Antropolog UGM, Dr. Pujo Semedi mengatakan dari studi antropologi memperlihatkan bahwa dari jaman ke jaman, manusia terus mengeksploitasi alam secara besar-besaran. Bahkan melampaui daya dukung alam. Pandangan publik tentang masyarakat adat atau lokal yang secara arif mengelola hutan atau lingkungan sekitarnya tidak sepenuhnya benar. “Mereka sebetulnya belum arif terhadap alam,” kata Pujo saat menyampaikan orasi ‘Wawasan Kebangsaan dan Kearifan Lokal’ yang diselenggarakan Sekolah Pascasarjana UGM di University Center(UC) UGM, Selasa (30/10).
kearifan lokal
Banyak cara untuk menjaga hutan tetap lestari. Bukan saja lewat pendekatan keamanan seperti yang dilakuakn pemerintah namun menerapkan aturan hukum adat yang berlaku dalam komunitas tertentu. Masyarakat Kajang, Bulukumba Sulawesi Selatan dan Masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali, mempunyai cara sendiri dalam menjaga hutan dan menyelesaikan konflik pengelolaan sumber daya hutan.
Kearifan lokal dan Wawasan Kebangsaan diangkat sebagai tema utama peringatan Dies Natalis ke-30 Sekolah Pascasarjana (SPs) UGM. Keseriusan menggali kearifan lokal ini ditunjukkan dengan menyelenggarakan seminar dan orasi ilmiah tentang kearifan lokal hingga lomba penulisan geguritan untuk mahasiswa dan umum.
Penggunaan pranata mangsa terbukti masih relevan digunakan sebagai pedoman penangkapan ikan meskipun terjadi perubahan iklim. Kendati begitu, dibutuhkan sejumlah penyesuaian dan perubahan dari pranata mangsa yang selama ini digunakan masyarakat. Demikian disampaikan oleh Suwarman Partosuwiryo, API, MM., saat ujian terbuka program doktor Fakultas Pertanian UGM, Senin (13/8) di kampus setempat.
Sawah surjan merupakan model pertanian yang diterapkan oleh petani yang tinggal di pesisir Kulon Progo, Yogyakarta sudah sejak lama. Awalnya model ini dulunya diterapkan untuk mengantisipasi adanya banjir saat air laut pasang. Pengelolaan sumberdaya air pada ekosistem sawah ini sebagai bentuk adaptasi petani terhadap kondisi geografis wilayah persawahan mereka.
Batik dengan segala motif dan model busana kini telah memasyarakat. Batik tidak lagi menjadi pakaian bapak-bapak atau ibu-ibu, namun telah menjadi tren pakaian anak muda. Batik pun tak lagi hanya sekedar pakaian resmi, namun telah menjadi tren untuk pakaian sehari-hari. Banyak kalangan muda tak lagi canggung mengenakan batik untuk jalan-jalan hingga ke kampus. Gairah mengenakan pakaian bermotif batik terus meningkat, tidak hanya dalam jangkauan nasional, namun telah merambah ke dunia internasional. Dengan berbagai corak warna yang beraneka ragam tentu semakin menambah kecantikan dan keanggunan bagi orang yang mengenakan.
Tuntutan masyarakat dan pemerintah terhadap informasi status gunungapi sesaat dan prakiraan ke depan sangat terasa, terutama pada saat gunungapi menunjukkan gejala aktivitasnya. Sudah barang tentu para peneliti atau pakar kegunungapian harus berusaha untuk menjawab dengan pengetahuan yang dikuasainya sesuai hasil analisis data yang sudah dikumpulkan. “Dalam hal ini, kita telah belajar banyak dari perilaku gunungapi Merapi. Krisis erupsi Merapi oktober – November 2010 lalu, telah membuat kita semua berfikir, berkoordinasi, menetapkan status dan bertindak secara sistimatis,” ungkap Prof. Dr. Kirbani Sri Brotopuspito, di ruang Balai Senat, Kamis (5/4) saat dikukuhkan ebagai Guru Besar Bidang Ilmu Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UGM.