UGM mengembangkan teknik silin atau silvikultur intensif untuk membangun kembali hutan tropis bekas tebangan menjadi hutan sehat, prospektif dan lestari. Teknik silin telah diterapkan lebih dari 70 ribu hektar di berbagai lokasi. Bahkan dengan teknik ini, produktivitas kayu naik menjadi 8-10 kali lipat dan jangka waktu masa panen lebih cepat.
Silin dikembangkan oleh Prof Soekotjo, alm. Prof. Oemi Hani’in Suseno dan Prof. Muhammad Naiem dari Fakultas Kehutanan UGM sejak awal era tahun 1990. Kala itu, ide awal pengembangan teknik ini diwujudkan atas keprihatinan laju deforestasi hutan.
Prof Soekotjo mengatakan, Silin adalah salah satu teknik terbaik untuk merehabilitasi hutan bekas tebangan. Teknik ini menggunakan species asli hutan humida tropis indonesia dengan memanfaatkan ruang jalur 15 persen di dalam total kawasan hutan yang dikelola. Memberikan 85 ruang tersisa sebagai kawasan konservasi. “Teknik ini juga terbukti mampu mempertahankan kondisi Hutan hutan humida tropis dalam meningkatkan serapan karbon, perbaikan tata air, dan perlindungan biodiversity,” kata Guru besar fakultas Kehutanan UGM ini dalam simposium tentang Silin di Balai Senat, Senin (17/12).
Hutan humida tropis indonesia (HHTI) diakui Prof. Muhammad Naiem memiliki peran penting dalam mendukung ketersediaan sumber pangan, energi biomassa, material medis, penghasil kayu kualitas tinggi untuk merevitalisasi industri kehutanan. Namun rusaknya HHTI juga menjadi penyebab utama terjadinya bencana alam, penurunan produktivitas industri kayu dan meningkatnya masyarakat miskin di sekitar hutan. Oleh karena itu, UGM menawarkan roadmap perbaikan HHTI bertahap melalui silin dengan total target 3 juta hektar atau seratus ribu hektar per tahun. “Pada tahun ke-30 fungsi HHTI dalam produksi kayu melampui produksi kayu nasional,” katanya.
Dia menambahkan, lewat teknik silin dalam 30 tahun mendatang ditargetkan produksi kayu bisa mencapai 35 juta kubik per tahun, produksi methanol 10 ribu ton per hari, dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 15 juta orang. “Keberhasilan praktik teknik silin nantinya bisa diketahui langsung oleh dunia karena bisa monitoring lewat citra radar dari satelit,” ujarnya
Menanggapi hal itu, Menteri Kehutanan (Menhut), Zulkifli Hasan, mendukung usulan Fakultas Kehutanan UGM untuk menerapkan penggunaan teknik silin dalam melakukan rehabilitasi dan meningkatkan produktivitas hutan. Menhut sendiri mengakui dirinya sudah melihat langsung praktik pemanfaatan teknik silin di beberapa kawasan hutan di Kalimantan. “Teknik silin ini memang bagus sekali, produktivitas meningkat 8-10 kali dari pada hutan alam. Jika menebang hutan alam 1.000 hektar, dengan teknik ini cukup 100 hektar saja dengan hasil yang sama,” kata Menhut kepada wartawan.
Menurut menhut, lewat teknik silin, pengelola hutan tidak membutuhkan areal hutan yang lebih luas untuk mendapatkan produktivitas kayu yang dinginkan, sekitar 10 persen saja luasan hutan yang dibutuhkan. Selain produktivitasnya yang tinggi, teknik silin diakui Menhut juga mampu mempercepat masa panen. “Meranti itu panennya 60 tahun, dengan silin bisa 15-20 tahun dengan diameter sama besar,” katanya.
Menhut berharap, teknik silin sebagai hasil kajian akademik yang sudah teruji seharusnya bisa dimanfaatkan secara luas oleh para pengguna dan pengelola hutan. Pihaknya akan mendukung program ini dengan membuat peraturan pemerintah untuk menggunakan teknik silin dalam pengelolaan produksi hutan. “Kita akan dukung dengan anggaran melalui perubahan PP, agar dana reboisasi bisa dikembalikan dalam bentuk penanaman kayu kembali,” katanya.
Sumber: Humas UGM