Transisi energi Indonesia harus mempertimbangkan potensi lokal, seperti sumber daya energi yang tersedia dan kondisi perekonomian dan industri lokal. Hal tersebut diungkapkan oleh Pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam acara POLES (Podcat Lestari) yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) UGM Selasa 22 November 2022.
Acara yang dimoderatori oleh Dr. Hasrul Hanif, M.A. (Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM) menghadirkan pembicara dari Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Prof. Dr. Eng. Deendarlianto, S.T., M.Eng. dan Dr. M. Pramono Hadi, M.Sc. dari PSLH UGM.
Konteks potensi lokal mencakup semua faktor spesifik lokasi dan regional yang memengaruhi proses transisi energi regional. Misalnya kondisi ekonomi dan keadaan geografis yang berbeda antar wilayah, akan mempengaruhi adanya pilihan energi yang berbeda untuk transisi energi.
Kedekatan dengan pantai dan lokasi di pegunungan biasanya memfasilitasi penggunaan angin sebagai sumber energi terbarukan. Kedekatan geografis dengan sungai memungkinkan pemasangan turbin air. Di wilayah pesisir, pembangkit listrik tenaga pasang surut dapat dipasang. Penggunaan energi matahari didukung oleh durasi sinar matahari tahunan rata-rata yang panjang dan dengan variasi panjang siang hari yang rendah sepanjang tahun. Kepala PSLH Pramono Hadi juga mencontohkan, dengan kondisi geografi daratan Indonesia yang tidak memiliki sumber daya sungai besar, maka potensi PLTA (Pembangkit Tenaga Listrik Air) yang tersedia cenderung bersifat mikro hidro. Sedangkan untuk PLTA kapasitas besar, akan lebih ideal dikembangkan di daratan benua besar yang memiliki sumber daya sungai besar.
Secara ekonomi maka untuk pusat kawasan industri infrastruktur atau lingkungan perkotaan misalnya, maka langkah pendekatan pasokan energi yang berbeda dan mungkin berskala lebih besar daripada daerah yang membutuhkan pasokan listrik lebih kecil. Sebagai negara tropis dengan karunia energi matahari dan sumber daya agro industri terbesar di dunia, maka Indonesia bersama Brazil dan Republik memiliki ketersediaan bahan bakar biomassa, seperti biofuel, bioethanol atau sumber daya biomassa lainnya yang sangat melimpah. Kondisi geografis Indonesia yang beriklim tropis itulah yang akan meningkatkan potensi energi dalam transisi energi nasional.
Selain itu, pengurangan emisi karbon juga mensyaratkan perlunya ada komunikasi dan kerjasama seluruh pihak. Seluruh stakeholders diharapkan menjadikan upaya pengurangan emisi sebagai insentif jangka panjang.
Dalam hal tersebut maka berbagai informasi terkait transisi energi memerlukan adanya peran kampus atau universitas dan akademisi untuk mendiseminasikan atau mendidik masyarakat tentang transisi energi, secara lebih sederhana dan mudah dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat. Harapannya masyarakat dapat lebih memahami urgensi dan permasalahan sekaligus memampukan seluruh elemen masyarakat untuk turut berperan serta dalam mewujudkan transisi energi yang berbasis potensi lokal.