Deputi Menteri Bidang Jaringan Iptek, Kemristek, Prof. Dr. M. Syamsa Ardisasmita, D.E.A., menegaskan bahwa pemerintah sampai saat ini belum berencana dalam waktu dekat untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Meski sosialisasi terhadap rencana pembangunan PLTN masih terus dilakukan.
Menurut Syamsa, riset pembangunan reaktor nuklir sudah dimulai sejak tahun 1964, bahkan hingga sampai saat ini regulasi, reaktor nuklir dan kapasitas sumber daya manusia dianggap paling siap dibandingkan dengan Negara Asean lainnya. “Kita sudah siap semuanya, tapi kita hadapi kedala implementasinya,” kata Syamsa ditemui dalam sela-sela sarasehan pengenalan iptek nuklir di Plaza KPTU Fakultas Teknik UGM, Rabu (9/11).
Kendati infrastruktur dan SDM dinilai paling siap, kata Syamsa, namun pemerintah belum berani mengambil risiko dalam waktu dekat membangun PLTN. Sementara, Vietnam berencana membangun PLTN mulai tahun 2014 dengan kapasitas 2.000 MW dan mulai beroperasi tahun 2020. Sedangkan Malaysia siap mengoperasikan PLTN pada tahun 2021. “Indonesia sampai saat ini belum jelas,” katanya.
Syamsa berpendapat, semua negara termasuk Indonesia di masa mendatang akan sangat bergantung dengan energi nuklir mengingat pasokan energi fosil seperti batubara, gas dan minyak bumi akan semakin menipis. Selain itu, pemanfaatan energi nuklir membutuhkan tidak membutuhkan biaya besar dan dianggap paling murah dibanding dengan sumber energi yang lain. Dia menyebutkan biaya produksi energi nuklir hanya 3 sen dollar per kWh, adapun batubara 6 sen dollar, geothermal 9,2 sen dollar dan gas hampir 3 kali dari biaya geothermal. “Tanpa energi nuklir, saya kira itu ambisius. Karena dari energi geothermal, mikrohidro, dan solar sel, kita akan kesulitan mendapat pasokan energi listrik yang cukup besar,” imbuhnya.
Dia menambahkan, jumlah SDM yang ahli di bidang energi nuklir di Indonesia mencapai 4000 orang. Menurutnya, jumlah itu sangat mendukung pembangunan PLTN. Dia memperkirakan pembangunan satu PLTN membutuhkan sekitar 800 tenaga ahli bidang nuklir. “Malaysia baru memiliki 300-an, sehingga mereka juga menawarkan akan memperkerjakan tenaga dari Indonesia jika mereka sudah siap membangun PLTN,” katanya.
Sementara Kepala Pusat Pengembangan Energi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Sarwiyana Sastratenaya, mengatakan kebutuhan Indonesia akan energi semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi masyarakat. Mengantisipasi hal tersebut, pemerintah mentargetkan sampai dengan tahun 2025 dengan kontribusi nuklir 2 % dari energi primer. “Pemerintah sesuai dengan rencananya akan membangun dua unit PLTN pertama yang beropersi sebelum tahun 2020. Hal itu sesuai dengan tertuang dalan UU no 17 tahun 2007 pada RPJN 2005-2025,” pungkasnya.
Sumber: Humas UGM