Pada awal februari 2022 lalu, Program Lingkungan PBB (UNEP) bersama Sekretariat Konvensi Kerangka Kerja Organisasi Kesehatan Dunia tentang Pengendalian Tembakau (WHO FCTC) telah meluncurkan kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak lingkungan dan kesehatan akibat timbulnya mikroplastik yang bersumber dari filter rokok (puntung).[1]
Menurut WHO, kebiasaan membuang puntung rokok sembarangan dilakukan oleh jutaan orang. Setidaknya dua pertiga puntung rokok ditemukan berserakan di trotoar atau selokan, dan akhirnya berujung di lautan. Padahal, limbah puntung rokok tergolong limbah berbahaya dan beracun, setara dengan limbah pabrik, dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kelangsungan hidup manusia.[2]
Kerjasama antara UNEP dan WHO FCTC dilaksanakan melalui program UNEP tentang kampanye Laut Bersih (UNEP’s Clean Seas campaign). Program Kampanye Laut Bersih adalah koalisi global terbesar dan terkuat yang bertujuan untuk mengakhiri polusi plastik laut, dengan dukungan 63 negara di seluruh dunia. Dengan adanya kerjasama antara UNEP dan WHO FCTC, diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk mendukung langkah-langkah perubahan serupa secara global untuk mengatasi pencemaran mikroplastik.[3]
Pencemaran plastik adalah ancaman eksistensial bagi ekosistem laut. Sekitar 11 juta metrik ton sampah plastik memasuki lautan setiap tahun – tanpa tindakan segera dan berkelanjutan, jumlah itu akan hampir tiga kali lipat pada tahun 2040, menjadi 29 juta metrik ton per tahun. Ini sama saja dengan membuang 50 kg plastik di setiap meter garis pantai di seluruh dunia. Kampanye Laut Bersih telah menyerukan kepada warga di seluruh dunia untuk mengurangi sampah plastik dan menyuarakan hak atas lingkungan hidup yang sehat, termasuk lautan bebas polusi dengan menggunakan tagar: #BeatPlasticPollution untuk #CleanSeas.
Indonesia menduduki peringkat ke 6 sebagai negara produsen tembakau dunia, setelah China (42%), Brazil (11%), India (10,62%), Amerika Serikat (4,58%), dan Malawi (3,02%). The ASEAN Tobacco Control Atlas (SEACTA) tahun 2014, menempatkan Indonesia sebagai negara yang menduduki peringkat pertama sebagai negara prevalensi perokok terbanyak di ASEAN, yakni sebesar 50,68%. Pada tahun 2015, WHO mencatat jumlah perokok aktif di Indonesia sebanyak 72.723.300 orang dan jumlah tersebut diperkirakan semakin meningkat pada tahun 2025 menjadi 96.776.800 perokok.[4]
Hasil riset yang dilakukan peneliti Universitas Georgia, Jenna Jambeck yang dirilis pada 2015, menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara kedua penyumbang sampah di laut setelah China. Setidaknya, ada 187,2 juta ton sampah dari Indonesia ada di laut.[5] Secara faktual, menurut komunitas penyelam Divers Clean Action (DCA) misalnya, bahwa sampah puntung rokok diketahui mendominasi sampah di kawasan pantai di Gili Trawangan, Lombok Utara, NTB. Puntung rokok berserakan terutama di daerah wisata.[6]
Sebelumnya pada akhir tahun 2020, Uni Eropa juga telah meluncurkan Commission Implementing Regulation (EU) 2020/2151 tanggal 17 Desember 2020. Peraturan tersebut menetapkan kewajiban terhadap produk tembakau yang menggunakan filter plastik (puntung), agar diberi label untuk mendidik masyarakat atas dampak negatif filter rokok yang terbuat dari plastik terhadap lingkungan lautan.
Gambar Labelisasi tentang bahaya puntung rokok di Eropa.
Dampak Negatif Puntung Rokok
Puntung rokok adalah bentuk sampah yang paling mudah ditemui di sekitar kita. Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (The United Nations Development Programme/ UNDP) telah menggambarkan tembakau sebagai “Ancaman bagi lautan kita”.
