Karst membentang seluas 12% di permukaan bumi. Bentang alam karst terbentuk akibat pelarutan air pada batu gamping dan/ atau dolomit. Istilah karst awalnya digunakan untuk menggambarkan wilayah batu kapur di perbatasan Slovenia dan Italia, namun kini secara luas digunakan oleh ahli geosains dan pihak lain untuk menunjukkan wilayah dengan bentang alam dan hidrologi khas yang dikembangkan pada batuan dengan kelarutan tinggi. Karakteristik khas tersebut dicirikan melalui pergerakan air bawah tanah di sepanjang aliran (channels) yang semakin membesar karena pelarutan batuan; bila jalur aliran tersebut semakin membesar untuk aliran turbulen (umumnya pada lebar rongga sekitar 10 mm), jalur aliran tersebut disebut saluran (conduits). Seiring berjalannya waktu, beberapa saluran air semakin membesar menjadi lorong-lorong yang dapat dijelajahi manusia, yang disebut gua.
Bentang alam karst dicirikan dengan sedikit dan langkanya air yang ada di permukaan, karena air merembes dengan cepat ke bawah tanah melalui jaringan rekahan, saluran, dan gua untuk menghasilkan sistem rongga karst yang rumit. Air tawar biasanya tersimpan di bawah tanah, dalam lorong-lorong atau gua dalam perut bumi, yang tak jarang menjadi tandon air raksasa. Sumber daya air yang ada di bawah permukaan kawasan karst biasanya menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekitarnya. Diperkirakan 15% penduduk dunia menggantungkan sumber air dari kawasan karst, dan menyimpan air bagi 25 persen populasi dunia.
Selain sumber daya air tanahnya yang penting, manfaat ekonomi karst lainnya antara lain, yaitu sumber daya mineral, batuan dan hutan. Selain sumber daya di atas, sistem karst menyediakan sejumlah layanan ekosistem lainnya, misalnya penyerapan karbon. Kawasan karst juga merupakan ekosistem yang berharga, menyediakan habitat khusus dan mengandung tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Berbagai spesies, termasuk beberapa spesies langka dan endemik, hadir baik di permukaan maupun di bawah tanah. Fauna yang tidak biasa yang berkembang di lingkungan bawah permukaan yang kekurangan cahaya berkisar dari bakteri hingga krustasea, laba-laba, ikan, dan mamalia kecil.
Lebih jauh lagi, banyak gua dan fenomena geomorfologi luar biasa lainnya telah menjadi objek wisata dan mendorong pengembangan pariwisata. Beberapa di antaranya dipuja sebagai situs yang memiliki kepentingan keagamaan, spiritual, dan budaya. Sistem ini juga menawarkan peluang untuk studi dan pendidikan ilmiah dengan memberikan wawasan tentang kondisi geomorfologi, ekologi, dan antropogenik masa lalu. Ini berpotensi mencakup situs arkeologi yang tidak terganggu dan sisa-sisa hewan dan manusia yang terpelihara dengan baik.
Selain itu, medan karst diyakini memiliki peran penting dalam siklus karbon dalam upaya menghadapi perubahan iklim. Semua sumber daya dan jasa ekosistem ini tidak dapat dianggap terisolasi karena saling berhubungan erat. Karena mekanisme umpan balik yang kompleks ini, dampak pada elemen ekosistem karst yang terisolasi dapat memiliki dampak yang tidak terduga pada elemen lain atau bahkan pada keseluruhan ekosistem. (IUCN Guidelines for caves and karst)
Karena karakteristik intrinsik karst dan proses karst yang unik, semua sumber daya alam dan layanan ekosistem tersebut sangat rentan terhadap kerusakan. Lebih jauh, integritas sistem karst apa pun bergantung pada interaksi dinamis antara berbagai komponennya. Setiap gangguan terhadap hubungan ini kemungkinan akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan dan tidak dapat dipulihkan, sementara gangguan pada keseimbangan alami salah satu komponen ini dapat berimplikasi pada semua komponen lainnya. Oleh karena itu, lingkungan seperti itu memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan pengelolaan yang cermat dan perencanaan penggunaan lahan yang.
Perlindungan Kawasan Lindung Geologi
Perlindungan ekosistem karst diatur dalam kebijakan penataan ruang melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang (UUPR). UUPR mengamanatkan perlunya dilakukan penataan ruang yang dapat mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta yang dapat memberikan pelindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang.
Menurut Pasal 4 UUPR penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan merupakan komponen dalam penataan ruang baik yang dilakukan berdasarkan wilayah administratif, kegiatan kawasan, maupun nilai strategis kawasan. Lebih lanjut, menurut Pasal 5 ayat 2 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, salah satu jenis klasifikasi yaitu berdasarkan fungsi utama kawasan, penataan ruang terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya.
