• Tentang UGM
  • Penelitian
  • Perpustakaan
Universitas Gadjah Mada Pusat Studi Lingkungan Hidup
Universitas Gadjah Mada
  • Profil
    • Sambutan Kepala PSLH
    • Visi dan Misi
    • Sejarah PSLH UGM
    • Pengelola dan Staff
      • Kepala PSLH
      • Kepala Bidang
      • Bidang Pelatihan dan Kerjasama
      • Bidang Penelitian Pengabdian Masyarakat
      • Bidang Publikasi
      • Bidang Administrasi Umum dan Kepegawaian
      • Bidang Keuangan dan Inventaris Aset
      • Bidang Media dan IT
    • Kegiatan
    • Hubungi Kami
  • Peneliti & Pengajar
  • Pelatihan
    • Agenda Pelatihan
    • World Bank
    • FAQ
  • Resource
    • Opac
    • Info Layanan
    • Referensi
    • Text Book
    • Hasil Penelitian
    • Pengadaan Buku
    • Jurnal
      • Jurnal Umum
      • Jurnal PSLH
    • Penerbitan
    • Buku Tamu
  • Event
    • Hibah Penelitian Mahasiswa Tahun 2023
    • Prosedur Peminjaman Ruang
    • Desa Wisata Pinge
    • Pameran Virtual
    • Pendaftaran Webinar
    • Download
      • Virtual Background Webinar
      • Virtual Background
      • e-Book Tata Kelola Sawit Indonesia
  • Blog
  • Beranda
  • Seminar
  • Mempertahankan Mangrove Jauh Lebih Baik

Mempertahankan Mangrove Jauh Lebih Baik

  • Seminar
  • 28 January 2013, 13.50
  • Oleh:
  • 0

Kerusakan hutan mangrove di wilayah pesisir Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo tahun 2010 dapat dilihat dari terjadinya perubahan luasan hutan mangrove yang sangat cepat. Perubahan tersebut mencapai kenaikan sebesar 42 persen dari 21 persen di tahun 2000, sehingga kerusakan mangrove pada tahun 2010 telah 63 persen.

Melalui valuasi ekonomi berdasarkan kerusakan hutan mangrove ditemukan bahwa nilai guna dari total hutan mangrove di wilayah pesisir Kecamatan Kwandang mencapai Rp 52.672.513.290 dalam kurun waktu 10 tahun. Disamping aktivitas manusia, kerusakan mangrove akibat pencemaran, sedimentasi, gelombang, pasang surut dan arus.

“Aktivitas manusia berupa penebangan liar, pembukaan lahan, pembuangan limbah memberikan pengaruh atau tekanan terhadap habitat mangrove. Semua bersumber dari keinginan untuk mengkonversi hutan mangrove menjadi lahan perumahan, kegiatan-kegiatan komersial, industri dan pertanian. Belum lagi karena meningkatnya permintaan kayu dan budidaya ikan,” ujar Dewi Wahyuni. K. Banderan, S.Pd, M.Si di Fakultas Geografi UGM, Sabtu (26/1).

Menempuh ujian terbuka Program Doktor Ilmu Geografi UGM, Dewi Wahyuni mengatakan valuasi ekonomi kerusakan hutan mangrove membuktikan bahwa nilai ekonomi yang bersumber dari fungsi ekologis lebih besar nilainya dibandingkan dengan nilai ekonomi, sehingga mempertahankan mangrove lebih baik dari pada membabat habis untuk pembukaan tambak atau peruntukkan lainnya dengan alasan faktor ekonomi. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa model valuasi ekonomi berbasis data spasial belum dilakukan di Indonesia dan valuasi ekonomi untuk aspek rehabilitasi hutan mangrove dari segi kerusakannya di Indonesia belum dibahas secara rinci.

“Model yang dikembangkan dalam penelitian ini memperlihatkan bentuk kerangka kerja untuk valuasi ekonomi kerusakan ekologis mutlak memerlukan proses analisis spasial dan pemetaan, dengan melibatkan berbagai variabel diantaranya variabel karakteristik lingkungan sosial, variabel karakteristik abiotik hutan mangrove, variabel karakteristik kerusakan hutan mangrove, dan variabel valuasi ekonomi hutan mangrove,” katanya saat mempertahankan desertasi “Model Valuasi Ekonomi sebagai Dasar untuk Rehabilitasi Kerusakan Hutan Mangrove di Wilayah Pesisir Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo”.

Di akhir desertasinya, dosen Universitas Gorontalo inipun berharap valuasi ekonomi dengan menggunakan spasial perlu dilakukan sebagai salah satu fondasi penilaian kerusakan ekologis, agar penentuan target lokasi intensitas rehabilitasi dapat dilaksanakan dengan lebih tepat. Untuk melakukan valuasi ekonomi ekosistem mangrove seharusnya perhitungan tersebut tidak sekedar berdasarkan nilai guna dan non guna yang diperoleh dari ekosistem mangrove, namun nilai kerusakan akibat oleh ekosistem ini perlu dinilai pula. “Dengan begitu nilai ekologis dari mangrove tidak selalu terabaikan,” imbuhnya.

Sumber: Humas UGM

Tags: ekologi ekonomi lingkungan
Universitas Gadjah Mada

Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM

Kompleks Gedung PSLH-EFSD UGM, Jl. Kuningan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta 55281

   pslh@ugm.ac.id
   +62 (274) 565722, 6492410
   +62 (274) 517863

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY