• Tentang UGM
  • Penelitian
  • Perpustakaan
Universitas Gadjah Mada Pusat Studi Lingkungan Hidup
Universitas Gadjah Mada
  • Profil
    • Sambutan Kepala PSLH
    • Visi dan Misi
    • Sejarah PSLH UGM
    • Pengelola dan Staff
      • Kepala PSLH
      • Kepala Bidang
      • Bidang Pelatihan dan Kerjasama
      • Bidang Penelitian Pengabdian Masyarakat
      • Bidang Publikasi
      • Bidang Administrasi Umum dan Kepegawaian
      • Bidang Keuangan dan Inventaris Aset
      • Bidang Media dan IT
    • Kegiatan
    • Hubungi Kami
  • Pelatihan
    • Agenda Pelatihan
    • World Bank
    • FAQ
  • Resource
    • Opac
    • Info Layanan
    • Referensi
    • Text Book
    • Hasil Penelitian
    • Pengadaan Buku
    • Jurnal
      • Jurnal Umum
      • Jurnal PSLH
    • Penerbitan
    • Buku Tamu
  • Event
    • Hibah Penelitian Mahasiswa Tahun 2023
    • Prosedur Peminjaman Ruang
    • Desa Wisata Pinge
    • Pameran Virtual
    • Pendaftaran Webinar
    • Download
      • Virtual Background Webinar
      • Virtual Background
      • e-Book Tata Kelola Sawit Indonesia
  • Blog
  • Beranda
  • Berita
  • Populasi Monyet Daun di Gunung Slamet Kian Terancam

Populasi Monyet Daun di Gunung Slamet Kian Terancam

  • Berita, Kegiatan
  • 26 June 2012, 13.18
  • Oleh:
  • 0

Rekrekan (Presbytis fredericae) atau monyet daun merupakan salah satu primata endemik pemakan daun di kawasan Gunung Slamet yang hingga kini habitatnya kian terancam. Padahal, di Pulau Jawa, tempat hidup primata ini hanya terbatas pada daerah hutan yang terisolasi, seperti Gunung Slamet, Gunung Cupu-Simembut, Gunung Dieng, dan Gunung Lawu.

Habitat yang digunakan oleh rekrekan di Gunung Slamet seluas 33.230 ha dan yang tidak digunakan 24.737 ha. Dikarenakan terbatasnya luas hutan pegunungan, perkembangan pembangunan yang meningkat di bidang permukiman, perkebunan, dan pertanian di Pulau Jawa, habitat rekrekan di hutan Gunung Slamet menjadi lebih terancam dari habitat lainnya.

Di Gunung Slamet, rekrekan paling banyak ditemukan di daerah tingkat lereng yang curam. Kelerengan dapat membantu rekrekan terhindar dari predator dan memiliki pandangan yang lebih luas. Oleh karena itu, rekrekan banyak ditemukan pada ketinggian habitat diatas 600 meter di atas permukaan laut. “Ketinggian 1.100-1.300 mdpl merupakan ketinggian dimana rekrekan paling banyak ditemukan, karena pada ketinggian itu ditemukan pakan yang bervariasi,” kata Abdi Fitria, S.Hut, M.P., dalam ujian promosi doktor di fakultas kehutanan, Sabtu (23/6).

Di Gunung Slamet, Rekrekan paling banyak ditemukan pada lereng dengan sudut kemiringan 35-40 derajat sebanyak 28 kelompok dan 131 individu, sedangkan pada lereng 25-35 derajat ditemukan 9 kelompok dan 43 individu.

Kondisi hutan di area Gunung Slamet yang telah banyak mengalami alih fungsi lahan dari hutan menjadi non hutan. Keberadaan hutan primer dengan kanopi dan tutupan yang luas sangat mempengaruhi keberadaan dan penyebaran primate ini. “Ditemukan 8 kelompok dengan 68 individu di daerah hutan primer,” katanya.

Hutan primer di Gunung Slamet menjadi penting bagi Rekrekan karena adanya ketersediaan pakan alami yang spesifik untuk Rekrekan, sehingga memungkinkan rekrekan untuk dapat berkembang biak dan memperbanyak keturunan. “Semakin luasnya pembukaan lahan, akan semakin mendesak habitat Rekrekan dan akan mengarah pada penurunan jumlah populasi Rekrekan,” ujarnya.

Dari hasil penelitian Abdi Fitri, Rekrekan merupakan golongan primata yang memiliki sistem sosial dengan membentuk kelompok-kelompok kecil. Hal ini kaitannya dengan pencarian dan pemenuhan kebutuhan pakan.”Tidak pernah ditemukan adanya sistem berpindah antar anggota kelompok rekrekan, khususnya individu betina,” katanya.

Bahkan yang lebih unik lagi, individu jantan dan betina yang telah dewasa akan meninggalkan kelompoknya dengan perlahan dan membentuk kelompok sendiri. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kompetisi makan antar pejantan dan sebagai upaya memperoleh kehidupan berupa sumber pakan yang lebih berkualitas.

Abdi Fithria mengusulkan, perlu adanya peningkatan sosial ekonomi dan partisipasi masyarakat dalam usaha perlindungan dan pelestarian hutan melalui program ekowisata dan edu wisata. Namun yang tidak kalah penting, ujar Abdi, perlu dilakukan peningkatan status kawasan dan kegiatan pembinaan habitat sehingga ekosistem Gunung Slamet tetap lestari.

Sumber: Humas UGM

Universitas Gadjah Mada

Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM

Kompleks Gedung PSLH-EFSD UGM, Jl. Kuningan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta 55281

   pslh@ugm.ac.id
   +62 (274) 565722, 6492410
   +62 (274) 517863

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY