Pakar manajemen bencana UGM, Prof. Dr. Sudibyakto, mengimbau masyarakat akademis agar tidak terkecoh dan dapat memahami secara benar isu perubahan iklim. Perubahan iklim yang terjadi saat ini pada kenyataannya hanya variabilitas iklim. “Isu perubahan iklim hendaknya dipahami secara benar, jangan sampai menyesatkan masyarakat. Perubahan iklim terjadi apabila variabilitas iklim terjadi dalam jangka waktu yang sangat panjang, lebih dari 30 tahun atau bahkan 100 tahun,” jelasnya, Jumat (23/9), dalam Disuksi ‘Climate Change and Disaster Management’ di Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) UGM.
Sudibyakto menyebutkan perubahan iklim telah terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia, anatara lain DKI, Pantura Pulau Jawa (Tegal, Pekalongan, Semarang), sebagian wilayah Jawa Timur, dan Nusa Tenggara. Hal tersebut ditunjukkan dengan perubahan pola hujan musiman, pergeseran musim, kejadian hujan ekstrim yang ditandai dengan hujan berintensitas sangat tinggi yaitu > 100 mm/jam atau > 250 mm/hari yang mengakibatkan banjir bandang.
Dampak perubahan iklim sangat dirasakan oleh masyarakat, khususnya para petani dan nelayan yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Di samping ancaman perubahan iklim, masyarakat nelayan dan komunitas di pesisir juga terancam mengalami kenaikan muka air laut sebagai akibat perubahan iklim global. “Naiknya muka air laut bisa mencapai 5-10 mm/tahun, yang berarti kota-kota pantai padat penduduk mempunyai risiko tinggi terkena banjir,” tambahnya.
Menurutnya, analisis risiko bencana akibat perubahan iklim menjadi isu strategis dan masalah lingkungan di masa kini dan mendatang. Pemetaan wilayah berisiko akibat perubahan iklim seyogianya mulai dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Revisi rencana tata ruang wilayah berbasis risiko bencana juga sangat mendesak untuk dilakukan.
Atas dasar hal tersebut, PSBA UGM menjalin kerja sama dengan Bappenas untuk menyelenggarakan ToT (Traning of Trainers) tentang ‘Perencanaan Mitigasi Bencana’ selama 1 minggu di UGM dan 2 minggu di Jepang. Pelatihan ini diperuntukkan bagi staf pimpinan Bappeda di seluruh Indonesia, khususnya yang rawan terhadap bencana.
Sudibyakto menambahkan PSBA UGM juga telah memasukkan isu perubahan iklim ke dalam manajemen bencana di Indonesia. “Kemungkinan besar ada perubahan nama PSBA menjadi Pusat Studi Bencana dan Perubahan Iklim, yang nantinya selain sebagai pusat kajian perubahan iklim juga dapat mendukung pendirian Program Magister Adaptasi Perubahan Iklim yang sedang digodok di tingkat Sekolah Pascasarjana UGM,” ujarnya.
Sumber: Humas UGM