Ramainya polemik penggunaan aplikasi dalam pembelian bahan bakar minyak bersubsidi Pertalite di tanah air semakin mengukuhkan, bahwa Minyak dan Gas Bumi masih merupakan komoditas vital yang memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan energi nasional. Baru-baru ini, pemerintah melalui SKK Migas telah telah menetapkan target produksi minyak 1 juta barel minyak per hari (bopd) pada 2030 mendatang. Karenanya SKK Migas terus mendorong kegiatan pengeboran sumur pengembangan dalam rangka meningkatkan produksi migas nasional.
Populasi seringkali menjadi kambing hitam dalam persoalan yang timbul di lingkungan hidup. Meningkatnya populasi (khususnya manusia) dianggap menjadi penyebab lingkungan hidup semakin terdegradasi. Namun apakah asumsi tersebut sepenuhnya benar?
Memahami Populasi
Istilah populasi muncul dalam kehidupan manusia seringkali pertama diperkenalkan melalui keilmuan biologi. Ketika masih di usia sekolah dasar, istilah populasi telah diperkenalkan sebagai sekumpulan individu sejenis (memiliki ciri-ciri sama) dan hidup di tempat (habitat) yang sama. Namun apabila menggunakan kacamata keilmuan lain seperti statistik, maka populasi merupakan data secara keseluruhan yang menjadi fokus penelitian dengan ruang lingkup dan waktu tertentu.
Aktivitas manusia berpengaruh besar pada kondisi bumi, bukan tidak mungkin manusia di masa depan akan ditenggelamkan oleh ciptaannya sendiri, yaitu plastik.
Istilah Antroposen diperkenalkan hampir dua dekade lalu oleh ilmuwan atmosfer sekaligus peraih Nobel, Paul Crutzen, dan ahli biologi Eugene Stoermer. Antroposen merujuk kepada suatu zaman geologis baru yang menunjukkan peningkatan intensitas aktivitas manusia yang mempengaruhi lingkungan global.
Aktivitas manusia awalnya diusulkan sebagai salah satu penyebab perubahan lingkungan yang ada di planet ini, sama halnya dengan perubahan zaman geologis sebelumnya (Pleistosen hingga Holosen), atau bahkan lebih besar. Sejak saat itu, istilah Antroposen banyak digunakan di berbagai kalangan baik ilmiah maupun non ilmiah. Namun, istilah tersebut masih belum diresmikan oleh International Union of Geological Science (IUGS). Hal ini diragukan karena, “Apakah manusia telah mengubah sistem Bumi ke titik yang tercermin dalam lapisan batuan?”.
Secara historis, gerakan konservasi global berdasarkan pada konsep pembangunan kawasan konservasi atau kawasan lindung yang terbebas dari gangguan atau kehidupan manusia. Namun semakin banyak bukti telah menunjukkan, bahwa saat ini masyarakat adat dan/atau komunitas lokal di sekitar kawasan konservasi, baik hutan maupun perairan, telah diakui mampu menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem disekitarnya. Masyarakat adat bahkan diakui menjadi yang terbaik dalam menjaga kehidupan satwa liar, dimana sebanyak 80% keanekaragaman hayati yang tersisa dari hutan di seluruh dunia berada di dalam wilayah masyarakat adat.
Menurut Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), seluruh dunia saat ini sedang menghadapi tiga krisis planet (triple planetary crises) yang menentukan masa depan kehidupan yang baik dan sehat di Planet Bumi.
Tiga krisis planet mengacu pada tiga masalah utama, yang saling terkait, yang saat ini dihadapi oleh seluruh umat manusia, yaitu perubahan iklim, hilangnya alam (keanekaragaman hayati), serta polusi dan limbah. Ironisnya konsekuensi paling parah akan dirasakan oleh pihak-pihak yang sesungguhnya bukanlah penyebab terjadinya krisis.
Deklarasi Stockholm yang dilangsungkan pada tanggal 5 Juni tahun 1972 telah menjadi hari bersejarah bagi upaya perlindungan lingkungan hidup. Dimana setengah abad yang lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyelenggarakan konferensi internasional pertama kali, yang secara khusus membahas tentang kemanusiaan dan perlindungan lingkungan hidup. Konferensi tersebut menandai adanya perhatian seluruh negara-negara di dunia terhadap permasalahan lingkungan hidup.
Momentum tersebut menjadi latar belakang diselenggarakannya Seminar Lingkungan Stockholm+50 dengan tema “Refleksi dan Proyeksi Lingkungan Hidup Indonesia”, hasil kerjasama antara Badan Standarisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK), Perkumpulan Program Studi Ilmu Lingkungan (PEPSILI), dan Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan (BKPSL).
SEMINAR NASIONAL
Refleksi dan Proyeksi Pengelolaan Lingkungan Hidup Indonesia
Link Diskusi Zoom :
Meeting ID : 947 0755 9992
Password : S+50
Live Streaming at :
Youtube : BSILHK

KONFERENSI NASIONAL BKPSL

Yogyakarta, 2-3 Juli 2022
BKPSL – Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan dalam rangka memperingati Konferensi Lingkungan yang pertama di Stockholm 50 tahun yang lalu (5-16 Juni 1972), mengadakan Seminar Nasional bertajuk ‘Sejauh Apa Kita Peduli Lingkungan?’ yang akan diselenggarakan tanggal 2 Juli 2022 di PSLH UGM.
Para insan BKPSL, PEPSILI, dan pemerhati lingkungan diharapkan dapat berkontribusi secara aktif untuk mensukseskan seminar tersebut. Makalah yang diterima dan dipresentasikan dalam acara tersebut akan diajukan untuk kemungkinan dimasukkan ke jurnal yang bereputasi atau prosiding.