Meningkatnya emisi CO2 secara terus-menerus menjadi keprihatinan mendalam para pakar lingkungan. Protokol Kyoto tahun 1999 hingga kini belum mampu menjadi instrumen bagi pengendalian emisi di dunia. Bahkan, Amerika sebagai penyumbang emisi CO2 terbesar kedua di dunia, yang mencapai 5,8 miliar ton per tahun, belum juga menandatangani Protokol tersebut. Demikian pula dengan China sebagai penyumbang emisi terbesar di dunia, yang mencapai 6,5 miliar ton per tahun. “Indonesia sendiri, jumlah total emisi CO2 di tahun 2000 mencapai 1,4 miliar ton atau mencapai 5,9% dari tingkat emisi CO2 di dunia,” ujar Prof. Dr. Jumina di Pusat Studi Energi UGM, Senin (11/4), menjelang penyelenggaraan Seminar Nasional Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang Energi Bersih menuju Ketahanan Energi Nasional.
Menurut Jumina, emisi CO2 Indonesia terutama berasal dari kegiatan alih guna lahan dan kehutanan mencapai 46%, sektor energi 24%, lahan gambut 12%, dan limbah pertanian serta sampah rumah tangga sebesar 11%. Kondisi ini tentu berbeda dengan China dan Amerika Serikat yang sumber utama emisi CO2 berasal dari sektor energi, khususnya minyak bumi dan batubara.
Data-data tersebut menunjukkan sumbangan sektor energi terhadap emisi CO2 dan fenomena pemanasan global sangatlah besar. Oleh karena itu, upaya mengurangi tingkat emisi CO2 domestik dan menekan laju pemanasan global dengan menerapkan konsep energi bersih (clean energy) sangat diperlukan. “Energi bersih sendiri diartikan sebagai energi ramah lingkungan atau energi yang tidak berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan,” tutur Kepala Pusat Studi Energi UGM ini.
Dikatakannya bahwa apabila Indonesia mampu menerapkan konsep energi bersih, sistem energi yang dibangun bukan hanya menghasilkan ketahanan energi dalam arti terjadinya keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan energi nasional, melainkan dapat pula mewujudkan terciptanya lingkungan yang sehat, nyaman, dan lestari. Dengan demikian sistem energi yang diterapkan akan memiliki visi jauh ke depan tanpa harus merampas hak-hak dasar generasi mendatang.
Seminar Nasional Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang Energi Bersih menuju Ketahanan Energi Nasional akan berlangsung di Sekolah Pascasarjana UGM, Selasa, 12 April 2011. Di samping dari Dewan Energi Nasional, sejumlah narasumber yang akan tampil adalah Direktur Energi, Telekomunikasi, dan Informasi Bappenas, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), Direktur Energi Primer PT PLN, Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi KESDM, para pakar sains, teknologi serta politik energi UGM.
Keterlibatan Sekolah Pascasarjana UGM dalam seminar ini bukan tanpa alasan. Dari diskusi yang berkembang selama ini, dari seminar diharapkan akan lahir rekomendasi terkait dengan perlunya pengembangan sistem dan perangkat energi bersih di tanah air, antara lain berupa pengembangan sumber daya manusia. “Rekomendasi ini tentu tidak sekadar wacana. Namun, nantinya akan ditindaklanjuti secara nyata dengan pendirian Program Studi Magister dan Doktor Teknologi dan Manajemen Energi Bersih di UGM,” pungkas Jumina.
Sumber: Humas UGM