
Plastik merupakan entitas penting dalam kehidupan manusia. Kemunculannya pada tahun 1862 yang diinisiasi oleh seorang ilmuwan Inggris bernama Alexander Parkes dengan penemuan Parkesine menjadi solusi saat itu di tengah tingginya penebangan hutan akibat dibutuhkannya kertas untuk kemasan. Inovasi ini berkembang lebih lanjut pada tahun 1907, ketika Leo Hendrik Baekeland menciptakan Bakelit, plastik sintetis pertama yang tahan panas dan mulai digunakan secara luas dalam industri. Sejak saat itu, berbagai jenis plastik terus ditemukan, termasuk PVC oleh Eugen Baumann, Nilon oleh Wallace Carothers (1935), hingga plastik modern yang kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari (Bahraini, 2020). Lahirnya plastik yang memiliki durabilitas cukup tinggi sebetulnya merupakan jawaban supaya setiap plastik yang tercipta di bumi ini dapat dipakai berulang kali. Namun saat ini plastik justru menjadi momok di seluruh sudut bumi mengingat degradasinya di alam memakan waktu hingga ratusan tahun. Jadilah bumi ini penuh sampah plastik yang kita gunakan hanya beberapa menit saja.
Berdasarkan indikator dari Planetary Boundaries, diketahui bahwa aspek ‘novel entities’ yang di dalamnya juga mewakili plastik telah jauh melebihi batas aman. Hal ini dikarenakan produksi zat kimia dan plastik meningkat secara eksponensial secara global (Planetary Boundaries – Defining a Safe Operating Space for Humanity, n.d.). Oleh sebab itu dibutuhkan langkah serius untuk mengatasi persoalan sampah plastik secara global. Salah satu hal penting menuju langkah tersbeut adalah mengetahui jenis-jenis plastik berdasarkan biodegradabilitasnya. Hal ini bertujuan supaya tumpukan sampah plastik yang harus menunggu ratusan tahun untuk terurai tidak semakin bertambah. Tentu saja langkah ini harus dibarengi dengan pengurangan penggunaan plastik sekali pakai oleh berbagai sektor.
Klasifikasi Plastik Berdasarkan Biodegradabilitasnya

Semenjak kesadaran akan bahaya plastik di lingkungan semakin meningkat, tuntutan dari konsumen untuk menyediakan plastik ramah lingkungan semakin tinggi pula. Tidak hanya plastik ramah lingkungan, sistem yang memadai sehingga tidak perlu menggunakan plastik sekali pakai seharusnya yang menjadi prioritas. Hanya saja mungkin sistem tersebut belum dapat diwujudkan secara nyata apabila seluruh pihak belum berkolaborasi secara khusus berkaitan dengan hal ini. Semenjak aturan terkait larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai ketika berbelanja dikeluarkan, muncul berbagai jenis plastik alternatif. Hampir seluruhnya dilabeli ‘Ramah Lingkungan’, tetapi tetap membingungkan karena faktanya tidak benar-benar ramah lingkungan. Bahkan istilah bio-plastic pun masih memiliki ambiguitas. Apakah yang disebut ‘bio-plastic’ tersebut adalah ‘biodegradable plastic’ atau ‘bio-based plastic’? Karena keduanya memiliki makna yang berbeda (Tokiwa et al., 2009). Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan dasar terkait jenis-jenis plastik berdasarkan biodegradabilitasnya. Berikut ini merupakan jenis-jenis plastik berdasarkan biodegradabilitasnya yang perlu Anda ketahui.
- Plastik Konvensional (Non-Biodegradable Plastics)
Plastik konvensional adalah sebutan bagi plastik yang terbuat dari minyak bumi. Plastik jenis ini tentu saja tergolong plastik berbahan dasar ‘fosil’ yang sulit terurai. Sebagaimana energi, bahan baku pembuatan plastik ini tidak dapat diperbaharui. Mikroorganisme tidak mampu menguraikan plastik ini sehingga diperlukan banyak faktor fisik kimia lainnya untuk membuat plastik ini terurai. Adapun jenis-jenis plastik yang tergolong plastik konvensional adalah sebagai berikut.
- Polyethylene (PE), contohnya plastik bening bungkus cilok, plastik wrap makanan, kantong belanja, dan botol sampo (HDPE).
- Polypropylene (PP), contohnya sedotan plastik, wadah makanan microwave-safe, tutup botol, karung beras.
- Polyvinyl Chloride (PVC), contohnya pipa air, plastik mika, dan isolator pada kabel listrik.
- Polystyrene (PS), contohnya styrofoam, alat makan sekali pakai, dan lantai vinyl.
- Polyethylene Terephthalate (PET), contohnya botol air mineral kemasan, kemasan minyak goreng, wadah kosmetik, dll.
Plastik-plastik yang sulit terurai tersebut tentu saja yang paling mengancam lingkungan kita. Terlebih apabila diamati, plastik-plastik tersebut yang paling sering kita temui dan banyak yang sekali pakai. Akibatnya plastik-plastik ini banyak terakumulasi di lingkungan dan ekosistem kita, serta terdegradasi menjadi mikroplastik yang telah terbukti dapat masuk ke dalam tubuh manusia.
