Sekitar 87,28% luas lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Secang, Kokap, Kulon Progo, Yogyakarta, yang telah digunakan sebagai lahan perkebunan campuran dan tegalan merupakan lahan yang kondisinya riskan untuk terjadi erosi. Bahkan potensi terjadinya limpasan permukaan, aliran permukaan dan erosi di sepanjang DAS tersebut sangat tinggi. Hal itu dikemukakan Dosen Fakultas Geografi UGM, Suprapto Dibyosaputro, dalam ujian doktor di fakultas Geografi UGM, Sabtu (25/2).
DAS Secang terletak di wilayah Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Dengan luas 2.092,05 ha, daerah ini terdiri atas dua wilayah administrasi desa yaitu desa Hargotirto di bagian utara dan desa Hargowilis di bagian selatan dan tenggara DAS Secang. Penggunaan lahan di DAS Secang ini terdiri dari hutan 36,31 ha, perkebunan campuran 1.643 ha, tegalan 182 ha, semak belukar 15,64 ha, padang rumput 23,13 ha, pemukiman 57,25 ha dan waduk 134, 46 ha. “Perkebunan campuran adalah terluas mencapai 78,55% dan tegalan 8,73%,” katanya.
Kemiringan lereng DAS Secang didominasi oleh lereng miring hingga sangat terjal. Daerah miring hingga sangat terjal mencapai 97,99 persen sedangkan sisanya 2,14% daerah landai. “Kemiringan tanah ini menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya erosi yang menyebabkan longsor,” katanya.
Dalam penelitian disertasinya yang menekankan pola persebaran keruangan proses terjadinya erosi, diketahui bahwa limpasan permukaan dan erosi lembar di DAS Secang, tidak dimulai dari puncak perbukitan meskipun hujan dimulai dari daerah puncak. Namun air hujan yang jatuh ke permukaan tanah ditampung dalam ledokan kecil pada permukaan, sebagian masuk ke dalam tanah, menyebabkan tanah menjadi lembab dan basah dan bahkan jenuh. Lalu, setelah tanah jenuh, air tidak mampu lagi meresapkan air hujan, maka terjadilah kelebihan air pada tanah. “Air hujan selanjutnya mengisi cekungan-cekungan kecil di permukaan tanah dan kelebihan air akan mengumpul di permukaan tanah membentuk lapisan tipis air di atas bidang lereng sebagai limpasan permukaan,” katanya.
Lebih jauh dia menambahkan, lapisan tipis air tersebut berangsur-angsur menjadi tebal dan akhirnya mengalir secara lateral di permukaan tanah sebagai limpasan permukaan. Pada kondisi tertentu dengan meningkatnya ketebalan limpasan dan kecepatan limpasan permukaan, mempunyai kekuatan yang mampu melepas dan mengangkut partikel tanah dan terjadilah proses erosi permukaan tipe erosi lembar.
Dari hasil penelitian ini dia menyimpulkan, limpasan permukaan dipengaruhi oleh faktor kelembaban tanah, kemiringan lereng, tekstur tanah, tinggi pohon, kandungan bahan organik, permeabilitas tanah dan intensitas hujan. Sedangkan terjadinya erosi lembar karena kelembaban tanah dan intensitas hujan. “Sehingga faktor pengontrol paling besar terhadap limpasan permukaan tanah dan awal terjadinya erosi lembar adalah kelembaban tanah pada tanah latosol coklat kemerahan,” katanya.
Sumber: Humas UGM