UGM sudah lama dikenal dengan julukan “Kampus Biru”, yang tenar karena novel karangan Ashadi Siregar. kini kampus ini sedang terus merintis untuk menjadi hijau. Soal “biru” dan “hijau” ini tentu saja bukan sekadar masalah warna. Kampus hijau yang sedang terus dibangun adalah konsep area pendidikan, yang memperhatikan isu-isu lingkungan di dalamnya. Tidak mengherankan apabila UGM kini menerapkan sejumlah kebijakan, yang memang diarahkan untuk mendukung upaya menjadi kampus ramah lingkungan itu.
Bukan hanya ikut-ikutan tren dunia, boleh dikatakan kepedulian UGM terhadap lingkungan justru termasuk yang pertama. Buktinya, konsep kampus hijau ini sudah disusun di era kepemimpinan mantan Rektor (alm.) Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, S.H. Beliaulah yang pada mulanya menggagas konsep kampus hijau, mulai dari pembenahan PKL, penghijauan dan pembibitan pohon langka di sekitar kampus, hingga pengaturan lalu-lintas keluar masuk kendaraan dan rencana penutupan Jalan Kaliurang.
Sebagai bentuk keseriusan program penghijauan itu, Prof. Koesnadi bahkan membuat SK pembentukan Tim Penghijauan Kampus (TPK) UGM. Sebagaimana data dan sumber yang diperoleh dari Kantor Arsip Universitas, disebutkan bahwa tugas tim itu, antara lain, adalah menentukan jenis tanaman berdasarkan habitatnya serta membuat rancangan pertanaman dan pertamanan di dalam kampus.
Khusus untuk pembibitan pohon langka, secara bertahap ini dilakukan untuk menggantikan pohon-pohon pada hutan yang ada di antara gedung perkuliahan, di samping untuk penghijauan. Penggantian pohon langka mempunyai makna lain untuk konservasi tanaman itu sendiri. Pada gilirannya nanti, dapat pula dibenahi polusi kebisingan dan polusi udara oleh angkutan umum yang saat itu masih melalui kampus. Dalam Memorandum Akhir Jabatan Rektor Masa Bakti tahun 1986-1990 juga disebutkan adanya kebijakan untuk menjadikan wilayah pendidikan di UGM sebagai kampus bebas pencemaran dan kebisingan.
Untuk saat ini, konsep dan implementasi kampus hijau telah ditindaklanjuti antara lain melalui visi kampus educopolis, yaitu suatu lingkungan yang kondusif untuk proses pembelajaran dalam konteks pengembangan kolaborasi multidisiplin dan tanggap terhadap isu ekologis demi mencapai visi universitas. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkan visi pengembangan dan pengelolaan kampus educopolis di atas adalah dengan mengendalikan arus lalu lintas kendaraan bermotor di kawasan UGM melalui pola disinsentif. Poloa ini diharapkan mampu mengurangi akses bagi publik yang tidak berkepentingan dengan universitas. Hal ini diperlukan untuk menjaga ketenangan proses pembelajaran dan menekan potensi kecelakaan lalu lintas, polusi udara, polusi suara, dan pelanggaran hukum di kawasan kampus.
Untuk itu, diperlukan portal-portal jaga. Di samping itu, semua civitas akademika yang menggunakan kendaraan bermotor juga dibuatkan Kartu Identitas Kendaraan (KIK). Selain untuk memudahkan pembatasan akses kendaraan yang tidak berkepentingan dengan UGM, penggunaan KIK juga bertujuan untuk: (1) mengurangi penggunaan kertas (karcis) dalam rangka pengawasan keamanan kendaraan bermotor warga kampus dari tindak pencurian; (2) mengendalikan jumlah kendaraan bermotor (khususnya mobil) yang parkir di lokasi-lokasi padat kendaraan parkir.