclear Accident, Wiley Scrivener, (2014), hlm.47
[11] Way Kuo, Critical Reflections on Nuclear and Renewable Energy, Environmental Protection and Safety in the Wake of the Fukushima Nuclear Accident, Wiley Scrivener, (2014), hlm.48