Bagi kebanyakan orang, tulang ikan hanya dipandang sebelah mata. Limbah ikan ini belum dimanfaatkan secara optimal dan hanya berakhir di tempat sampah. Padahal, di dalamnya memiliki kandungan kalsium tinggi yang dapat membantu memenuhi kebutuhan asupan kalsium bagi manusia. Kenyataan tersebut menggerakkan dua mahasiswa Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian UGM, Sari Asrini dan Dwi Retno Wulandari, untuk mengolah limbah di bidang perikanan itu menjadi suatu produk makanan yang bernilai gizi tinggi. Mereka kemudian berinovasi dengan limbah tulang ikan dan menciptakan makanan ringan berbentuk chips/keripik berbahan tulang ikan yang diberi label Fish Bone Calcium Chips atau sering disebut FB Calchips.
Produk tersebut pada akhirnya mengantarkan keduanya meraih juara II dalam lomba Inovasi Pengembangan Produk Perikanan yang digelar Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, 24 Oktober lalu. Lomba diikuti 50 tim dari sejumlah perguruan tinggi dan instansi se-Indonesia. “Kami mencoba berinovasi dengan memanfaatkan limbah tulang ikan yang belum banyak dimanfaatkan, padahal memiliki kandungan kalsium tinggi. Inilah yang menjadi nilai lebih di mata dewan juri,” tutur Sari Asrini, Rabu (9/11), di kampus UGM.
Sari berharap inovasi produk ini mampu membantu memenuhi kebutuhan asupan kalsium masyarakat. Seperti diketahui, asupan kalsium masyarakat Indonesia masih cukup rendah, berkisar antara 270-300 mg per hari. Padahal, asupan kalsium yang dianjurkan menurut standar internasional adalah sebesar 1.000-1.200 mg per hari. Rendahnya asupan kalsium menjadikan masyarakat rawan terhadap penyakit defisiensi kalsium yang dapat menyebabkan gangguan pada tulang.
Disebutkan oleh Sari bahwa dalam satu gram keripik atau setara dengan satu keping keripik mengandung 16,8 mg kalsium. “Jadi, hanya dengan menyantap 60-70 keping Calchips per harinya dapat memenuhi asupan konsumsi kalsium yang dibutuhkan oleh tubuh,” jelasnya.
Dalam pembuatan FB Calchips, keduanya menggunakan tulang ikan tuna. Dipilihnya ikan ini karena memiliki kandungan kalsium tertinggi dibanding ikan lainnya yaitu berkisar antara 12,9%-39,24%. Tulang ikan diperoleh dari sentra produksi steak yang berlokasi di Sonosewu, Bantul. Tulang ikan tuna yang didapat kemudian dibuat menjadi tepung. Tepung tersebut diperoleh dengan mempresto terlebih dahulu dan selanjutnya ditumbuk dan dikeringkan. “Dari 1 kg tulang ikan tuna biasanya mampu dihasilkan sebanyak 400 gram tepung tulang ikan,” kata Sari.
Lebih lanjut disampaikan Sari, untuk menghasilkan keripik ini selain dengan menambahkan tepung tulang ikan, juga menggunakan tepung kentang dan tepung sagu. Bahan-bahan tersebut dicampur dengan margarin, bumbu penyedap rasa dari bawang putih dan bawang merah, garam dan air. “Camilan ini selain memiliki kandungan kalsium tinggi, juga menyehatkan karena tidak mengandung MSG. Kami memang tidak menambahkan penyedap rasa buatan dalam pembuatan keripik ini,” tuturnya.
Dwi Retno menambahkan FB Calchips memiliki rasa yang gurih dan memiliki tekstur yang renyah. Adapun rasa yang ditawarkan adalah original dan barbeque. Harga keripik dengan dua variasi rasa ini cukup terjangkau, per kilogramnya hanya dibanderol dengan kisaran Rp19.000,00-Rp28.000,00. Sementara untuk kemasan kecil 35 gram dijual dengan harga Rp2.000,00 dan kemasan 15 gram Rp1.200,00.
Meskipun berpotensi secara industri, untuk sementara belum ada rencana untuk memproduksi FB Calchips dalam skala massal atau melemparkannya ke pasaran. Saat ini mereka tengah fokus untuk melakukan penyempurnaan dan modifikasi produk. “Kami baru berkonsentrasi untuk melakukan penyempurnaan dan modifikasi seperti untuk menambah variasi rasa dan yang lainnya,” pungkasnya.
Sumber: Humas UGM