Ekonomi ungu yang juga dikenal sebagai ‘care economy’ merupakan bagian dari sistem perekonomian yang berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dengan menitikberatkan pada internalisasi biaya tenaga kerja yang membantu merawat keluarga (seperti perawat, babysitter, dll) ke dalam sistem yang sedang dijalankan sehingga menjadi bagian dari kesejahteraan pekerja. Sebagaimana pada ekonomi hijau yang berupaya untuk menginternalisasi biaya kerusakan lingkungan pada biaya produksi dan pola konsumsi. Istilah ekonomi ungu pertama kali muncul pada tahun 2011 di Prancis oleh Le Monde fr. Istilah ini juga digunakan oleh Association Diversum yang juga mengelola The International Purple Economy Forum pertama di bawah pengawasan UNESCO.
Ekonomi ungu menggunakan simbol warna ungu yang diadopsi dari gerakan feminisme di berbagai negara di dunia. Ekonomi ungu mengakui adanya ketergantungan pada tenaga kerja perawat sehingga diperlukan sistem ekonomi yang memperhitungkan nilai dari pekerjaan yang merawat dan memungkinkan penyediaannya secara berkelanjutan. Selama ini tenaga kerja perawat dianggap pekerjaan domestik yang tidak dibayar atau memiliki upah yang sedikit. Padahal setiap orang membutuhkan bantuan tenaga kerja perawatan. Tenaga kerja perawat tidak hanya untuk kesejahteraan individu, keluarga dan komunitas saja, tetapi juga untuk keberlanjutan lingkungan.
Empat Pilar Ekonomi Ungu
Tumpuan awal ekonomi ungu yaitu ketika kebijakan ekonomi dan sosial mengakui, memperhitungkan, mengurangi, dan mendistribusikan kembali beban perawatan melalui internalisasi biaya secara sistematis. Terdapat empat pilar utama yang menjadi dasar ekonomi ungu yakni sebagai berikut.
- Infrastruktur pelayanan sosial universal
Infrastruktur layanan sosial universal dapat diartikan bahwa semua rumah tangga memiliki akses yang sama terhadap layanan perawatan berkualitas untuk anak-anak, orang lanjut usia, orang cacat dan orang sakit, terlepas dari kemampuan mereka untuk membayar. Hal ini memerlukan strategi investasi di sektor layanan sosial dan karenanya memerlukan penataan ulang prioritas belanja fiskal yang ada.
2. Peraturan pasar tenaga kerja untuk kehidupan kerja yang seimbang dengan insentif yang setara secara gender
Pilar ini menegaskan supaya insentif yang diperoleh tenaga kerja perawatan dapat disetarakan dengan tenaga kerja lainnya. Selain itu insentif bagi perempuan dan laki-laki sebaiknya tidak dibedakan. Berasal dari penelitian ekstensif mengenai keseimbangan kehidupan kerja, pilar ini didasarkan pada empat sub-komponen:
- hak hukum atas cuti orang tua yang dibayar dan tidak dibayar untuk penitipan anak serta pengasuhan tanggungan lainnya dengan hak dan insentif yang setara bagi laki-laki dan perempuan;
- pengaturan jam kerja pasar tenaga kerja sesuai standar pekerjaan yang layak;
- hak atas pengaturan kerja yang fleksibel untuk memungkinkan pemenuhan kebutuhan perawatan rumah tangga yang dihadapi orang dewasa yang bekerja dan berubah sepanjang siklus hidup; Dan
- regulasi pasar tenaga kerja untuk menghapuskan praktik-praktik diskriminatif, yang terpenting adalah upah yang setara untuk pekerjaan yang bernilai setara.
3. Infrastruktur pelayanan fisik dan sosial yang ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat pedesaan.
Pilar ketiga mencakup kebijakan publik untuk memenuhi kebutuhan khusus masyarakat pedesaan dimana pekerjaan perawatan tidak berbayar (terutama perempuan) memerlukan serangkaian kegiatan produktif yang bergantung pada ketersediaan sumber daya alam. Mayoritas penduduk dunia terutama di Afrika Sub-Sahara dan Asia Selatan hidup di perekonomian subsisten pedesaan yang sebagian besar berbasis pada pertanian skala kecil, di mana mayoritas perempuan berstatus pekerja keluarga tidak dibayar. Oleh sebab itu dibutuhkan infrastruktur pelayanan fisik dan sosial yang ramah lingkungan untuk mendukung pekerjaan masyarakat pedesaan. Infrastruktur perawatan di komunitas-komunitas ini perlu didukung dalam konteks investasi ramah lingkungan milik pemerintah dan swasta di bidang pertanian dan infrastruktur pedesaan, program transfer teknologi ramah lingkungan yang dibangun berdasarkan pengetahuan lokal perempuan mengenai ekosistem, subsidi pertanian yang ditargetkan untuk perempuan, program ketenagakerjaan yang menargetkan perempuan yang tidak memiliki lahan. di sektor ramah lingkungan seperti pertanian organik serta program jaminan lapangan kerja yang menyasar perempuan di bidang pekerjaan umum, jika diperlukan.
4. Pengaturan makroekonomi untuk alam dan perawatan sebagai tujuan utama.
Kerangka kebijakan makroekonomi yang menyediakan lingkungan yang mendukung ekonomi ungu harus memiliki karakteristik berikut:
- Rancangan kebijakan fiskal yang mengadopsi pendekatan penganggaran berkeadilan gender pada skala makro.
- Rancangan kebijakan moneter, yang mengakui penciptaan lapangan kerja sebagai tujuan kebijakan yang sama pentingnya dengan stabilitas harga.
- Sebuah kerangka kelembagaan yang didasarkan pada pemahaman bahwa pasar tidak dapat menciptakan dirinya sendiri dan tidak mengatur dirinya sendiri. Oleh karena itu, terdapat peran penting bagi negara kesejahteraan sosial yang mengatur dengan ‘otonomi tertanam’.
Hubungan ekonomi Ungu dengan Keberlanjutan Lingkungan
Ekonomi ungu memiliki hubungan erat dengan keberlanjutan lingkungan. Hal tersebut berlaku secara analitis maupun secara tambahan manfaat. Sebagaimana ekonomi hijau dan biru yang diinisiasi untuk internalisasi biaya lingkungan ke dalam pola produksi dan konsumsi, ekonomi ungu diinisiasi untuk menyediakan kebutuhan manusia secara berkelanjutan melalui redistribusi biaya perawatan dan internalisasinya ke dalam pekerjaan. Ekonomi ungu juga harus menjadi salah satu sistem ekonomi yang diintegrasikan dalam ekonomi hijau dan biru. Hal ini untuk mengurangi risiko kesenjangan dalam menyusun tujuan sosial dan lingkungan hidup. Karena apabila ekonomi ungu tidak diintegrasikan di dalamnya, maka hanya akan memperlebar kesenjangan atau menciptakan kesenjangan baru.