Banjir merupakan fenomena alam yang sering terjadi dan dihadapi semua negara di dunia. Fenomena banjir terjadi akibat tidak tertampungnya aliran air pada badan-badan air atau sungai, sehingga meluap dan menggenangi daerah sekitarnya. Belakangan ini, kejadian banjir cenderung makin meningkat dengan intensitas yang semakin tinggi dan magnitude banjir semakin besar.
Di kota Semarang, bukan saja banjir yang terjadi akibat meluapnya air dari saluran drainase akibat curah hujan yang tinggi atau banjir ‘rob’ yang terjadi akibat pasang air laut. Namun juga terkena banjir bandang (flash food). Dosen jurusan Geografi Universitas Negeri Semarang, Purwadi Suhandini, mengatakan banjir bandang besar telah terjadi beberapa kali di Kota Semarang.
Berdasarkan hasil penelitian, banjir bandang telah melanda Daerah Aliran Sungai (DAS) Garang terjadi sebanyak lima kali, yaitu pada tahun 1963, 1990, 2000, 2002 dan 2008. Tidak menutup kemungkinan terjadi lagi banjir bandang besar pada masa yang akan datang, seiring meningkatkan curah hujan di daerah hulu DAS Garang. “Sangat disayangkan, banjir bandang ini belum mendapat kajian dan perhatian dari pemerintah setempat,” kata Purwadi saat mempertahankan penelitian disertasinya dalam ujian promosi doktor di fakultas geografi, sabtu (31/12).
Dari penelitiannya, faktor utama penyebab banjir bandang di DAS Garang adalah curah hujan. Sementara perubahan penggunaan lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap banjir bandang. Menurutnya, banjir bandang besar dan sangat besar terjadi ketika curah hujan di DAS Garang Hulu dan DAS Garang Tengah berupa hujan sangat lebat melebihi 100 mm/hari, yang terjadi dalam waktu bersamaan. Dia mencatat, sekitar 90 % banjir bandang di DAS Garang berupa bandang kecil dan bandang sedang, sementara 10% lainnya berupa bandang besar dan sangat besar. “Banjir bandang di DAS Garang cenderung makin berbahaya karena debit puncak cenderung meningkat dan waktu mencapai flash cenderung semakin pendek,” katanya.
Menurutnya, saat ini kapasitas tanggul masih mampu menampung debit puncak banjir bandang besar periode 15 tahunan, tetapi tidak mampu menampung debit puncak banjir bandang sangat besar periode 50 tahunan.
Untuk mengantisipasi banjir bandang besar dan sangat besar, dia menyarankan pemerintah perlu untuk membuat waduk pengendali banjir di sungai Kreo dan sungai Kripik . Pasalnya, curah hujan yang signifikan berpengaruh terhadap banjir bandang di DAS Garang. Dia juga mengusulkan, pemerintah juga perlu meningkatkan kapasitas alur sungai bagian hilir karena kapasitas alur yang sekarang hanya mampu menanggulangi banjir bandang periode 15 tahunan. “Peningkatan kapasitas saluran dapat dilakukan dengan peninggian tanggul pengaman banjir sekurang-kurangnya 15-25 cm,” ujarnya. Yang tidak kalah penting, imbuhnya, pemerintah perlu mensosialisasikan model peringatan dini, khusus untuk bajir bandang, karena banjir bandang sangat besar bersifat bencana besar.
Sumber: Humas UGM