Secara global, lebih dari enam triliun batang rokok diproduksi setiap tahun. Mayoritas dari hampir 6 triliun batang rokok yang dihisap setiap tahun dibuang sembarangan, dan filter pada rokok terdiri dari bahan plastik yang sangat berbahaya bagi pantai dan lautan. Sehingga diperkirakan 4,5 triliun puntung rokok dibuang setiap tahun di seluruh dunia. Filter atau puntung, yang sebagian besar terdiri dari mikroplastik yang dikenal sebagai serat selulosa asetat.
Puntung rokok menyumbang lebih dari 766 juta kilogram sampah beracun setiap tahun. Mereka juga merupakan salah satu sampah plastik yang paling sering dijumpai di pantai, membuat ekosistem laut lebih rentan terhadap kebocoran mikroplastik.
Puntung rokok yang tidak dibuang dengan benar dapat terurai oleh faktor-faktor seperti sinar matahari dan kelembapan, sehingga melepaskan mikroplastik, logam berat, dan banyak bahan kimia lainnya yang berdampak pada kesehatan dan layanan ekosistem. Dalam keadaan tersebut filter rokok dapat pecah menjadi potongan plastik yang lebih kecil yang mengandung dan akhirnya mengeluarkan beberapa dari 7000 bahan kimia yang terkandung dalam sebatang rokok, banyak di antaranya beracun bagi lingkungan, dan setidaknya 50 diketahui karsinogen manusia.
Ketika bahan kimia berbahaya dalam mikroplastik tertelan, dapat menyebabkan kematian jangka panjang pada kehidupan laut, termasuk burung, ikan, mamalia, tumbuhan, dan reptil. Mikroplastik ini juga memasuki rantai makanan dan dikaitkan dengan dampak kesehatan manusia yang serius, yang dapat mencakup perubahan genetika, perkembangan otak, tingkat pernapasan, dan banyak penyakit lainnya.
Pengendalian tembakau dapat mengurangi polusi dan toksisitas laut, sehingga meningkatkan kehidupan akuatik, berkontribusi untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 14 tentang “Kehidupan di bawah air” dan, akibatnya, SDG 3 tentang “Kesehatan dan Kesejahteraan yang Baik”.[7]
Mengingat bahaya puntung rokok bagi kesehatan dan lingkungan hidup besar harappan agar seluruh pihak untuk mengelola sampah puntung yang dihasilkannya agar tidak mencemari lingkungan. Langkah minimal adalah dengan memastikan sampah puntung yang telah kamu hasilkan terbuang pada tempat sampah yang telah disediakan. Semoga….
[1] UNEP, “UN partnership aims to combat microplastics in cigarettes”, 2 Februari 2022, Sumber: (https://news.un.org/en/story/2022/02/1111072)
[2] VIVA.co.id, 25 November 2019, “Indonesia Penyumbang Limbah Puntung Rokok Terbesar Kedua di Dunia”, Sumber: (https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/1189364-indonesia-penyumbang-limbah-puntung-rokok-terbesar-kedua-di-dunia)
[3] UNEP, “UN partnership aims to combat microplastics in cigarettes”, 2 Februari 2022, Sumber: (https://news.un.org/en/story/2022/02/1111072)
[4] Desak K.J.C., Arfin, Analisis Penerapan Kebijakan Earmarking Tax Dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Terhadap Kesehatan Masyarakat, Simposium Nasional Keuangan Negara 2020
[5] VIVA.co.id, 25 November 2019, “Indonesia Penyumbang Limbah Puntung Rokok Terbesar Kedua di Dunia”, Sumber: (https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/1189364-indonesia-penyumbang-limbah-puntung-rokok-terbesar-kedua-di-dunia)
[6] Republika.co.id, “Puntung Rokok Dominasi Sampah di Kawasan Pantai Lombok”, sumber: (https://republika.co.id/berita/pwfro7409/puntung-rokok-dominasi-sampah-di-kawasan-pantai-lombok)
[7] Lihat dalam FCTC WHO, “New marking on tobacco products filters containing plastic in the European Union”, Sumber: (https://untobaccocontrol.org/impldb/new-marking-on-tobacco-products-filters-containing-plastic-in-the-european-union/)
Penulis: Faisol Rahman
Editor: Zakky Ahmad