Ketahanan pangan Indonesia saat ini menujukkan kondisi yang cenderung lebih baik. Namun, di sejumlah aspek masih terdapat persoalan yang harus dientaskan. “ Meskipun secara nasional sudah tercapai swasembada, tetapi masih saja terjadi kasus kerawanan pangan di sejumlah daerah. Kurang lebih 13% dari jumlah total penduduk Indonesia masing mengalami rawan pangan,” papar Kepala Badan Ketahanan Pangan, Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana, MS., Kamis (8/120 di University Center (UC) UGM.
Disamping hal itu, Suryana menambahkan ketahanan pangan nasional juga dihadapkan pada persoalan masih tingginya ketergantungan konsumsi beras dalam pola konsumsi pangan. Setiap tahunnya konsumsi beras masyarakat Indonesia mencapai 139,15 kg/kapita.
Sebaran produksi pangan yang tidak menentu antar daerah turut menjadi penyebab ketimpangan pangan. Ketimpangan pangan Indonesia terjadi di wilayah barat dan timur. Di wilayah Jawa dan Sumater a sebagai basis sentra produksi pangan memberikan kontribusi sebanyak 70%-80% bagi produksi nasional. Sementara wilayah Papua dan NTT merupakan wilayah yang sering mengalami defisit pangan akibat masih banyak penduduk yang mengalami kerawanan pangan
Dalam Seminar Nasional Hasil Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian tersebut, Suryana menyebutkan guna mewujudkan ketahanan pangan, strategi umum ketahanan pangan yang dirancang saat ini diarahkan tidak hanya pada pencapaian ketahanan pangan tetapi menuju kepada kemandirian pangan . hal tersebut dilakukan dengan mengacu pada peningkatan produksi pangan secara berkelanjutan, peningkatan diversifikasi pangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pendekatan yang dilakukan dengan membangun ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan untuk menyediakan lapanga kerja dan pendapat. Selanjutnya memenuhi pangan bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan melalui pemberian bantuan secara langsung serta meningkatkan pemenuhan kebutuhan konsumsi dan keamanan pangan.
Suryana menyampaikan kebijakan ketahanan pangan 2010-2014 difokuskan dalam upaya pencapaian swasembada untuk komoditas strategis pada tahun 2014 seperti beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi. Selain itu juga dalam penyediaan pangan diutamakan dari produksi dalam negeri, penyediaan pangan yang beragam dan makanan berdasarkan potensi sumberdaya dan budaya lokal, serta pemberian bantuan pangan bersubsidi, penguatan kebudayaan masyarakat dalam kemandirian pangan.
Berikutnya dalam hal konsumsi dan penganekaragaman pangan ditempuh dengan melakukan sosialisasi, edukasi konsep dan pemanfaatan pangan beragam, bergizi, dan berimbang. Disamping itu dengan mendorong penurunan konsumsi beras per kapita sebesar 1,5% per tahun dan penegmbangan produk pangan olahan berbasis tepung-tepung lokal.
Sementara Direktur Umum Perum Bulog, Ir. Sutarto Alimoeso, MM., menegaskan bahwa untuk mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan yang tangguh dan berkelanjutan diperlukan kebijaan pemerintah di bidang pangan dan pertanian yang komperehensif serta konsisten. “ Kebijakan tersebut harus mampu mengadvokasi dan mendorong pemanfaatan secara efektif semua sumber daya alam yang tersedia secara efektif, efisien, dan berkelanjutan,” tuturnya.
Ditambahkan Sutarto kebijakan pangan dan pertanian yang komperehensif harus ditindaklanjuti dalam wujud implikasi kebijakan di masing-asing sektor yang dilengkapi dengan implikasi berbagai kelembagaan yang relevan.
Sumber: Humas UGM