Hari Bumi yang diperingati setiap tanggal 22 April, merupakan momentum terbesar tahunan untuk meningkatkan kesadaran atas kesehatan planet bumi sekaligus peran serta setiap manusia dalam melestarikannya.
Senator Gaylord Nelson bersama seorang aktivis muda Denis Hayes menjadi pencetus awal peringatan hari bumi yang terinspirasi dari kekuatan pelajar dan mahasiswa dalam menentang Perang Vietnam. Hari Bumi pertama yang dirayakan 54 Tahun lalu, yaitu tahun 1970 dirancang sebagai “pengajaran lingkungan” yang akan mendidik peserta tentang pentingnya pelestarian lingkungan.
Dimana saat itu, 20 juta orang turut berpartisipasi , sebagian besar dari mereka berasal dari sekolah, perguruan tinggi, dan universitas di seluruh Amerika.
Daniel Hayes mengatakan kepada TIME, bahwa ide di balik hari raya tersebut muncul menyusul sejumlah peristiwa yang menarik perhatian terhadap lingkungan, termasuk peluncuran buku Silent Spring karya Rachel Carson pada tahun 1962 dan Sungai Cuyahoga tahun 1969.
Acara ini berperan penting dalam memperoleh dukungan terhadap serangkaian undang-undang lingkungan hidup yang disahkan Kongres AS pada tahun 1970an, termasuk Undang-Undang Udara Bersih (1970) dan Undang-undang Spesies Terancam Punah (1973). Tak dimungkiri, apabila peringatan hari bumi tersebut turut mendorong pembentukan lembaga khusus perlindungan lingkungan di Amerika, yaitu Environmental Protection Agency (EPA) pada bulan juli 1970.
Pada tahun 1990 Hayes menyelenggarakan Hari Bumi sedunia, yang diperingati oleh sekitar 200 juta orang di lebih dari 140 negara. Peringatan Hari Bumi semakin meluaskan cakupannya secara internasional, ketika Majelis Umum PBB mendeklarasikan 22 April sebagai Hari Bumi Internasional pada tahun 2009 melalui resolusi A/RES/63/278.
Pada awal abad ke-21, banyak kegiatan Hari Bumi yang dilakukan termasuk meningkatkan kesadaran mengenai sejumlah masalah lingkungan yang semakin meningkat, terutama ancaman pemanasan global dan kebutuhan akan sumber energi terbarukan yang bersih. Memang benar, pada tahun 2016 Perjanjian Iklim Paris internasional secara simbolis dibuka untuk ditandatangani pada Hari Bumi. Pada tahun 2020, banyak rencana pawai dan kegiatan lain untuk perayaan 50 tahun Hari Bumi dibatalkan atau terpaksa dilakukan secara online karena pandemi COVID- 19.
Planet Vs Plastic
Tahun 2024 tema yang diusung adalah Planet vs Plastik, yang menyerukan kepada para pemimpin pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat umum untuk menghapus sepenuhnya penggunaan plastik sekali pakai pada tahun 2030 dan mengurangi total produksi plastik sebesar 60% pada tahun 2040.
Tak dipungkiri, apabila plastik sangat bermanfaat dan telah menjadi bagian integral dari kehidupan umat manusia. Namun di lain sisi, penggunaan produk plastik sekali pakai telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Baik plastik maupun mikroplastik, sekarang ada di mana-mana. Istilah “plastisphere” dalam habitat mikroba laut telah disematkan sebagai pengingat akan ancaman keberadaan plastik di lingkungan hidup.
Baca: Menyongsong Perjanjian Internasional: Mengatasi Pencemaran Plastik
Selama 60 tahun terakhir, sekitar delapan miliar ton plastik telah diproduksi. Daur ulang dapat membantu mengurangi jumlah timbulan sampah plastik yang dihasilkan. Namun, kenyataannya daur ulang tidak berjalan dengan optimal. Menurut penelitian terbaru di jurnal Science Advances, secara keseluruhan dari total plastik yang telah diproduksi, sebanyak 90,5 persen di antaranya belum didaur ulang. Bahkan di negara adidaya seperti Amerika saja, 95% dari seluruh plastik tidak akan didaur ulang sama sekali. Bahkan 5% plastik yang didaur ulang mengalami “downcycling” menjadi produk berkualitas rendah atau dikirim ke negara-negara miskin untuk “didaur ulang”, sehingga permintaan terhadap plastik murni tidak berkurang.
Plastik telah menghadirkan ancaman besar terhadap kesehatan manusia, sama mengkhawatirkannya dengan perubahan iklim. Saat plastik terurai menjadi mikroplastik, plastik melepaskan bahan kimia beracun ke dalam sumber makanan dan air, lalu beredar melalui udara yang kita hirup. Produksi plastik kini telah meningkat hingga lebih dari 380 juta ton per tahun. Lebih banyak plastik yang diproduksi dalam sepuluh tahun terakhir dibandingkan seluruh abad ke-20, dan industri ini berencana untuk tumbuh secara eksplosif dalam jangka waktu yang tidak ditentukan.
Lebih dari 500 miliar kantong plastik—satu juta kantong per menit—diproduksi di seluruh dunia pada tahun lalu. Banyak kantong plastik yang masa kerjanya hanya beberapa menit, diikuti dengan kehidupan setelah berabad-abad. Bahkan setelah plastik hancur, mereka tetap menjadi mikroplastik, partikel kecil yang meresap ke setiap ruang kehidupan di planet ini.
Cemaran mikroplastik juga bersumber dari insdtri fast fashion. Diperkirakan, industri fast fashion setiap tahunnya memproduksi lebih dari 100 miliar pakaian. Produksi berlebih dan konsumsi berlebihan telah mengubah industri, sehingga menyebabkan fesyen sekali pakai. Saat ini, masyarakat membeli pakaian 60% lebih banyak dibandingkan 15 tahun yang lalu, namun setiap item hanya disimpan dalam jangka waktu setengahnya.
Sekitar 85% pakaian berakhir di tempat pembuangan sampah atau insinerator, dan hanya 1% yang didaur ulang. Hampir 70% pakaian terbuat dari minyak mentah, yang mengakibatkan pelepasan serat mikro berbahaya saat dicuci dan terus berkontribusi terhadap polusi jangka panjang di tempat pembuangan sampah.
Ketidakadilan sosial dan fesyen saling terkait erat, dengan kondisi kerja yang eksploitatif, upah rendah, dan meluasnya pekerja anak. Sudah terlalu lama, industri ini bergantung pada rantai pasokan yang retak dan kurangnya peraturan pemerintah.
Menurut Kathleen Rogers, Presiden earthday.org, “Kampanye Planet vs. Plastik adalah seruan untuk mengangkat senjata, sebuah tuntutan agar kita bertindak sekarang untuk mengakhiri momok plastik dan menjaga kesehatan setiap makhluk hidup di planet kita.
Tanpa adanya kesadaran dan tindakan untuk mencegah produksi plastik, mungkin saja di masa depan manusia generasi saat ini akan dikenang oleh generasi mendatang dalam sejarah geologi sebagai manusia-manusia sampah. Ironis…