Selasa, 12 Desember 2023, Pusat Studi Lingkungan Hidup bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM serta Institute of International Studies (IIS) UGM mengadakan acara seminar yang membahas terkait pelarangan senjata nuklir dan diplomasi nuklir. Pada kesempatan kali ini acara seminar mengusung judul “Seminar Ratifikasi Traktat Pelarangan Senjata Nuklir dan Diplomasi Nuklir Indonesia”.
Mendatangkan 5 narasumber yang ahli di bidang nuklir dan hukum lingkungan yaitu Haryono Budi Santoso, Dosen Departemen Teknik Nuklir UGM, Yudi Utomo Imardjoko, Departemen Teknik Nuklir UGM, Muhadi Sugiono Peneliti di Institute of International Studies (IIS) dan ICAN Indonesia, Cut Intan Auliannisa Isma Peneliti di Institute of International Studies (IIS), Wahyu Yun Santoso Dosen Hukum Lingkungan dan Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM.
Acara seminar tersebut dimoderatori oleh Hasrul Hanif Sekretaris Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM, seminar dimulai sejak pukul 09.00-13.00 WIB, acara tersebut berlangsung secara hybrid melalui via zoom meeting dan live Youtube PSLH UGM acara dilaksanakan di Ruang Auditorium lantai 4 FISIPOL UGM yang dihadiri oleh beberapa peserta yang berasal dari mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan serta narasumber yang hadir langsung.
Topik yang tengah hangat saat ini menjadi pintu gerbang utama yang membuka diskusi seminar, yaitu berkaitan dengan pelarangan penggunaan senjata nuklir dan diplomasi nuklir yang berkaitan dengan aspek lingkungan yang terjadi di Indonesia serta dengan melihat kejadian energi nuklir yang berada di suatu negara lain seperti Jepang, China dan lainnya. Sehingga acara seminar kali ini menghadirkan narasumber yang ahli dibidang energi nuklir dan hukum lingkungan untuk menjelaskan hal-hal yang terkait dengan penggunaan nuklir dan aspek dalam lingkungan.
Acara seminar diawali oleh moderator yang membuka acara seminar tersebut dengan memberikan arahan kepada setiap narasumber sesuai dengan latar belakang dan tema yang akan dibahas kali ini mengenai pelarangan senjata nuklir dan politik hukumnya pada kasus tersebut. Setiap narasumber diberikan waktu 15 – 20 menit untuk menyampaikan pendapatnya.
Pembahasan diawali oleh Bapak Muhadi yang menjelaskan bahwa terdapat kabar yang baru-baru ini sedang terjadi yaitu DPR telah menyetujui adanya traktat pelarangan senjata nuklir. Dalam perjalanan politik luar negeri kita perlucutan senjata nuklir adalah hal yang sangat penting atau bisa disebut itu DNA nya politik luar negeri kita. Indonesia juga terlibat dalam berbagai forum, misalkan yang membahas tentang tenaga nuklir dan Indonesia menjadi traktat-traktat yang mengatur senjata nuklir.
Bapak Muhadi juga mengatakan bahwa TPNW ini merupakan salah satu traktat yang muncul karena persoalan-persoalan terkait dengan bagaiman nuklir itu diasosiasikan dengan senjata dan nuklir tersebut juga berpotensi untuk penggunaan diluar senjata. Bapak muhadi menjelaskan bahwa selama ini diplomasi Indonesia dalam pelarangan terkait perlucutan senjata nuklir yaitu untuk menghasilkan kerangka legal bagi pelucutan senjata nuklir dilakukan melalui 2 forum besar.
Kemudian acara diambil alih oleh moderator Bapak Hanif mengatakan bahwa acara TPNW ini menjadi peluang untuk kita kedepan dalam mengembangkan teknologi nuklir untuk kepentingan-kepentingan damai kemanusiaan. Acara dilanjutkan dengan pembicara yang kedua yaitu Bapak Yudi yang bergabung via zoom meeting untuk menyampaikan pemaparannya terkait pelarangan senjata nuklir.
Bapak Yudi mengatakan bahwa NPT atau Nonproliferasi Nuklir menurut beliau dianggap agak mandul karena didalam NPT tersebut walaupun kita dapat menggunakan untuk tujuan damai, PLTN misalnya tetapi satu hal yang tidak boleh kita lakukan yaitu melakukan pengayaan atau enrichment. Hal tersebut dapat menyebabkan kita bisa bergantung terus dengan negara lain dalam pengadaan bahan bakar nuklir. Minyak dengan nuklir misalnya bahan bakarnya tetap tergantung dari negara lain karena kita tidak boleh melakukan pengkayaan padahal bahan bakar nuklir tersebut tetap harus di perkaya jadi kita akan tetap bergantung dengan negara lain dalam pengadaan bahan bakar nuklir sama saja dengan kita sudah menandatangani NPT tetapi kita tidak boleh melakukan pengayaan.
