Tuntutan masyarakat dan pemerintah terhadap informasi status gunungapi sesaat dan prakiraan ke depan sangat terasa, terutama pada saat gunungapi menunjukkan gejala aktivitasnya. Sudah barang tentu para peneliti atau pakar kegunungapian harus berusaha untuk menjawab dengan pengetahuan yang dikuasainya sesuai hasil analisis data yang sudah dikumpulkan. “Dalam hal ini, kita telah belajar banyak dari perilaku gunungapi Merapi. Krisis erupsi Merapi oktober – November 2010 lalu, telah membuat kita semua berfikir, berkoordinasi, menetapkan status dan bertindak secara sistimatis,” ungkap Prof. Dr. Kirbani Sri Brotopuspito, di ruang Balai Senat, Kamis (5/4) saat dikukuhkan ebagai Guru Besar Bidang Ilmu Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UGM.
Bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, Pemerintah Pusat dan Daerah serta Perguruan Tinggi telah membuktikan keberhasilan sinergi dalam kegiatan penanggulangan bencana Erupsi Merapi beberapa waktu lalu. Bahkan koordinasi rapi tersebut ditunjukkan pula oleh Balai Penelitian Pengembangan Teknologi Kegunungapian, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi serta Badan Geologi.
Secara ilmiah, kata kirbani, metode magnetik dapat dipergunakan untuk memantau naik turunnya magma gunungapi. Sebab pada saat proses menurunnya magma, medan magnetik di sekitar gunungapi memiliki kecenderungan naik dari waktu ke waktu. Sedangkan saat magma naik, karena suhu memanas dibagian atas gunungapi, maka medan magnetik menurun.
“Sebaliknya pemantauan medan magnetik ini disertai dengan pemantauan tegangan tektonik di sekitar gunungapi, karena pada saat kompresi susptibilitas magnetik batuan akan naik sehingga medan magnetik juga akan terpantau naik. Demikian pula sebaliknya, pada saat dilatasi batuan gunungapi akan meregang mengembang dan medan magnetik akan turun,” katanya.
Mengurai tentang deformasi dan perubahan kemiringan lereng, Kirbani menjelaskan, gerakan magma di dalam sistem kantong dan pipa magma dapat dideteksi dengan pemantauan perubahan bentuk atau deformasi. Dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh, baik dengan satelit maupun pesawat terbang maka dapat ditentukan secara cepat dan akurat model elevasi di gital sebuah gunungapi dari waktu ke waktu. “Kita harus lebih waspada, apabila terjadi penggelembungan bentuk sebuah gunungapi, karena dapat ditafsirkan sebagai adanya gerakan magma dari bawah naik ke atas,” papar, pria kelahiran Klaten, 9 Februari 1949.
Menyampaikan pidato “Fisika Gunungapi”, suami Sri Yani Brotopuspito, ayah empat anak ini mengungkapkan survei geofisika dengan berbagai metode menghasilkan model struktur internal gunungapi, dan pemantauan berbagai besaran fisika di sekitar gunungapi aktif dapat membantu untuk menentukan status kegiatan vulkanik gunungapi. Meski begitu sebagai bangunan yang memiliki fisis tiga dimensi berbentuk kerucut dan berisikan fluida magma berfase ganda, gunungapi masih menyimpan rahasia tentang kapan, seberapa besar dan bagaimana mekanisme erupsi akan terjadi. “Rahasia tersebut masih belum terungkap, karena pada saat krisis menjelang erupsi tegangan dan suhu bagian atas gunungapi menjadi sangat tinggi, sehingga kondisi elastisitas sudah masuk ke dalam kawasan tidak linier,” imbuhnya.
Sumber: Humas UGM