Bagian 1: Tanpa Lebah, Kita Dalam Masalah
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan 20 Mei sebagai hari Lebah Sedunia (World Bee Day) melalui resolusi majelis umum PBB bernomor A/RES/72/211 tertanggal 20 Desember 2017. Pada tahun 2022 ini, The Food and Agriculture Organization (FAO) akan merayakan Hari Lebah Sedunia dengan tema “Bee Engaged: Celebrating the diversity of bees and beekeeping system”. Tanggal perayaan tersebut adalah hari kelahiran Anton Janša, seorang pelopor pemeliharaan lebah modern dalam tradisi perternakan lebah di Slovenia.[1]
Peringatan Hari Lebah Sedunia diharapkan dapat semakin meningkatkan kesadaran manusia atas peran penting lebah dan penyerbuk lainnya dalam menjaga manusia dan bumi tetap sehat, serta tantangan yang dihadapi saat ini. Karenanya PBB mengakui, bahwa peringatan Hari Lebah Sedunia oleh komunitas internasional diharapkan dapat berkontribusi secara signifikan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya lebah dan penyerbuk lainnya di semua tingkatan.
Selama berabad-abad lebah dan penyerbuk lainnya telah memberi manfaat bagi manusia, tanaman, dan lingkungan hidup. Diketahui sebagian besar penyerbuk adalah satwa liar, termasuk didalamnya terdiri atas lebih dari 20.000 spesies lebah.[3] Proses penyerbukan adalah proses tanaman untuk berkembang biak. Tanpa penyerbukan, maka tidak akan ada biji-bijian, kacang-kacangan serta buah-buahan, atau bunga-bunga tidak dapat mekar. Sehingga penyerbukan sangat penting dalam menunjang kehidupan tumbuh-tumbuhan, sebagai penyedia 80% seluruh sumber pangan manusia. Tercakup di dalamnya proses produksi pangan serta mata pencaharian para petani,
Dengan membawa serbuk sari dari satu bunga ke bunga lain, lebah dan penyerbuk lainnya memungkinkan tidak hanya produksi buah-buahan, kacang-kacangan dan biji-bijian yang berlimpah, tetapi juga lebih banyak variasi dan kualitas yang lebih baik, yang berkontribusi pada ketahanan pangan dan nutrisi. Penyerbuk seperti lebah, burung, dan kelelawar, mempengaruhi 35 persen produksi tanaman dunia, meningkatkan produksi 87 tanaman pangan terkemuka di seluruh dunia, ditambah banyak obat-obatan yang berasal dari tanaman. Tiga dari empat tanaman di seluruh dunia yang menghasilkan buah atau biji untuk digunakan manusia sebagai makanan bergantung pada penyerbuk.[4]
Dalam resolusinya, Majelis Umum PBB mengakui adanya kebutuhan mendesak untuk mengatasi masalah penurunan keanekaragaman penyerbuk di seluruh dunia dan risiko yang ditimbulkannya bagi keberlanjutan pertanian, mata pencaharian manusia, dan ketersediaan makanan.[5]
Diketahui, berbagai spesies peyerbuk tanaman, khususnya spesies lebah dan kupu-kupu telah menghadapi ancaman kepunahan. Saat ini, dampak dari aktivitas manusia telah mendorong tingkat kepunahan spesies mencapai 100 hingga 1.000 kali lebih tinggi daripada biasanya.[6] Padahal, hampir 75 persen tanaman dunia yang menghasilkan buah dan biji untuk konsumsi manusia bergantung, setidaknya sebagian, pada penyerbuk untuk produksi, hasil, dan kualitas yang berkelanjutan.[7]
Ketidaktahuan Masyarakat Terhadap Lebah
Sebuah artikel (di bawah) koran nytimes, mencoba memberikan pertanyaan gambar yang mendasar kepada kita, untuk memilih manakah foto lebah diantara hewan-hewan lainnya yang menyerupai lebah.
Pertanyaan tersebut sesungguhnya coba menggambarkan kepada kita semua, atas ketidaktahuan dan mungkin saja bentuk ketidakpedulian kita terhadap Lebah.
Hal yang sama terjadi di Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia, masih menganggap bahwa tawon dan lebah adalah hewan yang sama. Hal tersebut wajar, karena memang keduanya masih dalam satu spesies yang sama, yaitu Hymenoptera. Namun hal tersebut adalah gambaran ketidaktahuan kita terhadap lebah.
Selama ini sebagian besar masyarakat Indonesia, mungkin hanya mengetahui lebah karena madu dan lilin lebah yang dihasilkannya. Misalnya Madu Sumbawa sebagai produk yang sangat populer di nusantara. Namun, masyarakat mungkin tidaklah peduli, bahwa lebah terbesar di Dunia ternyata ada di Indonesia. Lebah Wallace’s Giant Bee (Megachile pluto) yang sejak tahun 1981 tidak pernah terlihat dan dianggap sudah punah, pada Tahun 2019 ditemukan kembali di Kepulauan Maluku.[8]
Karenanya, pengetahuan dan kepedulian kita sangatlah penting. Bagaimana mungkin kita dapat melindungi lebah, apabila kita tidak mengenal lebah.
Peringatan hari lebah sedunia memberikan dorongan bagi masyarakat agar meningkatkan pengetahuannya serta mempromosikan berbagai tindakan kolektif dan kerjasama untuk perlindungan lebah, baik oleh pemerintah, organisasi atau masyarakat sipil atau warga yang peduli dalam rangka mempromosikan tindakan yang akan melindungi dan meningkatkan upaya konservasi lebah dan habitatnya. Tujuannya agar kelimpahan dan keanekaragamannya penyerbuk dapat tercapai dan mendukung pelestarian peternakan lebah yang berkelanjutan.[2]
[1] https://www.fao.org/world-bee-day/en/
[2] https://www.fao.org/world-bee-day/en/
[3] https://www.fao.org/pollination/en/
[4] https://www.fao.org/world-bee-day/en/
[5] Lihat dalam resolusi PBB A/RES/72/211
[6] https://www.fao.org/pollination/background/bees-and-other-pollinators/en/
[7] https://www.fao.org/pollination/background/bees-and-other-pollinators/en/
[8] https://www.nytimes.com/2019/02/21/science/giant-bee-wallace.html