Diskusi dilanjutkan dengan narasumber yang ke 3 yaitu Ibu Cut Intan Auliannisa Isma memaparkan pendaptnya terkait dengan organisasi masyarakat sipil dalam perlucutan senjata nuklir sangat berpengaruh, pada tahun 1992 muncul lah organisasi masyarakat sipil yang ikut dalam penangan keamanan perlucutan senjata yang diharapkan dapat mengubah struktur patriarki. Karena dalam konteks kemanusiaan semua negara baik yang mempunyai nuklir atau tidak sampai ke lapisan masyarakatnya semua mempunyai suara yang sama karena dalam perspektif kemanusiaan masyarakat sipil itu setara.
Dalam diskusi tersebut Ibu Cut Intan juga menyampaikan beberapa peran IIS sebagai CSO yaitu salah satunya untuk membangun kesadaran publik dan memberikan tekanan ke pembuat kebijakan, mendorong anggota legislatif untuk mendukung TPNW dan melobi delegasi dari berbagai kawasan.
Moderator juga menanggapi bahwa IIS memiliki peran penting dalam ICAN hal ini bisa memberikan kontribusi serius hal ini kedepan dalam konteks domestik peran organisasi mahasiwa, pusat-pusat studi dan lainnya menjadi penting untuk mendorong nuklir lebih jauh dalam konteks kemanusiaan untuk tujuan perdamaian.
Kemudian diskusi dilanjut dengan narasumber yang ke 4 yaitu Bapak Haryono beliau memulai dengan menjelaskan materi yang sudah siapkan yaitu mengenai TPNW Perspektif Teknologi. Diawali dengan penjelasan terkait definisi senjata nuklir, bahan baku senjata nuklir dalam penjelasan terkait bahan baku senjata nuklir. Bapak Haryono menjelaskan bahwa untuk membuat ledakan dibutuhkan 235Uranium dari 0,7% harus lebih ditingkatkan menjadi lebih besar dari kurangnya 90% ini yang Pak Yudi sebut sebagai pengayaan.
Dilanjutkan dengan pembicara yang terakhir yaitu Bapak Wahyu Yun yang menjelaskan terkait politik hukum yang terlibat dengan perlucutan senjata nuklir. Pak Wahyu mengatakan sebenarnya sudah sejauh mana kita sudah terlibat dalam pembicaraan nuklir dan sampai sekarang seperti apa kalau kemudian kita berbicara tadi TPNW sudah di ratifikasi diputuskan dalam rapat paripurna berarti tinggal didaftarkan ke Mensesneg untuk kemudian mendapatkan penomoran Undang-undang nomor sekian untuk tentang ratifikasi atas TPNW.
“Isu politik itu sangat penting, dan disini isu politik hukum harus bisa didiskusikan karena bagaimanapun kita sudah mendeclare sejak awal bahwa Indonesia tidak bisa diam kalau dalam isu nuklir” Bapak Wahyu menjelaskan pendapatnya
Pak Wahyu menjelaskan bahwa salah satu isu politik yang sangat mendasar konstelasi politik terkait dengan nuklir bahwa rata-rata negara maju selalu semangat dan mereka selalu bicara di depan forum diberikan tempat di bagian awal, tetapi apa yang disampaikan oleh mereka itu sebenarnya sangat politis.
Diskusi dalam seminar berlangsung secara interaktif. Pada sesi akhir moderator memberikan kesempatan kepada peserta yang hadir untuk sesi tanya jawab yang akan langsung dijawab oleh narasumber yang hadir di seminar tersebut.
Seminar TPNW mengangkat tema yang berjudul “Ratifikasi Traktat Pelarangan Senjata Nuklir dan Diplomasi Nuklir” sebagai media pengayaan kepada khalayak berkaitan dengan SDGs ke-7, yaitu “Energi Bersih dan Terjangkau” dalam hal ini melalui “Energi Nuklir” dan SDGs ke-16, yaitu” Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Tangguh” dalam hal ini melalui “Ratifikasi Traktat Pelarangan Senjata Nuklir dan Diplomasi Nuklir”