Kepala Bidang Inventarisasi Sumberdaya Alam Laut, BAKOSURTANAL, Drs. Suprajaka, M.T berhasil meraih gelar doktor di Bidang Ilmu Geografi dalam ujian promosi doktor di Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, Selasa (15/5). Dalam disertasinya berjudul “Fragmentasi Spasial pada Ekosistem Lahan Basah Berbasis Citra Multi Temporal di Surabaya dan sekitarnya”, laki-laki kelahiran Bantul 29 September 1964, ini menjelaskan terjadinya fragmentasi spasial akibat perkembangan permukiman pada ekosistem lahan basah. “Kondisi ini menjadi persoalan penting ketika fragmentasi ini terjadi pada ekosistem yang sangat rapuh dan terbatas keberadaannya, yaitu ekosistem lahan basah,” papar Suprajaka, dosen luar biasa Universitas Indonesia Esa Unggul, Jakarta.
pembangunan berkelanjutan
Daerah perbukitan Kabupaten Gunung Kidul umumnya tidak pernah luput dari persoalan sulitnya ketersediaan air. Jangankan untuk mandi, untuk minum pun harus menunggu kiriman air pemerintah atau penyumbang luar daerah. Ditengah kondisi masyarakat yang umumnya hidup memprihatinkan harus ditambah beban untuk mengeluarkann biaya hidup lebih besar sekedar untuk mencukupi kebutuhan air.
Implementasi education for sustainable development (EfSD) di masyarakat masih banyak menghadapi kendala dan tantangan yang tidak sederhana. Bukan hanya karena masalah mengembangkan metode yang relevan untuk mempertahankan dan memelihara keanekaragaman serta kelestarian bio-hayati, tetapi juga berpapasan dengan kemauan dan pengetahuan masyarakat. Sesuatu yang dianggap baik dan ilmiah di ruang kuliah tidaklah serta-merta dapat diterima oleh masyarakat, karena boleh jadi dirasakan masyarakat bertentangan dengan keyakinan, keinginan serta ritual yang telah lama tumbuh dan berkembang dalam kehidupan mereka.
Dari waktu ke waktu dampak emisi gas rumah kaca, khususnya akibat pembakaran batubara, minyak dan gas, terus meningkat. Di sisi lain, upaya untuk mengurangi pemanasan global dan perubahan iklim tidak memadai. Sementara itu WHO telah menegaskan bahwa perubahan iklim akan mengganggu pelbagai aspek penting yang mendukung kesehatan manusia, antara lain meliputi udara dan air yang bersih, pasokan makanan yang cukup, aman dan bergizi, tempat tinggal yang aman dan bebas penyakit.
Pemerintah akan menyediakan 45 persen lahan Kalimantan sebagai paru-paru dunia, yang wilayahnya masuk dalam Heart of Borneo. UGM sendiri ikut dalam pengelolaan kawasan ini bersama dengan WWF Indonesia. Wakil Ketua Kelompok Kerja Nasional Heart of Borneo, Ir. Hartono mengatakan penyediaan lahan itu sudah dipertegas dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2012. Menurutnya, aturan harus dianggap sebagai peluang dan dukungan bagi implementasi program konservasi dan pembangunan berkelanjutan di Kalimantan. “Saat ini peran pemerintah baik di level nasional, daerah maupun stake holder terkait demi kepentingan kawasan jantung Kalimantan,” katanya dalam workshop bertajuk Pendekatan Multi-Disiplin dalam Mengembangkan Paradigma Pembangunan yang berkeperpihakan di Kawasan Heart of Borneo, di Fakultas Kehutanan UGM, Kamis (25/1).
Fakultas Peternakan UGM saat ini tengah meneliti penggunaan bio mulsa di lahan berpasir di Pantai Congot, Desa Jangkaran, Temon, Kulonprogo sebagai alternatif pengganti mulsa plastik dalam bercocok tanam. Bio mulsa yang dimaksud berupa sisa jerami/ pakan yang sudah tidak dikonsumsi lagi oleh ternak, atau dalam bahasa jawa disebut dengan “rapen”.
Sekitar 70 persen masyarakat miskin di seluruh dunia berada di pedesaan. Dan sekitar 80 persen diantaranya bekerja di sektor pertanian, padahal akses lahan untuk pertanian semakin sempit. Akibatnya, pemuda yang berumur 15-24 tahun yang menjadi pengangguran terbuka dan setengah pengangguran. Oleh karena itu, kebijakan penyediaan lapangan kerja di sektor pertanian perlu dipikirkan oleh pemerintah. Salah satunya pemberian akses kepemilikan lahan. Demikian yang disampaikan oleh sosiolog pedesaan asal Belanda Prof. Ben Bhite, Ph.D dalam kuliah umum ‘Rural, Youth and Future Farming’ di Fisipol UGM, Jumat (20/1).