Menurut Pasal 1 angka 21 UUPR, kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan lindung nasional adalah kawasan lindung yang secara ekologis merupakan satu ekosistem yang terletak lebih dari satu wilayah provinsi, kawasan lindung yang memberikan pelindungan terhadap kawasan bawahannya yang terletak di wilayah provinsi lain, kawasan lindung yang dimaksudkan untuk melindungi warisan kebudayaan nasional, kawasan hulu daerah aliran sungai suatu bendungan atau waduk, dan kawasan-kawasan lindung lain yang menurut peraturan perundang-undangan pengelolaannya merupakan kewenangan Pemerintah.
Kawasan lindung terdiri atas: a. kawasan yang memberikan pelindungan kawasan bawahannya, antara lain, kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air; b. kawasan perlindungan setempat, antara lain, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air; c. kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain, kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; d. kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir; dan e. kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru, cagar biosfer, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, dan terumbu karang. Selain itu, dalam penataan ruang juga dikenal kawasan strategis, dimana salah satu bentuk kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Kawasan strategis tersebut antara lain, adalah kawasan pelindungan dan pelestarian lingkungan hidup, termasuk kawasan yang diakui sebagai warisan dunia seperti Taman Nasional Lorentz, Taman Nasional Ujung Kulon, dan Taman Nasional Komodo.
Sedangkan kawasan budidaya, menurut Pasal 1 angka 22 dijelaskan pula adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Yang termasuk dalam kawasan budi daya adalah kawasan peruntukan hutan produksi, kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan pertambangan, kawasan peruntukan permukiman, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan tempat beribadah, kawasan pendidikan, dan kawasan pertahanan keamanan.
Pengklasifikasi kawasan berdasarkan fungsi utama lindung dan budidya karenanya menjadi acuan terhadap aktivitas atau kegiatan yang diizinkan dan/ atau pembatasan pada suatu kawasan, apakah untuk aktivitas budidaya ataukah untuk konservasi dalam rangka melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Selaras dengan hal tersebut, dalam Penjelasan UUPPR disebutkan, bahwa kawasan lindung nasional adalah kawasan yang tidak diperkenankan dan/ atau dibatasi pemanfaatan ruangnya dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan, warisan budaya dan sejarah, serta untuk mengurangi dampak dari bencana alam. Kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan lindung dilaksanakan melalui penetapan kawasan lindung baik di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi.
Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (PP RTRWN). Menurut Pasal 51 PP RTRWN disebutkan, bahwa salah satu kawasan lindung nasional adalah Kawasan Lindung Geologi yang terdiri atas kawasan cagar alam geologi dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. Lebih lanjut menurut ketentuan Pasal 53 huruf (b) dan Pasal 60 Ayat (2) PP RTRWN menyatakan, bahwa bentuk kawasan lindung Geologi terdiri atas kawasan cagar alam geologi dengan keunikan bentang alam, salah satunya yaitu kawasan yang memiliki bentang alam karst.
Kawasan Lindung Bentang Alam Karst (KBAK) di Indonesia
Indonesia memiliki keanekaragaman geologi (geodiversity), yang salah satunya berupa kawasan karst. Diperkirakan luasan karst terbentang 154.000 km² atau sekitar 8% dari luas daratan Indonesia seluas 1.922.570 km2 (Samodra, 2001). Bahkan, dalam pidato pengukuhan guru besar fakultas geografi UGM, Prof. Dr. Eko Haryono, M.Si., menyampaikan luasan Karst di Indonesia mencapai 7% dari seluruh luasan Indonesia (daratan dan lautan).
Menurut Surono, dkk kawasan karst membentang dari pulau sumatera hingga Papua dengan potensi batu gamping diperkirakan mencapai 39 triliyun ton. Dalam sebuah kajian yang dilaksanakan di tahun 2016, diperkirakan hampir 99% kawasan yang teridentifikasi sebagai kawasan karst belum berstatus dilindungi karena belum ada penetapan dari pemerintah. (Komnas HAM, Ringkasan eksekutif pelestarian ekosistem karst dan perlindungan hak asasi manusia) Pada tahun yang sama, pakar karst UGM, Dr. Eko Haryono, M.Si., mengatakan di Fakultas Geografi UGM, sebanyak 9,5 persen kawasan karst di Indonesia rusak, antara lain akibat penambangan kapur dan alih fungsi lahan. Sebanyak 20 persen dari total luas kawasan karst di Pulau Jawa seluas 1.228.538,5 hektar telah rusak, mulai dari wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Ketersediaan data karst juga masih menjadi persoalan, dimana data terkait kawasan karst hingga kini masih sangat terbatas. Menurut Eko Haryono, morfo-hidrogeologi menjadi pendekatan yang sangat penting dalam pengelolaan karst dari perspektif geo-fisik lingkungan. Hal ini sangat diperlukan dalam zonasi peruntukan kawasan karst sebagai kawasan lindung atau budi daya. Zonasi secara detail bisa menggunakan pendekatan morfo-hidrogeologi, yaitu menggunakan parameter geomorfologi dan hidrogeologi yang memengaruhi sensitivitas dan kerentanan terhadap air tanah.
