Brasil kini menjadi negara eksportir utama pangan ke seluruh dunia. Padahal di tahun 2002 lalu negara ini memiliki sekitar 50 juta rakyat menderita kelaparan kronis. Sehingga muncul ide program zero hunger (nol kelaparan) yang berfokus pada peningkatan akses pangan dan gizi. Dalam kurun waktu 10 tahun program ini ternyata cukup berhasil.
Dubes Brasil, Paulo Alberto da Silveira Soares, mengatakan program Nol Kelaparan tidak hanya berhasil mengentaskan rawan pangan namun juga mampu mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. “Tugas pemerintah daerah dalam hal ini menjamin hak rakyat untuk mendapatkan pangan dan penyediaan stok pangan dalam kondisi darurat,” kata Alberto dalam kuliah umum ‘Ketahanan Pangan dalam Pembangunan Masyarakat’ di Sekolah Pascasarjana UGM, Senin (9/4).
Dalam program Nol Kelaparan, pemerintah Brasil fokus pada peningkatan pertanian skala kecil. Disertai penyaluran kredit petani, penyuluhan serta pembangunan irigasi di pedesaan. “Termasuk diantaranya pemerintah terlibat mencari solusi penyebab struktural dari kerawanan pangan, reformasi agraria, dan upah minimum,” katanya.
Yang tidak kalah penting, Brasil menerapkan pembagian kartu pangan bagi keluarga miskin yang disertai pemberian bantuan uang tunai lewat yang dinamakan Bolsa Familia. Dari program tersebut, kata Paulo, setidaknya berhasil mengurangi angka kerawanan pangan. “Kasus gizi buruk pada balita telah berkurang, dari 12,5% di tahun 2003 menjadi 4,8% pada tahun 2008,” katanya.
Setalah berhasil dalam program ‘Nol Kelaparan’, kini pemerintah Brasil mencanangkan program ‘Brasil tanpa Kemiskinan’ yang diluncurkan sejak Juni 2011 lalu. Program ini bertujuan mengentaskan 16,2 juta rakyat Brasil yang masih hidup dalam kondisi sangat miskin. Dengan cara memperbesar bantuan tunai untuk 800.000 keluarga miskin. Selain itu, pemerintah berupaya meningkatkan akses pendidikan, kesehatan, sanitasi, air, listrik, pelatihan keterampilan serta bantuan pendanaan untuk keluarga petani miskin.
Program ketahanan pangan yang dilakukan Brasil, menurut Paulo, bisa dijadikan rujukan bagi pemerintah Indonesia untuk bisa melakukan hal yang sama. Salah satunya, memprioritaskan ketahanan pangan sebagai kebijakan nasional dengan melibatkan multisektor. “Pemerintah harus memahami mengapa dan di mana orang lapar. Setelah itu memberikan mereka perlindungan sosial sebagai bentuk investasi masa depan, bukan sekedar kegiatan kemanusiaan,” pungkasnya.
Sumber: Humas UGM