Secara ekospasial Delta Mahakam memiliki dinamika yang tinggi dilihat dari ketiga faktor utama lingkungan, yaitu faktor abiotik, biotik maupun socio-culture (sosial-budaya). Secara garis besar konsentrasi variabel kualitas air yang diteliti masih berada pada kisaran normal antara lain, pH antara 7-7,6, DHL antara 16-52,1 mg/L, DO antara 4,7-5,6 mg/L, suhu antara 23-29 derajat celcius, salinitas antara 18-34 o/oo, TSS antara 0.005-0.06 mg/L, sedangkan kekeruhan 6-85 ntu. Sementara itu variabel kekeruhan menunjukkan nilai yang relatif tinggi.
Hal ini diungkapkan oleh Umi Zakiyah pada ujian terbuka program doktor Sekolah Pascasarjana UGM, Selasa (4/12) di Fakultas Geografi. Pada ujian tersebut Umi mempertahankan disertasinya yang berjudul Model Spasial Ekologi Produktivitas Primer Ekosistem Perairan Pantai Delta Mahakam dengan Teknik Penginderaan Jauh.
Lebih lanjut Umi mengatakan pola umum yang berlaku untuk kualitas air adalah konsentrasinya akan cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman air faktor biotik yang diteliti yaitu klorofil a serta produktifitas primer (PP), kondisinya juga sangat dipengaruhi oleh fluktuasi dari kualitas air yang diteliti.
“Konsentrasi klorofil di wilayah Delta Mahakam berada pada level mesotropik dan cenderung ke arah aligotropik yang menunjukkan penurunan kualitas lingkungan,”papar Umi.
Ia menambahkan kondisi PP di perairan Delta Mahakam berada pada status sedang sampai relatif miskin atau rendah, yaitu konsentrasinya berada di bawah 5 grC/m/hari. Pola yang didapatkan dari derivasi citra satelit mempunyai korelasi yang cukup tinggi dengan nilai PP yang diukur dari lapang (secara in situ) yaitu sampai dengan 70 persen.
“Kondisi spasial ekologis lingkungan wilayah Delta Mahakam ternyata sangat mempengaruhi kondisi produktifitas primer di kawasan tersebut,” tegas staf pengajar pada Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Brawijaya tersebut.
Menurut Umi kawasan Delta Mahakam merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya alam, terutama minyak bumi dan gas alam (migas). Sayangnya, sebaran hutan mangrove di dataran Delta Mahakam mengalami degradasi akut karena telah digantikan oleh ribuan hektar tambak udang sehingga penduduk setempat mengalami lingkungan yang rusak.
Selain itu, terjadi pula beberapa permasalahan lain seperti kualitas air minum yang menurun, ternak udang terkena penyakit, erosi pantai dan sungai meningkat, konflik horizontal penggunaan lahan meruncing, dan potensi perikanan di kawasan hutan mangrove yang merosot drastis.
“Ada pengaruh dari penebangan hutan mangrove terhadap penurunan daya dukung fisik pesisir di sana,”katanya.
Dari kondisi tersebut Umi mengusulkan adanya beberapa hal yang perlu dilakukan seperti penanganan erosi dan abrasi, keberlanjutan dan meningkatkan hasil produksi tambak, tersedianya kawasan perkembangbiakan satwa perairan serta mencegah terjadinya pencemaran studi lingkungan yang integral dan multidisiplin, koordinasi dan komitmen yang sama dari para stakeholder yang memanfaatkan sumberdaya di kawasan Delta Mahakam.
“Perlu adanya penetapan status perlindungan pada areal mangrove yang masih utuh dan dilanjutkan dengan rehabilitasi kawasan yang telah rusak dan pengaktifan kembali badan pengelola terpadu untuk mencegah kerusakan Delta Mahakam lebih lanjut,” tutur Umi.
Sumber: Humas UGM