Sejumlah regulasi yang ditetapkan pemerintah terlihat kurang mendukung pengembangan panas bumi di Indonesia. Salah satunya terlihat dari ketidaksesuaian undang-undang tentang panas bumi dengan undang-undang kehutanan. Hal tersebut menjadi tantangan besar dalam pengembangan panas bumi Indonesia. Ketidaksesuaian antar dua undang-undang tersebut menyebabkan terhentinya kegiatan di sejumlah wilayah kerja panas bumi di tingkat eksplorasi dan eksploitasi.
Hal tersebut mengemuka dalam seminar “Peran dan Sinergi PT, Industri, dan Pemerintah dalam Pengembangan Energi Panas Bumi Indonesia” yang diselenggarakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UGM, Jum’at (6/7) di Ruang sidang LPPM UGM. Dalam kesempatan tersebut menghadirkan sejumlah nara sumber antara lain Sri Widodo (Badan Geologi Kementerian ESDM RI), Tafif Azimudin (Asosiasi Panas Bumi), dan Pri Utami (Ketua Pusat Studi Panas Bumi Fakultas Teknik UGM).
Koordinator Kelompok Penyelidik Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi-Badan Geologi, Sri Widodo, mengungkapkan bahwa ketidaksesuaian antara UU No. 27/2003 tentang Panas Bumi dengan UU No. 41/1999 tentang Kehutanan yang berkaitan dengan pemanfaatan kawasan hutan konservasi memang menjadi salah satu kendala yang seringkali menghambat dalam pengembangan panas bumi di Indonesia. Hal tersebut menjadikan pemanfaatan potensi panas bumi menjadi tidak optimal.
Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia. Hampir 40 persen panas bumi dunia terdapat di Indonesia. Data Badan Geologi menyebutkan Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 29.215 MWE dari 285 lokasi akhirnya belum dimanfaatkan secara optimal untuk pembangkit listrik. Total potensi tersebut merupakan jumlah antara potensi sumber daya panas bumi sebesear 13.195 MWe dan cadangan sebesar 16.020 MWe.
“Potensi yang besar tersebut memang tidak diimbangi dengan besarnya daya listrik pembangkit panas bumi yang hanya sebesar 1226 MW,” kata Widodo.
Widodo menyampaikan bahwa regulasi seperti aturan perpajakan belum berpihak pada pengusaha panas bumi dan aturan tentang harga listrik yang tidak sama juga menjadi penghambat dalam pengembangan panas bumi Indonesia. Begitu pula dalam hal permodalan, Indonesia belum banyak memiliki pengusaha panas bumi yang bermodal kuat sehingga dapat membangkitkan listrik panas bumi.
Disebutkan Widodo, Pemerintah telah menyusun road map pengembangan panas bumi untuk membangkitkan listrik panas bumi sebesar 9500 MW pada tahun 2025. Namun dalam pelaksanaan tidak berjalan sesuai rencana sehingga dilakukan penyempurnaan kebijakan energi melalui Dewan Energi Nasional (DEN) di bidang panas bumi antara lain peningkatan eksplorasi panas bumi, mengatur harga keekonomian listrik, penyempurnaan dan pemutakhiran road map pengelolaan energi panas bumi. “Panas bumi mendapat peran sebesar 3.977 MW dalam proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik,” ungkapnya.
Sementara, lanjutnya, untuk menarik pengembang panas bumi, pemerintah akan berusaha menyediakan data pengeboran eksplorasi. Data tersebut akan menghasilkan fluida untuk lapangan panas bumi di Indonesia timur.
Sekjen Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Tafif Azimudin membenarkan bahwa tantangan yang sering dihadapi kebanyakan perusahaan yang bergerak di bidang bisnis geotermal adalah ketika lokasi sumber panas bumi berada di kawasan cagar alam, hutan lindung, maupun area konservasi. Aktivitas pengeboran sumber pana bumi seringkali dianggap sebagai tambang layaknya batu bara atau emas dengan membuka lahan di permukaan dalam ukuran besar. “Padahal untuk pengeboran geotermal tidak membutuhkan pembukaan lahan secara luas yang ditakutkan bisa merusak lingkungan,” ungkapnya.
Tafif menambahkan dari segi pasar, bisnis geotermal juga tidak semenjanjikan seperti bisnis minyak bumi. Proses bisnis geotermal tergolong panjang dan membutuhkan waktu yang cukup lama. “Proses bisnis panjang dan lama. Sementara income baru bisa di dapat sekitar 8 -10 tahun kedepan,” ujarnya.
Bisnis geotermal juga membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Untuk pengeboran satu lokasi sumber panas bumi invetasi yang dikeluarkan berkisar di angka 70 Milyar. “ Harus investasi besar di depan, sedangkan harga panas bumi sendiri belum seperti yang diharapkan seperti minyak bumi ,” kata Tafif.
Sementara Pri Utami, Ketua Pusat Studi Panas Bumi Fakultas Teknik UGM menyebutkan bahwa panas bumi merupakan salah satu energi alternatif yang memiliki berbagai kelebihan untuk dikembangkan. Selain bersifat terbarukan dan ramah lingkungan, juga relatif murah untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik.
Sementara untuk bisa digunakan sebagai sumber pembangkit listrik reservoir harus bertemperatur tinggi yakni lebih dari 180? Celcius. Selain itu, batuan reservoir juga yang memiliki permeabilitas tinggi. “ Fluida reservoir juga harus bersifat netral supaya tidak menimbulkan korosi,” tuuturnya.
Sumber: Humas UGM