Petani Indramayu, Jawa Barat, mengeluhkan ketidakpastian cuaca. Musim hujan yang terlalu panjang menyebabkan air laut naik dan membanjiri sawah. Benih padi pun tidak tumbuh karena tanah sawah tercampur air laut.
Petani pun mencoba berbagai upaya mandiri. Kelompok Tani Sumber Mulya Desa Cantigi Kulon, Kecamatan Cantigi, misalnya, melakukan uji coba 15 varietas untuk mendapatkan benih yang sesuai perubahan iklim. Varietas yang diuji coba adalah Kalimantan I, Kalimantan II, Kalimantan III, Kalimantan IV, Rangbo I, Rangbo II, Himpari IV, Ciheurang lokal, Goyang Dombret lokal, ketan lokal, F-12, Rita I, Krapyak I, Daso, dan Luba.
Dari uji coba itu ditemukan varietas lokal seperti Ciheurang lokal, Goyang Dombret, dan ketan, yang dapat tumbuh di tanah yang tercampur air laut. Bibit dari India, Daso dan Luba, tumbuh baik di tanah yang airnya didominasi air laut. “Semua bibit lokal bagus. Namun, belum ada yang menandingi bibit dari India,” kata Zainudin, pengurus Kelompok Tani Sumber Mulya, Senin (28/3).
Menurut Zainudin, pemerintah tak memberi tahu soal perubahan cuaca yang mempengaruhi masa tanam. Sedangkan sekolah lapang iklim yang dilakukan Departemen Pertanian tak bisa diterapkan pada lahan di Caginti. Penyuluhan Departemen Pertanian menggunakan bibit Sang Hyang Sri pun tak cocok dengan kondisi tanah Caginti. “Air laut dengan air tawar nyampur.”
Kondisi tersebut diperparah kesulitan menjual gabah. Buruknya kondisi jalan ditambah hujan berkepanjangan menyebabkan truk pengangkut tak bisa masuk ke Cantigi Kulon. Saat ini saja 10 ton gabah kering “nganggur” di gudang Kelompok Tani Sumber Mulya.
Gabah petani Cantigi Kulon akan terus bertambah dari sawah yang sedang dipanen. “Solusinya menunggu cuaca bagus. Kalau hujan gini, nggak ada truk yang masuk, karena jalannya jelek,” kata Zainudin.
Sumber: VHR Media