Berbicara persoalan transportasi di Yogyakarta, sampai saat ini tampaknya belum juga kunjung usai. Masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan, misalnya permasalahan bus kota, Trans Jogja, hingga parkir. Namun, komitmen Pemerintah Provinsi DIY untuk menata dan mengelola persoalan transportasi dirasa belum maksimal.
Hal tersebut mengemuka dalam Workshop on Urban Transportation, Promoting Pro-Poor and Inclusive Urban Infrastructure Development in Asia (CDIA), kerja sama Cities Development Initiative for Asia dan PUSTRAL UGM, yang digelar di Hotel Phoenix, Selasa (6/9).
Menurut Joris van Etten dari CDIA, dana untuk proyek penataan transportasi perkotaan di Yogyakarta sudah siap. Sayangnya, selain belum optimal Pemerintah Provinsi DIY justru terkesan lamban dalam menggarap masalah transportasi tersebut. “Anggaran dari para penyandang dana sebenarnya sudah siap, tinggal menunggu komitmen serius dari Pemprov DIY bersama Pemkot Yogyakarta,” ujar Joris dalam workshop itu.
Senada dengan Joris, Deputi Team Leader CDIA Project, Ir. Heru Sutomo, M.Sc., Ph.D., menuturkan studi tentang masalah transportasi di Yogyakarta sebenarnya sudah cukup banyak, tetapi tidak dapat segera mengubah kondisi transportasi yang ada. Heru mencontohkan persoalan jumlah bus Trans Jogja yang belum ditambah, parkir yang belum beres, dan kondisi bus kota yang masih memprihatinkan. “Salah satu rekomendasinya kan besok bus kota yang masih ada sekitar 350-an akan diserap ke bus Trans Jogja. Jadi, ke depan bukan lagi studi, tetapi proyek sudah benar-benar jalan,” kata dosen Jurusan Magister Sistem dan Teknik Transportasi FT UGM ini.
Ia menjelaskan salah satu agenda utama dan prioritas dalam menata persoalan transportasi di Yogyakarta ialah tentang bus Trans Jogja. Nantinya, jika penataan sudah berjalan dengan baik, bus Trans Jogja akan mempunyai jalur tersendiri, berbeda dengan saat ini yang masih bercampur dengan jalur kendaraan lain. Di samping itu, dengan penataan jalur khusus Trans Jogja, area parkir di tepi jalan yang sekarang masih dijumpai akan lebih dipinggirkan. Tidak hanya itu, kebijakan lain yang akan menyusul adalah perbaikan beberapa terminal, seperti Terminal Jombor, Prambanan, Ngabean hingga Pasar Niten Bantul. “Melalui workshop ini dimungkinkan muncul analisis serta kelayakan mana saja yang bisa segera dijalankan,” tambahnya.
Workshop yang berlangsung selama tiga hari, 6-8 September 2011, ini selain dihadiri pakar transportasi, juga perwakilan NGO, penyandang dana, dinas perhubungan, dan Bappeda dari beberapa kota, antara lain Solo dan Palembang.
Sumber: Humas UGM