Ada kemiripan pola persebaran besar butir sedimen permukaan dasar sungai pada sungai-sungai yang mengalir di Gunungapi Merbabu,sungai-sungai yang mengalir di Gunungapi Merapi, dan pola persebaran besar butir sedimen dasar Sungai Pabelan, dengan persentase kerakal kecil paling tinggi, dan tidak terjadi dominasi besar butir. Hal ini ditegaskan oleh Drs. Widiyanto, M.S., pada ujian terbuka program doktor Fakultas Geografi UGM, Sabtu (4/3). Pada kesempatan tersebut Widiyanto mempertahankan disertasinya yang berjudul Karakteristik Persebaran Granulometris Sedimen Permukaan Dasar Sungai, di DAS Pabelan, Provinsi Jawa Tengah.
Ia menegaskan bahwa pola persebaran kebulatan butir sedimen, pada sungai yang mengalir di Gunungapi Merbabu agak menceng kearah bulat, sedangkan pada sungai yang mengalir di Gunungapi Merapi, dan sedimen dasar Sungai Pabelan, dengan bentuk grafik mendekati simetri, dengan dominasi pada klas bulat.
“Pola persebaran kebundaran butir sedimen dasar sungai yang mengalir di Gunungapi Merbabu mendekati simetri,”papar Widiyanto.
Penelitian sedimen permukaan dasar sungai ini dilakukan oleh Widiyanto di DAS Pabelan, Sub-DAS Progo, Provinsi Jawa Tengah. Sungai-sungai di DAS Pabelan sebagian terletak di Gunungapi Merbabu, sebagai gunungapi istirahat dan sebagian terletak di Gunungapi Merapi, sebagai gunungapi aktif.
Dalam penelitiannya tersebut juga terungkap bahwa penambangan pasir di bagian hulu sungai menyebabkan kelangkaan pasir di bagian hilir, sehingga pada bagian hilir, sebagian penambang menambang batu kali, dan sebagian penambang menambang pasir pada tebing sungai, dengan membuang limbah tambang dibuang ke alur sungai.
“Adanya penambangan dapat berpengaruh terhadap karakteristik granulometri persebaran sedimen permukaan dasar sungai,”papar dosen Fakultas Geografi UGM tersebut.
Penambangan pasir, dan batu menunjukkan indikasi kerusakan fisik sungai, namun gejala kerusakan harus tetap dipantau. Tidak adanya gejala kerusakan fisik sungai, kata Widiyanto, karena penambang adalah masyarakat setempat, yang telah menerapkan karifan lokal untuk mencegah terjadinya kerusakan.
“Untuk penambangan maka harus dipantau agar setiap gejala kerusakan dapat dilakukan tindakan,”urai pria kelahiran Magelang, 10 Oktober 1949 itu.
Seperti diketahui daerah aliran Sungai Pabelan merupakan sub-DAS Progo sebagian terletak pada gunungapi aktif, yaitu Gunungapi Merapi, dan sebagian terletak pada gunungapi tidak aktif, yaitu Gunungapi Merbabu. Pada musim penghujan, lahar sering terjadi pada Sungai Apu, Sungai Tringsing, Sungai Senowo, dan Sungai Pabelan. Aliran lahar mempunyai daya rusak yang sangat tinggi. Pada tahun 1980 penambangan pasir di DAS Pabelan mulai mulai intensif, bahkan pada tahun 1990 penambangan sangat intensif, menggunakan alat berat.
Sumber: Humas UGM