Pemerintah akan menyediakan 45 persen lahan Kalimantan sebagai paru-paru dunia, yang wilayahnya masuk dalam Heart of Borneo. UGM sendiri ikut dalam pengelolaan kawasan ini bersama dengan WWF Indonesia. Wakil Ketua Kelompok Kerja Nasional Heart of Borneo, Ir. Hartono mengatakan penyediaan lahan itu sudah dipertegas dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2012. Menurutnya, aturan harus dianggap sebagai peluang dan dukungan bagi implementasi program konservasi dan pembangunan berkelanjutan di Kalimantan. “Saat ini peran pemerintah baik di level nasional, daerah maupun stake holder terkait demi kepentingan kawasan jantung Kalimantan,” katanya dalam workshop bertajuk Pendekatan Multi-Disiplin dalam Mengembangkan Paradigma Pembangunan yang berkeperpihakan di Kawasan Heart of Borneo, di Fakultas Kehutanan UGM, Kamis (25/1).
Heart of Borneo merupakan inisiatif atas keprihatinan terhadap tingginya tingkat deforestasi yang terjadi di Kalimantan. Dia menyebut, selama periode 2000-2002, setidaknya 1,2 juta hektar hutan lenyap. Tiga negara yang wilayahnya ada di Pulau Kalimantan, Indonesia; Malaysia; Brunei Darussalam, akhirnya membuat kerjasama yang dikenal dengan HoB Inisiative. “Kerjasamanya seperti pemanfaatan ekowisata, pengelolaan spesies dan pengeloalaan kawasan konservasi,” ujarnya.
Sejauh ini, kerjasama tiga negara belum memberikan banyak kemajuan. Tetapi, kerjasama tetap dilakukan terutama membangun komunikasi yang baik dengan negara tersebut. “Saat 2007 lalu, memang ada isu illegal logging oleh Malaysia tetapi sekarang sudah tidak ada,” tuturnya.
Selain hubungan antar negara, pihaknya juga membangun komunikasi dengan masyarakat setempat seperti untuk kawasan perkebunan maupun pertambangan. Hartono mengatakan perlu dibangun kesepahaman agar dalam membuka lahan perkebunan, tidak mengorbankan komunitas lain. “Seperti kasus orangutan kemarin agar tidak terulang lagi,” ujarnya.
Hartono mengingatkan seluruh stakeholder untuk ikut mengawal terutama setelah adanya penetapan Pulau Kalimantan sebagai salah satu koridor ekonomi di Master Plan Pengembangan dan Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (MP3I). Penetapan ini membawa konsekuensi Borneo sebagai pusat pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional. “Bentuknya kegiatan ekonomi utama adalah migas, batubara, kelapa sawit, besi baja, bauksit dan perkayuan. Ini yang perlu dikritisi dan dicermati,” tegasnya.
Lebih lanjut, Perpres sudah menyatakan dengan jelas bahwa wilayah HoB merupakan bagian dari 45 persen yang akan dipertahankan sbeagai paru-paru dunia. Penataan tata ruang pulau ini untuk mewujudkan kemandirian energi dan lumbung energi nasional. “Dan sebagai beranda depan dan pintu gerbang negara yang berbatasan dengan Malaysia,” tuturnya.
Perpres ini akan mengatur kebijakan pemerintah terkait pelestarian keanekaragaman hayati, pengembangan koridor antar kawasan taman nasional yang mana kawasan Heart of Borneo terdapat tiga taman nasional dan aliran sungai-sungai Kalimantan. “Perpres ini juga akan melakukan pemantapan kawasan berfungsi lindung, dan rehabilitasi wilayah yang berfungsi lindung dan pengendalian kegiatan budidaya di kawasan yang berfungsi lindung,” tegasnya.
Dijabarkannya, perpres sudah menetapkan kawasan 45 persen yang akan dipertahankan termasuk wilayah Heart of Borneo. Setelah itu, ada penyusunan instrumen yang mengatur bagaimana hubungan antar sektor yang bisa menjamin kelestarian kawasan tersebut. “Heart of Borneo tetap harus dilestarikan karena wilayah ini penting karena merupakan sumber air dan kaya flora dan fauna,” tukasnya.
Dalam kesempatan itu, ditandatangani kerjasama antara Dekan Fakultas Kehutanan UGM Prof. Mohammad Na’iem dengan Direktur Eksekutif WWF Indonesia Dr. Efransjah. Kerjasama ini sebagai bentuk saling memberi kontribusi nyata dalam melestarikan Heart of Borneo. Kerjasama ini adalah upaya akademisi dalam pengelolaan kawasan Heart of Borneo yang berasaskan pada keutuhan lanskap, kelestarian ekosistem, dan kesejahteraan masyarakat. “UTM menawarkan tujuh pilar pengelolaan lanskap Heart of Borneo,” kata Na’iem.
Tujuh pilar itu menyangkut perancangan dan permodelan pembangunan rendah karbon; keseteraan akses dan stakeholder; pemantauan; ketersediaan dan kerentanan jasa lingkungan; kebijakan dan tata kelola; pengembangan energi alternatif dan penguatan kapasitas SDM.
Sumber: Humas UGM