Ruang terbuka hijau (RTH) menjadi salah satu elemen penting untuk mewujudkan masyarakat dan kota yang sehat. Pengaturan mengenai RTH dalam suatu kawasan telah diatur dalam Undang-Undang Tata Ruang No. 26 tahun 2007. Undang-undang tersebut mensyaratkan penyediaan RTH sebesar 20 persen di area publik yang dikelola oleh pemerintah daerah dan 10 persen di area privat yang dikelola perorangan, maupun institusi, termasuk lembaga pendidikan.
UGM sebagai lembaga pendidikan tinggi tidak hanya aktif memproduksi ilmu pengetahuan dan melakukan pendidikan, namun turut berupaya meningkatkan kontribusi bagi masyarakat dan lingkungan. Salah satunya dengan mengembangkan RTH guna mendukung pengembangan wilayah berkelanjutan di DIY, dan saat ini RTH UGM telah mencapai lebih dari 50 persen.
Kepala Bidang Pedesaan, Bapeda Sleman yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Subdit Tataruang Perkotaan, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Sleman, Arif Setyolaksito, S.T., M.Dev menyatakan bahwa RTH yang disediakan UGM sudah melebihi dari ketentuan UU No. 26 Tahun 2007. Ditemui di kantor Bappeda Sleman, Arif menyatakan meski RTH UGM sudah melebihi namun Pemerintah Kabupaten Sleman masih berharap untuk meningkatkan kontribusinya bagi Ruang Terbuka Hijau.
“Meski RTH ibukota Sleman sudah mencukupi, namun hingga saat ini Sleman masih merasa kurang. UGM selama ini termasuk institusi yang telah memberikan kontribusi RTH terbesar bagi Sleman di samping UNY dan Batalyon 403. Namun kami harapkan UGM untuk terus dapat meningkatkan kontribusinya,” papar Arif di Pemkab Sleman, Kamis (2/1).
Bagi Arif Setyolaksito, agar RTH tetap terjaga dan luas maka masing-masing institusi berpegang pada master plan yang dimiliki. Sebab proses pembangunan yang dilakukan akan mengacu pada master plan. “Jika akan membangun tentu mengacu pada master plan, misalnya fakultas-fakultas di UGM akan membangun maka bisa melihat mater plan yang ada. Contoh bagus adalah yang dilakukan di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, saat akan membangun Gedung Pertamina Tower, bangunan lama dirubuhkan dan membangunnya keatas,” imbuhnya.
Dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) 2012 UGM berencana menjadikan 70 persen kawasan untuk rekreasi,olahraga, resapan air, serta area hijau. Secara rinci kawasan tersebut dibagi menjadi tiga kelompok yakni sebagai ruang terbuka yang diperuntukkan sebagai wahan interaksi mahasiswa, masyarakat, dan rekreasi sederhana melalui penyediaan lapangan olahraga, pujasera, dan lapangan parkir. Selanjutnya ruang biru untuk mempertahankan kualitas air iklim mikro, penelitian, dan mengurangi banjir dalam bentuk pembangunan aliran sungai, retensi, daerah tangkapan air, dan kolam ikan. Terakhir ruang hijau untuk iklim mikro dan penelitian berupa arboretum.
Dr. Harry Supriyono, S.H., M.Si., Anggota Komisi Perencanaan UGM menjelaskan saat ini lebih dari 50 persen kawasan UGM telah menjadi RTH. Ke depan, secara bertahap akan meningkatkan RTH hingga 70 persen dalam kurun waktu 10-15 tahun mendatang. “Dalam UU 26 Tahun 2007 pasal 29 disebutkan bahwa pengembangan RTH privat sebesar 10 persen dari luasan kawasan. Implementasinya saat ini UGM sudah melebihi yang disyaratkan, sekitar 50 persen kawasannya dikembangkan RTH, bahkan menuju 70 persen ke depannya,” jelas Harry.
Guna mendukung pengembangan RTH ini, katanya, UGM telah menetapkan peraturan dalam pembangunan gedung maupun bangunan baru. Pembangunan ke depan di arahkan tidak membuat tapak bangunan baru, akan tetapi memanfaatkan bangunan lama dengan perluasan bangunan ke atas. “Perkembangan ke depan bangunan akan dibuat 3-7 lantai, sedangkan bangunan yang di bawah 2 lantai dibongkar untuk dijadikan RTH,” jelas pengajar Hukum Lingkungan di Fakultas Hukum UGM ini.
Meskipun sudah memiliki RTH yang cukup, menurut Harry, pembangunan RTH di lingkungan UGM dilakukan secara sporadis. Pada zona-zona tertentu yang belum memiliki RTH yang memadai maka ke depan perlu dilakukan penataan RTH agar menjadi lebih berkualitas. “Ada yang masih harus dibenahi. Di beberapa zona memang sudah bagus, memiliki RTH yang baik, akan tetapi di zona-zona seperti sebelah barat Jl. Kaliurang masih kurang dan perlu lebih diperbanyak lagi,”katanya.
Dalam pandangan Harry, RTH idealnya memiliki koleksi tumbuhan yang beragam, terutama tanaman lokal atau endemik. Selain itu perlu dibarengi dengan penambahan infrastruktur yang mendukung. “Pengembangan RTH sebetulnya tidak hanya dilakukan dalam satu kawasan atau zona tersendiri. RTH juga dikembangkan dengan melakukan penanaman dengan memanfaatkan seluruh ruang yang ada di UGM seperti jalan-jalan penghubung antar fakultas,”tambahnya.