Pengangkutan sampah adalah bentuk layanan jasa, yang dapat dialihkan dari pemerintah kepada pihak swasta, sehingga dapat meringankan beban pemerintah. Penyediaan kendaraan pengangkut sampah misalnya, dapat memanfaatkan investasi swasta melalui skema penawaran yang memungkinkan pihak swasta mendapatkan kembali modalnya.
Begitupula dengan penyediaan wadah sampah yang dihasilkan oleh masyarakat atau fasilitas Tempat Penampungan Sementara (TPS) Sampah.
Mengurangi timbulan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat. Besar dan kecilnya biaya pembuangan sampah oleh masyarakat disesuaikan dengan volume timbulan sampah yang dihasilkannya. Jika volumenya sedikit maka biayanya sedikit, dan jika sampah yang dibuang banyak maka biayanya juga lebih besar. Hal tersebut juga mencerminkan keadilan bagi masyarakat yang lebih sedikit menghasilkan timbulan sampah dan menanggung biaya sama besar dengan masyarakat yang menghasilkan timbulan sampah yang lebih besar.
Perlu edukasi kepada masyarakat, sampai level rumah tangga. Setiap Rumah Tangga harus diberikan edukasi tentang pengelolaan sampah, seperti pemilahan sampah, pemanfaatan sampah, 3R (reduce, recycle dan reuse), pengomposan dan nilai ekonomi sampah. Sehingga setiap rumah tangga yang ingin menghemat pengeluaran (sampah) dengan menekan timbulan sampah yang dihasilkannya, dapat melakukan berbagai upaya untuk mengurangi timbulan sampah yang dihasilkannya. Apabila sebelumnya enggan untuk membuat kompos, sekarang masyarakat dapat didorong untuk belajar dan mengimplementasikan pengomposan. Masyarakat juga dapat mulai menerapkan 3R, agar memungkinkan adanya pemilahan sampah. Sehingga sampah yang masih memiliki nilai ekonomi, seperti plastik atau kertas dapat dikumpulkan secara mandiri, untuk kemudian diambil atau dikelola oleh para pengolah/ pengepul sampah.
Mendorong Penegakan hukum. Lembaga legislatif (Dewan/DPRD) dan pemerintah dapat menyusun Peraturan Daerah, yang dapat mengedukasi masyarakat serta mendorong peran serta masyarakat. Tercakup di dalamnya pengaturan tarif, denda atau sanksi. Misalnya bagi mereka yang membuang sampah secara illegal dapat dipidanakan. Tentang tarif, mungkin perlu ada PP atau Kepmen Keuangan.
Tujuan utamanya adalah menekan timbulan sampah yang berakhir di TPST (residu akhir).
- Mendayagunakan Tempat Pengolahan Sampah terpadu (TPST)
Sampah plastik tidak dapat terurai/ terdekomposisi. Komposisi timbulan sampah plastik yang semakin besar diserta sifat sampah plastik yang tidak dapat diurai atau terdekomposisi, mengakibatkan sampah di TPST tidak dapat dikelola dengan sistem penimbunan dan penumpukan sampah organik dengan tanah (sanitary landfill).
TPST harus mengelola sampah non organik yang dihasilkan, seperti plastik dan kertas secara terpisah dengan sampah organik yang dapat dikelola dengan sistem sanitary landfill.
Sampah anorganik dengan kondisi kering dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar.
Misalnya TPST Piyungan dapat disiapkan untuk membuat semacam ‘gudang’ yang intinya agar sampah yang datang tidak kehujanan, tetapi sampah yang datang juga harus ditreatment sehingga kadar air menjadi rencah, sampah dicacah, dipres, diangin-anginkan dengan coveyor belt. Jika sampah telah memenuhi syarat kendungan air <25%, maka sampah ini siap dijadikan bahan bakar, misalnya untuk co-firing PLTU atau mau bikin WtoE untuk menghasilkan listrik.
Apabila memiliki incinerator sendiri, maka sampah plastik dan kerta yang “kering” dapat dibakar sendiri, dan dapat menghasilkan listrik, termasuk membakar sampah lama yang tertumpuk. Sekaligus dapat digunakan untuk memusnahkan B3. Namun perlu diingat bahwa, diperlukan system dan teknologi yang dapat memastikan gas buang yang dihasilkan harus memenuhi baku mutu emisi udara yang baik.
Pendekatan sistem kumpul-angkut-buang berubah menjadi Bijak kelola sampah. Secara umum pola penanganan sampah di Indonesia yang dikenal selama ini hanya melalui tahapan paling sederhana, yaitu kumpul, angkut, dan buang (KLHK). Sehingga sampah menumpuk di Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS).
Peran serta seluruh stakeholders. Peranan seluruh stakeholders, baik pemerintah melalui edukasi; penegakan hukum dan pendayagunaan TPST, swasta melalui penyediaan investasi (buy the service) dan perubahan gaya hidup oleh masyarakat (Pay as You Throw).