Akhirnya, reklamasi pantai di depan Benteng Rotterdam dihentikan. Polrestabes Makassar memasang police line mengelilingi lokasi proyek yang diduga melanggar itu. Menurut Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Muh Nur Syamsu yang dihubungi via selularnya Kamis (19/5), pemberian garis polisi tersebut dilakukan untuk memperlancar proses penyelidikan.
“Banyak laporan yang kami terima dari masyarakat yang kemudian kami kembangkan. Selain itu, aksi unjuk rasa yang dilakukan sejumlah mahasiswa, juga meminta agar proyek reklamasi di depan Benteng Rotterdam segera dihentikan, karena dinilai merusak situs sejarah Kota Makassar,” ujarnya.
Saat ini pihaknya masih melakukan proses penyelidikan terhadap tanah tersebut. Untuk memastikan tanah tersebut bersejarah, pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak-pihak yang terkait seperti Ahli Arkeologi dan ahli Kebudayaan.
“Tanah yang diberikan garis polisi itu masih dalam proses penyelidikan” katanya, Kamis (19/5).
Berdasarkan informasi yang diperoleh Upeks, reklamasi pantai itu cukup kontroversial, sebab dilakukan di dalam zona inti dan zona penyangga situs Benteng Rotterdam. Dalam jarak tertentu, areal situs harus steril dari bangunan komersial.
Penelusuran Upeks beberapa waktu lalu menyebutkan, salah seorang pengusaha lokal, Jeng Tang yang membiayai proses reklamasi itu. Lokasi yang direklamasi itu merupakan tanah milik Agnes Ingrid yang merupakan keponakan Jeng Tang. Saat dikonfirmasi, Jeng Tang enggan berkomentar dan memilih untuk menutup telepon. Sementara itu Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLHD) Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Tamziln dalam situs Sulsel.go.id, beberapa waktu lalu mengatakan, pekerjaan reklamasi itu tak memiliki izin dari Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Hal itu melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 maupun Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 11 Tahun 2006 yang mewajibkan Amdal untuk reklamasi dan pembangunan di sepanjang garis sempadan pantai.
Investor reklamasi pantai di depan Benteng Rotterdam terancam dipidanakan jika terus melanjutkan pekerjaan reklamasi tanpa memiliki izin dari Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Ketentuan ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 maupun Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 11 Tahun 2006 yang mewajibkan Analisis Dampak Lingkungan untuk reklamasi dan pembangunan di sepanjang garis sempadan pantai.
Sumber: Ujung Pandang Ekspress