Sebagian besar lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Alo, Gorontalo dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tunggal budidaya tanaman jagung merupakan kawasan yang rawan terkena erosi. Dengan tingkat kemiringan lahan diatas 25 persen menjadikan daerah tersebut berpotensi mengalami erosi tingkat tinggi.
“Bahkan di sekitar DAS Alo-Poho telah mengalami erosi berat dengan erosi permukaan sebesar 190,13/to/ha/ tahun atau total erosi 9.294.695,62 ton/tahun,” ungkap Sunarty Eraku, S.Pd., M.Pd., staf pengajar Universitas Negeri Gorontalo saat melaksanakan ujian terbuka program doktor di Fakultas Geografi UGM, Sabtu (11/11).
Sunarty menyebutkan total hasil sedimen DAS Alo-Pohu mencapai 1.642,70 ton per tahun. Sementara penyumbang sediment terbesar adalah Sungai Alo dengan total sediment 124,83 ton per hektar. “Besarnya erosi karena selain memiliki kemiringan lereng yang curam juga jenis tanah di lokasi merupakan tanah yang tergolong peka, bahkan sangat peka terhadap erosi,” terangnya.
Dengan karajteristik tanah yang sangat peka terhadap erosi, Sunarty menilai lahan sepanjang DAS Alo menjadi tidak tepat untuk digunakan sebagai lahan budidaya pertanian. Dengan kata lain penggunaan lahan sebagai lahan pertanian tunggal budidaya tanaman jagung tidak sesuai dengan kemampuan lahan dan kesesuaian lahan.
“Untuk itu perlu dilakukan konservasi secara prioritas sesuai dengan karakteristik biogeofisik lahan, kemampuan lahan, kesesuaian lahan, sosial ekonomi dan budaya masyarakat secara spasial ekologi di DAS Alo,” tegas wanita kelahiran Gorontalo, 30 September 1970 ini.
Dalam disertasi berjudul “Konservasi Lahan Pertanian Jagung Secara Spasial Ekologis di DAS Alo Gorpotalo” Sunarty memaparkan terdapat tiga langkah konesrvasi yang dapat dilakukan. Untuk konservasi kategori ringan dengan pengelolaan tanah, penananman tumpangsari, pola pergiliran tanaman, penaanaman menurut kontur dan pembuatan teras tradisional atau datar. Kemudian untuk konservasi sedang dengan tanaman penutup tanah, penanaman lorong, teras guludan dengan saluran air, bangunan air terjun dan rorak. Sedangkan untuk konservasi tingkat berat meliputi guludan, agroforestri, penanaman strip cropping, penanaman lorong, dam pengendali, serta saluran pembuangan air. “Sementara untuk budidaya jagung bisa dilakukan dengan membuka lahan baru yang disesuaikan dengan potensi lahan yaitu yang seusuai untuk tanaman jagung sehingga lahan pertanian jagung di DAS Alo menjadi lahan pertanian yang berkelanjutan,” pungkasnya.
Sumber: Humas UGM