Jumat, 15 September 2023, Pusat Studi Lingkungan Hidup mengadakan podcast rutin yang membahas terkait isu-isu lingkungan di lingkup regional, nasional, maupun internasional. Pada kesempatan podcast lestari (Poles) episode ke-32 ini, isu yang dibahas yaitu terkait Kebijakan Hijau di masa Pemilu. Oleh sebab itu podcast episode kali ini diberi judul “Pemilu 2024: Kebijakan Hijau di Tengah Kotak Suara”.
Mendatangkan narasumber yang ahli di bidang politik dan lingkungan hidup yaitu Bapak Prof. Drs. Purwo Santoso, M.A. Ph.D yang merupakan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM. Dimoderatori oleh salah satu staf PSLH UGM, Aditya Sewanggara, podcast dimulai sejak pukul 14.00 WIB dan berlangsung selama 60 menit.
Topik yang tengah hangat saat ini menjadi pintu gerbang utama yang membuka diskusi podcast, yaitu berkaitan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2023. Keputusan tersebut memperbolehkan bahwa fasilitas Pemerintahan dan Pendidikan untuk mengadakan debat capres dan cawapres.
Dalam diskusi, peran institusi pendidikan dalam membangun politik Indonesia menjadi perhatian. Menurut Prof. Purwo, politik termasuk dalam wacana dan wacana itu termasuk wacana kebijakan yang senantiasa melibatkan kontroversi debat diskusi apapun itu dan menjadi penting, dan tantangannya adalah kita harus bisa berpikir obejktif dan sistematif sehingga tidak ada unsur manipulasi wacana dan lainnya. Prof Purwo juga mengatakan bahwa kampus sebagai zona netral untuk mengikuti hal-hal yang kontroversial yang menjadi perdebatan di era pilpres dan pilkada sehingga menjadi hal menarik kalau dirayakan oleh kampus dengan cara debat dan diskusi.
Prof Purwo menjelaskan bahwa Bahwa kebijakan hijau muncul bersamaan dengan kebijakan konservasi di era Emil Salim ditetapkan sebagai Menteri Lingkungan Hidup. Prof Purwo menegaskan bahwa masalah lingkungan melekat dalam cara kita berinteraksi dengan lingkungan, cara kita dalam merumuskan kebijakan, serta cara kita mengelola tradisi dan lainnya. Wacana-wacana itu sebenarnya sudah dilafalkan kepada masayarakat akan tetapi tidak terintegrasi.
Selanjutnya, moderator mencoba membawa diskusi tentang ketiadaan capres yang ‘pro’ terhadap lingkungan hidup.
“Pertama hal itu tidak kondusif bagi tim sukses karena lingkungan akan mengekang dirinya sendiri dan memaksa berjanji untuk tidak realistis dan tidak mudah diwujudkan, kedua ketika lingkungan dibicarakan belum tentu masyarakat akan tertarik karena lingkungan bukan urusan mereka, sehingga secara teknis hanya merepotkan karena harus ditanggung sendiri.” Prof Purwo menjelaskan pendapatnya.
Prof Purwo juga mengatakan bahwa dalam mengawal demokrasi yang berkualitas bagi kaum generasi muda yaitu “anak-anak muda harus bisa masuk politik sehingga menegakkan dari dalam, bergabung dalam forum-forum yang lintas partai untuk bisa menjadi generasi, selanjutnya generasi muda dapat menggalang wacana lingkungan yang bisa diolah akan tetapi poin yang penting adalah persoalan lingkungan harus di hidupkan sebagai persoalan keadilan. Sehingga ecological justice itu menjadi kemasaan untuk bisa disajikan kepada publik supaya konsen publik untuk menagih kinerja pemerintahan dari segi adil dan tidaknya kebijakan”.
Diskusi dalam Podcast berlangsung secara interaktif. Pada sesi akhir Prof Purwo memberikan statement terkait dengan bagaimana bisa melihat kebijakan hijau di tengah kotak suara. ” Jika hanya mengandalkan debat resmi yang digelar KPU itu sangat sulit sehingga perlu track record dari pikiran-pikiran capres dan cawapres sehingga yang bisa membuat percaya sebagai penanda komitmen itu yang sudah dijalankan, dan kita harus bisa menggali data dan saling memaparkan.” Ungkap Prof Purwo. Dari penjelasan Prof Purwo tersebut sesuai dengan SDGs ke 13 yaitu terkait dengan iklim dan politik.
Podcast Lestari PSLH UGM mengangkat tema yang berjudul “Pemilu 2024: Kebijakan Hijau di Tengah Kotak Suara” sebagai media pengayaan kepada khalayak berkaitan dengan SDGs ke-13, yaitu ‘Aksi Iklim’ dalam hal ini melalui aksi politik.