Minum air kemasan untuk kebutuhan sehari-hari. 20 atau 25 tahun lalu kondisi tersebut mungkin tidak ada dalam bayangan kita. Namun, saat ini suka atau tidak suka hal itu terjadi pada hampir sebagian besar masyarakat di Indonesia. Baik itu di kota besar hingga kota-kota kecil masyarakatnya tidak bisa lepas untuk mengkonsumsi air kemasan untuk kebutuhan sehari-hari. Ini terjadi karena kualitas air sumur yang jelek bahkan tercemar sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.
Data WHO menyebutkan lebih dari 1,1 milyar orang pada wilayah pedesaan dan perkotaan kini kekurangan akses terhadap air minum dari sumber yang berkembang dan 2,6 milyar orang tidak memiliki akses terhadap sanitasi dasar. Jika permasalahan ini tidak segera diatasi, diprediksikan dunia terancam tidak bisa mencapai target penyediaan air bersih dan sanitasi, kecuali ada peningkatan luar biasa dalam hal kapasitas kerja dan investasi dari sekarang hingga tahun 2015.
Sementara itu hasil survei Kementerian Lingkungan Hidup juga menyatakan kondisi pencemaran air di Indonesia telah meningkat hingga 30 persen. Angka tersebut didapat dari pemantauan terhadap 52 sungai di Tanah Air mulai dari 2006 sampai 2011.
“Krisis air terjadi karena penghormatan manusia terhadap air sudah tidak ada lagi,” tegas peneliti dari Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) Dicky Sofjan, Ph.D, Jumat (22/3). Hal ini diungkapkan Dicky bertepatan dengan peringatan Hari Air Sedunia hari ini.
Dicky menambahkan penghormatan manusia terhadap air sebenarnya sudah lama ada. Ini bisa dilihat dari ritual-ritual air yang dilakukan komunitas tradisional di berbagai penjuru dunia. Ritual bahkan dilakukan secara massal baik di sungai maupun laut. Contoh sederhana Merti Code di Yogyakarta.
“Sayangnya masyarakat kurang bisa menghargai ritual-ritual semacam ini. Seolah-olah tidak ada gunanya. Padahal ini menjadi sarana bagi kita untuk menghormati air,” tutur Dicky.
Selain itu, agama memberikan banyak pelajaran kepada manusia agar selalu menghormati dan memanfaatkan air dengan baik. Pada ayat-ayat Al Quran pelajaran ini juga bisa dipetik antara lain dari kisah Nabi Musa, Nabi Yunus maupun Yusuf. Belum lagi proses pemurnian tubuh, pikiran dan jiwa umat Islam melalui proses wudhu ketika akan Shalat juga harus selalu bersinggungan dengan air.
Kepedulian Rendah
Penghormatan atau penghargaan manusia terhadap air yang hilang ini diperburuk lagi dengan sikap manusia yang tidak peduli dengan lingkungan. Membuang sampah sembarangan di sungai atau laut menjadi pemandangan yang biasa. Perlakuan manusia yang sembrono terhadap air tersebut menyebabkan kualitas air tanah maupun sungai yang kian buruk. Akibatnya, akses masyarakat terhadap air bersih kian sulit, baik untuk minum maupun mandi.
‘Yang terjadi kemudian adalah komodifikasi air karena kita akhirnya harus membeli. Padahal negara ini sebenarnya kaya akan air,”tutur Dicky.
Melihat kondisi ini tentu kita tidak ingin krisis air bersih terus terjadi dan mengancam kehidupan. Masyarakat tidak bisa hanya bergantung kepada kebijakan pemerintah saja tetapi harus ikut bersama-sama peduli terhadap pelestarian lingkungan dan air. Generasi muda menurut Dicky harus ikut mengambil posisi di depan untuk ikut menjaga kualitas air jika kehidupan ini ingin berlangsung lama.
“Tidak bisa satu pihak saja tetapi harus bersama-sama,” pungkas Dicky.
Sumber: Humas UGM