Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) kelayakan berdirinya pabrik semen di kawasan Pegunungan Kendeng, Pati, Jawa Tengah belum ada, PT Sahabat Mulia Sakti (SMS), investor pabrik semen harus hengkang dari Kendeng jika ternyata hasil AMDAL tidak layak. Keterangan dihimpun Media Indonesia di Pati Senin (23/5) hingga kini AMDAL kelayakan berdirinya pabrik semen di kawasan Pegunungan Kendeng di Kabupaten Pati belum ada. Di sisi lain, aksi penolakan warga karena dampak kerusakan lingkungan pegunungan tersebut terus berlanjut.
Pertemuan sosialisasi Amdal yang dilakukan PT AMDAL, sebagai investor pabrik semen di kawasan Kendeng tersebut terus mendapat perlawanan dengan aksi unjukrasa sekitar 1.500 warga, karena sosialisasi yang dilangsungkan cukup di dalam Gedung Balai Garuda, Kecamatan Tambakromo, Pati ternyata diikuti orang-orang bayaran dan tanpa melibatkan warga di kawasan Kendeng tersebut.
“Saya disini hanya bekerja mencari nafkah, karena setelah selesai pertemuan saya mendapatkan bayaran,” kata salah seorang peserta sosialisasi ketika dicegat ratusan warga yang melakukan unjuk rasa.
Tokoh Samin Sukolilo, Pati Gun Retno mengatakan seperti itulah cara-cara mereka menghalalkan langkah untuk tetap nekat mendirikan pabrik semen di kawasan Kendeng, padahal sudah sangat jelas bahwa Kendeng harus dijaga dari kehancuran karena akan berdampak buruk bagi pertanian, penghijauan karena menyimpan kebutuhan air dan juga sumber kehidupan.
“Seperti yang anda dengar dan liat sendiri, warga lokal yang langsung berkepentingan dilarang masuk, sementara yang dalam adalah orang bayaran untuk mengesahkan bahwa berdirinya pabrik semen itu telah sesuai,” kata Gun Retno.
Pimpinan PT Mitra Adi Pranata, lembaga pembuat AMDAL yang ditunjuk PT SMS Poerna Sri Oetari secara terpisah kepada Media Indonesia mengakui bahwa AMDAL yang dibutuhkan untuk berdirinya pabrik semen di kawasan Kendeng hingga kini belum ada dan masih dalam proses penelitian.
Perusahaan PT Mitra Adi Pranata, demikian Poerna Sri Oetari, adalah lembaga independen dalam penyusunan AMDAL. Meskipun dalam penyusunan dibayar PT SMS, hasil penelitian yang nantinya berujud buku AMDAL tersebut sangat independen, karena melibatkan peneliti perorangan yang berasal dari berbagai perguruan tinggi.
“Kita memang dibayar oleh PT SMS, namun jika memang hasil AMDAL tidak layak maka PT SMS harus berani hengkang dari kawasan Kendeng,” kata Poerna Sri Oetari.
Ditanya tentang biaya pembuatan AMDAL yang dipungut dari PT SMS, Poerna tidak bersedia menyebutkan, namun dia menerangkan keterlibatan penyusunan AMDAL tersebut telah sesuai dengan UU No 32 tentang lingkungan hidup.
“Saya sudah sepakat dengan Pak Alexander (pemimpin PT SMS) bahwa jika memang tidak layak harus hengkang,” katanya.
Sumber: Media Indonesia