Plastik oxo-degradable bukanlah plastik ramah lingkungan karena hanya mempercepat fragmentasi plastik menjadi mikroplastik yang membahayakan kesehatan manusia
2. Plastik Degradable (Tidak Biodegradable Sepenuhnya)
Plastik degradable adalah label bagi plastik yang diklaim terurai tetapi tidak oleh mikroorganisme, melainkan oleh paparan dari faktor fisik dan kimia. Salah satu plastik degradable yang sering kita temui di kehidupan sehari-hari adalah plastik oxo-degradable. Plastik oxo-degradable adalah plastik yang berbahan baku minyak bumi (sebagaimana plastik konvensional) hanya saja ditambahkan zat aditif (seperti besi, nikel, kobalt, dan mangan) yang berfungsi mempercepat proses degradasi melalui oksidasi, thermal, dan fotodegradasi. Plastik oxo yang dikenal juga dengan plastik oxium ini dapat terfragmentasi ketika terkena cahaya UV atau panas. Waktu degradasinya pun lebih cepat dibanding plastik konvensional biasa. Apabila plastik konvensional biasa memerlukan waktu ratusan tahun, plastik oxo ini dapat hilang dari pandangan hanya dalam waktu 2-5 tahun (Thomas et al., 2011).

Meskipun wujud plastik ini dapat tidak terlihat kasat mata setelah 2-5 tahun, tetapi ternyata plastik ini tidak terdegradasi. Alih-alih terdegradasi, plastik oxium hanya berubah menjadi fragmen-fragmen kecil yang tidak kasat mata, biasa disebut mikroplastik. Beberapa penelitian menyatakan bahwa setelah 350 hari di dalam tanah, plastik oxium hanya terurai 15%, jauh lebih lambat dibanding kertas yang mencapai 90%. Jadi sesungguhnya plastik oxium ini bukan jawaban dari permasalahan sampah plastik dunia, melainkan hanya menambahkan jumlah mikroplastik di bumi yang dapat masuk ke tubuh manusia (Thomas et al., 2011).
3. Plastik Biodegradable
Plastik biodegradable merupaka plastik yang dapat terurai oleh aktivitas mikroorganisme da berubah menjadi senyawa alami, seperti karbondioksida, air, dan biomassa. Plastik biodegradable digadang-gadang sebagai solusi dari permasalahan sampah plastik karena dapat terurai menjadi senyawa alami yang tidak mengancam lingkungan dan kesehatan. Terdapat beberapa contoh plastik biodegradable yang sering kita temui di kehidupan sehari-hari.
- PLA (Polylactic Acid) merupakan plastik yang terbuat dari pati jagung dan dapat terdegradasi di lingkungan kompos industri.
- PHA (Polyhydroxyalkanoates) merupakan plastik yang dihasilkan oleh bakteri dan dapat terdegradasi di tanah dan laut.
- PBS (Polybutylene Succinate) merupakan plastik yang dapat dikomposkan dan lebih fleksibel dibanding PLA.
- PBAT (Polybutylene Adipate Terephthalate) merupakan plastik yang digunakan dalam kantong belanja biodegradable (Tokiwa et al., 2009).
Pada dasarnya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses biodegradabilitas plastik. Salah satu yang penting adalah struktur kimia penyusun plastik. Pada plastik dengan ikatan ester diketahui lebih mudah dipecah oleh mikroorganisme sehingga lebih mudah terdegradasi. Selain itu kristalinitas plastik juga menjadi salah satu faktor. Semakin tinggi tingkat kristalinitas, maka semakin sulit plastik tersebut untuk terurai. Dan yang terakhir adalah faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan keberadaan mikroorganisme yang berperan untuk degradasi plastik (Emadian et al., 2017).
Jadi tidak semua plastik yang diklaim dapat terdegradasi aman bagi lingkungan dan kesehatan. Faktanya masih lebih banyak plastik yang diklaim ramah lingkungan tapi ternyata membahayakan lewat jalur lain dengan menjadi mikroplastik. Oleh sebab itu, mari kita lebih jeli dalam menentukan pilihan penggunaan plastik. Upayakan untuk tidak menggunakan plastik sekali pakai yang dapat mencemari lingkungan.
References
Bahraini, A. (2020, June 29). Sejarah Plastik dari Masa Lalu – Artikel dan berita pengelolaan sampah dari Waste4Change. Waste4Change. Retrieved February 24, 2025, from https://waste4change.com/blog/sejarah-penemu-plastik/
Emadian, S. M., Onay, T. T., & Demirel, B. (2017). Biodegradation of bioplastics in natural environments. Waste Menegement, 59, 526-536. http://dx.doi.org/10.1016/j.wasman.2016.10.006
Planetary Boundaries – defining a safe operating space for humanity. (n.d.). Potsdam Institute for Climate Impact Research. Retrieved February 24, 2025, from https://www.pik-potsdam.de/en/output/infodesk/planetary-boundaries/planetary-boundaries
Thomas, N. L., McLauchlin, A. R., Clarke, J., & Patrick, S. G. (2011). Oxo-degradable plastics: degradation, environmental impact and recycling. Water and Resource Management, 165(WR3), 133-140. http://dx.doi.org/10.1680/warm.11.00014
Tokiwa, Y., Calabia, B. P., Ugwu, C. U., & Aiba, S. (2009). Biodegradability of Plastics. International Journal of Molecular Sciences, 10, 3722-3742. doi:10.3390/ijms10093722