Yogyakarta, Selasa, 1 Agustus 2023, Pusat Studi Lingkungan Hidup mengadakan siniar rutin yang membahas tema terkait Teknologi DNA Forensik Membuat Perdagangan Satwa Liar Terusik.
Narasumber pada edisi kali ini adalah Dr. Dwi Sendi Priyono (Mas Sendi), dan Dra. Tuty Arisuryanti, M.Sc., Ph.D. (Bu Tuty). Beliau berdua merupakan dosen di Fakultas Biologi UGM Mengawali siniar pada edisi kali ini, Bu Tuty menjelaskan secara komprehensif konsep tentang DNA dalam makhluk hidup. Beliau menjelaskan bahwa tubuh manusia dan makhluk hidup lainnya terdiri dari organ-organ yang terbentuk dari jaringan-jaringan, yang kemudian terdiri dari sel-sel. Setiap sel memiliki DNA di dalamnya. DNA adalah materi genetik yang mengandung informasi penting untuk pertumbuhan dan fungsi organisme. Lebih lanjut, Mas Sendi menjelaskan bahwa di Indonesia, terdapat keragaman ekosistem dan spesies satwa liar yang unik. Namun, perdagangan satwa liar menjadi isu serius. Fakultas Biologi UGM berperan dalam penelitian terkait DNA satwa liar untuk membantu penyelidikan perdagangan satwa. Satwa liar terancam punah memiliki keragaman genetik rendah. Hal ini dapat berdampak pada kesehatan dan kelangsungan hidup mereka. Jumlah populasi yang sedikit dan perkawinan dalam keluarga meningkatkan risiko bencana atau penyakit. Tekanan antroposentris dan fragmentasi habitat juga mempengaruhi kemampuan perkawinan satwa liar. Ada upaya global untuk mempertahankan keragaman genetik melalui konsorsium.
Kemudian, Bu Tuty menjelaskan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjaga keanekaragaman hayati dan konservasi satwa liar. Langkah awal yang krusial adalah melakukan identifikasi spesies secara akurat dan tepat. Kesalahan dalam identifikasi dapat memiliki dampak serius, mengarah pada tindakan konservasi yang tidak sesuai. Proses identifikasi harus dilakukan dengan teliti dan valid. Ini menjadi dasar penting untuk merencanakan langkah-langkah konservasi yang tepat. Setelah spesies teridentifikasi dengan benar, langkah selanjutnya adalah mengarahkan upaya konservasi sesuai dengan kebutuhan spesies tersebut. Tindakan konservasi yang cocok melibatkan upaya seperti perlindungan habitat, penangkaran, dan pemulihan populasi. Dengan langkah-langkah yang tepat, termasuk pelepasan hewan hasil penangkaran, kita dapat memastikan kelangsungan hidup spesies satwa liar yang terancam punah dan menjaga keseimbangan ekosistem.
Diskusi berlangsung sangat interaktif dan menarik, bahkan cukup banyak pertanyaan yang masuk melalui laman media sosial kami. Pada akhir diskusi, Mas Sendi dan Bu Tuty menjelaskan bahwa upaya untuk meminimalisir terjadinya perdagangan satwa liar perlu adanya sinergi antar elemen, mulai dari masyarakat, aparatur penegak hukum dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Jangan sampai adanya perdagangan satwa liar mengusik keaneragaman hayati di Indonesia. Siniar kali ini berlangsung selama 60 menit, dengan jumlah penonton kurang lebih 90 orang.