Luas perairan dan daratan Indonesia mencapai 8 juta kilometer persegi. Namun, dari luasan tersebut belum semua berhasil dipetakan dalam bentuk peta rupa bumi skala 1:1000 sebagai peta informasi geospasial (IGS). Dari jumlah bidang tanah terdaftar di Indonesia yang kurang lebih 40%, diperkirakan hanya 10 persen yang dapat dipetakan. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman dan kerja sama seluruh pemangku kepentingan dalam pemanfaatan dan imlepementasi Informasi geospasial setelah terbitnya UU Nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (UUIGS).
Demikian beberapa hal yang mengemuka dalam Seminar Nasional ‘Implementasi UU Informasi Geospasial, Harapan, Peluang, dan Tantangan’, yang digelar di Plaza KPTU Fakultas Teknik, Senin (6/6). Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), Dr. Asep Karsidi, M.S., mengatakan pembuatan peta dasar 1:1000 untuk wilayah seluas 8 juta kilometer persegi memerlukan anggaran yang tidak sedikit.
Sesuai dengan peraturan UUIGS, Bakosurtanal yang nantinya berubah nama menjadi Badan Informasi Geospasial diharuskan menyedikan peta skala 1:1000 di seluruh wilayah Indonesia. “Perlu biaya triliunan rupiah untuk bisa hasilkan peta skala 1:1000. Peta ketersediaan informasi geospasial sangat dibutuhkan dalam pembangunan berkelanjutan,” katanya.
Namun, Asep menilai masih terdapat kendala dalam implementasi UUIGS, di antaranya, pertama, masih kurangya pemahaman tentang UU Informasi Geospasial. Kedua, adanya ego sektoral dan kepentingan dan belum optimalnya koordinasi. Ketiga, belum optimalnya peran sertifikasi kompetensi SDM. Keempat, tidak terpadunya anggaran penyelengaraan informasi geospasial.
Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, Dr. Ir. Tjahjo Arianto, S.H., M.Hum., mengatakan pemanfaatan teknologi web GIS sebaiknya berbasis open source sehingga dapat dijadikan solusi pertukaran data spasial tematik dan penyajian informasi spasial secara murah dan mudah. “Dengan demikian, data spasial dapat diakses dengan mudah dan efektif oleh masyarakat maupun instansi pemerintah,” tuturnya.
Tjahjo menambahkan pendidikan sumber daya manusia untuk penyediaan informasi geospasial dasar merupakan tantangan terbesar dalam implementasi UUIGS. Menurutnya, penyediaan IGS skala 1:1000 merupakan pekerjaan besar yang membutuhkan SDM berkompetensi khusus. “SDM untuk pembuatan Informasi Geospasial Tematik (IGT) menjadi tanggung jawab masing-masing institusi penyaji IGT, seperti IGT pendaftaran tanah, penggunaan tanah,” katanya.
Berdasarkan UUIGS, peta dasar skala 1:1000 dan Informasi Geospasail Dasar (IGD) akan diselenggarakan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Menurutnya, tugas BIG akan membantu Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pasalnya, BPN selama ini kualahan untuk menyediakan peta dasar skala 1:1000. Selanjutnya, BPN dapat lebih berkonsentrasi dalam merenovasi peta pendaftaran tanah, pemetaan kembali bidang-bidang tanah terdaftar.
Sumber: Humas UGM