Pengaturan tentang penetapan kawasan lindung karst atau kawasan cagar alam geologi keunikan bentang alam karst, diatur lebih detail dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 17 Tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst (Permen KBAK). Menurut Pasal 3 Permen KBAK ditegaskan, bahwa KBAK merupakan kawasan lindung geologi, yang menunjukan bentuk eksokarst dan endokarst. Eksokarst merupakan karst pada bagian permukaan sedang endokarst merupakan karst pada bagian bawah permukaan. Dengan definisi tersebut, maka kawasan lindung karst berbeda dengan kawasan lindung lainnya. Dimana salah satu bentuk keunikan obyek perlindungannya KBAK adalah berada di permukaan dan bawah permukaan bumi. Lebih lanjut menurut Permen KBAK kriteria bentuk eksokarst dan endokarst yang dimaksud, yaitu: 1. memiliki fungsi ilmiah sebagai obyek penelitian dan penyelidikan bagi pengembangan ilmu pengetahuan; 2. memiliki fungsi sebagai daerah imbuhan air tanah yang mampu menjadi media meresapkan air permukaan ke dalam tanah; 3. memiliki fungsi sebagai media penyimpan air tanah secara tetap (permanen) dalam bentuk Akuifer yang keberadaannya mencukupi fungsi hidrologi; 4. memiliki Mata Air Permanen; dan 5. memiliki gua yang membentuk sungai atau jaringan Sungai Bawah Tanah.
KBAK adalah kawasan lindung nasional, sehingga pemanfaatan ruangnya adalah dengan tanpa mengubah bentang alam dalam rangka mempertahankan fungsi kawasan lindungnya. Sampai dengan saat ini, luasan kawasan lindung karst di Indonesia, melalui proses penetapan KBAK telah semakin bertambah luas. Sejauh ini, Pemerintah telah menetapkan dua belas (12) KBAK dengan total luasan mencapai 55.052,1 Km². Berikut ini disajikan tabel kawasan lindung karst di Indonesia.
Tabel: Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst di Indonesia
No | KBAK | SK Penetapan KBAK | Luasan
Km² |
1 | Sukolilo | Keputusan Menteri ESDM No. 2641 K/40/MEM/2014 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Sukolilo | 200,79 |
2 | Gunung Sewu | Keputusan Menteri ESDM No. 3045 K/40/MEM/2014 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Gunung Sewu | 1.100,17 |
3 | Gombong | Keputusan Menteri ESDM No. 3873 K/40/MEM/2014 tentang perubahan atas Kepmen ESDM No : 3043 K/40/MEM/2014 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Gombong | 40,89 |
4 | Pangkalan (Karawang Selatan) | Keputusan Menteri ESDM No. 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Pangkalan | 375,60 |
5 | Langkat (Bahorok) | Keputusan Menteri ESDM No. 18 K/40/MEM/2017 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Langkat | 9,479 |
6 | Sarolangun | Keputusan Menteri ESDM No. 1982 K/40/MEM/2018 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Bukit Bulan Kabupaten Sarolangun | 307,14 |
7 | Citatah | Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 1830 K/40/MEM/2018 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Citatah | 91,36 |
8 | Pangandaran | Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Nomor 98 K/40/MEM/2019 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Pangandaran | 8.433,66 |
9 | Bogor (Klapanunggal) | Keputusan Menteri ESDM No. 24.K/40/MEM/2020 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Bogor | 773,55 |
10 | Aceh Tamiang | Keputusan Menteri ESDM No. 254K/ GL.01/ MEM/ 2022 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Aceh Tamiang | 1995,00 |
11 | Manggarai Timur (NTT) | Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 1.K/GL.01/MEM.G/2022 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Manggarai Timur | 28.802,58 |
12 | Maros | Keputusan Menteri ESDM No. 87.K/GL.01/MEM.G/2024 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Maros | 12.921,88 |
Total Luasan Penetapan KBAK di Indonesia | 55.052,1 |
Perlindungan ekosistem karst permukaan dan bawah tanah sangat relevan dengan berbagai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDGs). Seperti Tujuan ke-15 dari Agenda PBB 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan (Melindungi, memulihkan, dan mempromosikan penggunaan ekosistem darat yang berkelanjutan, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi penggurunan, dan menghentikan serta membalikkan degradasi lahan dan menghentikan keanekaragaman hayati kehilangan). Perlindungan karst juga memiliki relevansi untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 6 (Memastikan ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua), karena 10% populasi dunia memperoleh pasokan air dari karst, baik dari mata air yang berbeda atau dari air tanah karst.
Langkah perlindungan lingkungan karst selaras dengan tujuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). UUPPLH menegaskan, bahwa pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan dalam Konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Sedangkan langkah konservasi karst juga sejalan dengan tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang saat ini telah dirubah menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya