• Tentang UGM
  • Penelitian
  • Perpustakaan
Universitas Gadjah Mada Pusat Studi Lingkungan Hidup
Universitas Gadjah Mada
  • Profil
    • Sambutan Kepala PSLH
    • Visi dan Misi
    • Sejarah PSLH UGM
    • Pengelola dan Staff
      • Kepala PSLH
      • Kepala Bidang
      • Bidang Pelatihan dan Kerjasama
      • Bidang Penelitian Pengabdian Masyarakat
      • Bidang Publikasi
      • Bidang Administrasi Umum dan Kepegawaian
      • Bidang Keuangan dan Inventaris Aset
      • Bidang Media dan IT
    • Kegiatan
    • Hubungi Kami
  • Peneliti & Pengajar
  • Pelatihan
    • Agenda Pelatihan
    • World Bank
    • FAQ
  • Resource
    • Opac
    • Info Layanan
    • Referensi
    • Text Book
    • Hasil Penelitian
    • Pengadaan Buku
    • Jurnal
      • Jurnal Umum
      • Jurnal PSLH
    • Penerbitan
    • Buku Tamu
  • Event
    • Hibah Penelitian Mahasiswa Tahun 2023
    • Prosedur Peminjaman Ruang
    • Desa Wisata Pinge
    • Pameran Virtual
    • Pendaftaran Webinar
    • Download
      • Virtual Background Webinar
      • Virtual Background
      • e-Book Tata Kelola Sawit Indonesia
  • Blog
  • Beranda
  • Kegiatan
  • Sawah Surjan Organik Cocok untuk Pengendalian Hayati Serangga-Gulma

Sawah Surjan Organik Cocok untuk Pengendalian Hayati Serangga-Gulma

  • Kegiatan, Seminar
  • 12 July 2012, 15.02
  • Oleh:
  • 0

Sawah surjan merupakan model pertanian yang diterapkan oleh petani yang tinggal di pesisir Kulon Progo, Yogyakarta sudah sejak lama. Awalnya model ini dulunya diterapkan untuk mengantisipasi adanya banjir saat air laut pasang. Pengelolaan sumberdaya air pada ekosistem sawah ini sebagai bentuk adaptasi petani terhadap kondisi geografis wilayah persawahan mereka.

Istilah sawah surjan mengacu pada morfologi dari lahan yang jika dilihat dari atas tampak bergaris-garis seperti baju surjan yang biasa dipakai orang Jawa tempo dulu. Garis-garis tersebut terbentuk dari alur-alur tinggi dan rendah. Alur yang rendah atau bagian bawah ditanami padi, sedangkan bagian alur yang tinggi atau guludan ditanami palawija.

Dari hasil penelitian, kenaikan keragaman dan komposisi gulma pada ekosistem sawah surjan dan lembaran yang dikelola secara organik maupun konvensional, berpengaruh pada kenaikan keragaman dan komposisi serangga herbivora dan serangga karnivora. Bahkan, keragaman gulma lebih banyak pada ekosistem sawah surjan organik berdampak pada kompleksitas interaksi dengan serangga yang lebih tinggi. “Sehingga sawah surjan organik merupakan ekosistem yang paling mendukung pengendalian hama secara hayati yang ramah lingkungan,” kata Dosen jurusan pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Tien Aminatun, S.Si., M.Si dalam ujian terbuka promosi doktor di Sekolah Pascasarjana UGM, Rabu (12/7).

Diketahui 5 jenis serangga hama yang paling berinteraksi dengan tanaman padi yakni kepinding tanah, belalang, wereng batang punggung putih, wereng batang cokelat, dan walang sangit. Namun rata-rata populasi lima jenis serangga hama utama pada sawah surjan yang dipupuk secara organik, populasinya lebih rendah daripada sawah konvensional dengan serangga hama yang paling dominan adalah hama kepinding tanah.

Menurutnya, model pengendalian hayati pada ekosistem sawah berbasis intrekasi serangga-gulma, maka ekosistem sawah surjan yang dikelola secara organik merupakan model yang paling dalam pengelolaan jenis gulma di atas inang alternatif bagi hama dan habitat bagi serangga musuh alami. “Kenaikan tanaman gulma akan diikuti oleh kenaikan serangga herbivora dan kenaikan serangga herbivora akan diikui oleh kenaikan serangga karnivora,” katanya.

Sumber: Humas UGM

Tags: keanekaragaman hayati kearifan lokal
Universitas Gadjah Mada

Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM

Kompleks Gedung PSLH-EFSD UGM, Jl. Kuningan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta 55281

   pslh@ugm.ac.id
   +62 (274) 565722, 6492410
   +62 (274) 517863

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY