Sungai Surabaya merupakan sumber air minum untuk kebutuhan rumah tangga. Air dari perairan ini dikonsumsi sekitar 2,4 juta jiwa masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Namun demikian, kondisi sungai tersebut kini tercemar oleh produk limbah industri dan rumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian, analisis kualitas air sungai Surabaya menunjukkan konsentrasi DO (Dissolved Oxygen), BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demad) melebihi nilai ambang batas sungai klas I, sedangkan kualitas air secara spasial dari hulu ke hilir menurun. Bahkan konsentrasi logam berat terjadi kenaikan dari tahun ke tahun.
Hal itu disampaikan Drs. Yudhi Utomo, M.Si dalam ujian terbuka untuk memperoleh gelar doktor di Fakultas Geografi UGM, Sabtu (1/10). Bertindak selaku promotor Prof. Dr. Sudarmadji, M.Eng.Sc., Dr. Eko Sugiarto, DEA., dan Prof.Dr. Sudibyakto, M.S.
Dihadapan tim penguji yang diketuai Prof. Dr. Hartono, DEA., DESS., dengan tegas Yudhi mengatakan tercemarnya sungai Surabaya disebabkan buangan limbah domestik dan industri dari 11 anak sungai yang mengalir ke sungai Surabaya. “Air di sungai sebagai bahan baku air minum. Sekitar 69 persen air dari kali surabaya sebagai air minum. Pada perairan yang tercemar perlu diwaspadai tidak hanya airnya tapi juga ikan-ikan yang tercemar,” katanya.
Dia menyebutkan, air di sungai surabya menagndung logam berat Kromium (cr). Untuk kromium (Cr) total dalam sedimen sungai ditemukan tertinggi 75,46 mg/kg massa kering pada musim kemarau dan 41,75 mg/kg musim penghujan. “Pada lokasi perairan konsentrasi Cr tinggi juga ditemukan konsentrasi Cr dalam sedimen tinggi,” katanya.
Tidak hanya ditemukan dalam sedimen, kata Yudhi, kandngan Cr juga ditemukan dalam ikan gabus, mujair dan bader yangn sudah melebihi nilai ambang batas 0,4 mg/kg massa basah. Padahal jika dikonsumsi dalam waktu lama bisa merugikan kesehatan manusia. “”Ikan mampu mengakumulasi logam berat dengan konsentrasi tinggi, masyrakat harus mewaspadai bahayajangka panjang akibat mengkonsumsi ikan dari perairan yang tercemar logam berat,” katanya.
Dari hasil penelitiannya, dosen FMIPA, Universitas Negeri Malang ini merekomendasikan agar pemerintah untuk mengontrol pihak undustri dalam pengelolaan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) secara optimal. Terutama limbah cair yang dibuang ke sungai sesuai dengan nilai ambang batas yang ditetapkan. Selain itu, masyarakat juga menyadari bahwa membuang sampah yang dibuang langsung ke sungai akan menurunkan kualitas air.
Sumber: Humas UGM