Konsep dan Sejarah Ekonomi Biru
Ekonomi biru, atau yang juga dikenal sebagai ekonomi laut atau ekonomi maritim merujuk pada pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk peningkatan ekonomi, perbaikan kehidupan masyarakat, serta kesehatan ekosistem laut. Ekonomi biru meliputi beberapa sektor yaitu perikanan, akuakultur, pelayaran, energi, pariwisata, dan bioteknologi kelautan. Ekonomi biru berpotensi menurunkan angka kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan yang saat ini menjadi perhatian dari berbagai pihak seperti pembuat kebijakan, akademisi, dan berbagai pemangku kepentingan.
Konsep ekonomi biru muncul sejak awal tahun 2000an ketika pembangunan berkelanjutan mulai memperoleh perhatian global. Istilah ekonomi biru pertama kali dicetuskan oleh Gunter Pauli, seorang pengusaha dan pendukung keberlanjutan dari Belgia melalui bukunya yang berjudul “The Blue Economy: 10 Years, 100 Innovations, 100 million Jobs“.
Dalam bukunya, Pauli memperkenalkan konsep perekonomian jenis baru yang berbasis pada pemanfaatan sumber daya laut secara efisien dan berkelanjutan. Ia berpendapat bahwa lautan adalah sumber kekayaan yang belum dimanfaatkan dan dapat memecahkan banyak masalah lingkungan dan ekonomi dunia, seperti perubahan iklim, kelangkaan energi, dan kemiskinan.
Pauli mengusulkan model bisnis baru yang meniru fungsi sistem alam dan menciptakan nilai dari limbah dan produk sampingan. Ia menyoroti potensi sektor akuakultur, energi terbarukan, dan bioteknologi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus mendorong kelestarian lingkungan dan inklusi sosial.
Sejak saat itu, konsep ekonomi biru memperoleh pengakuan dari organisasi internasional seperti PBB dan Bank Dunia, serta dari pemerintah, akademisi, dan sektor swasta. Hal ini telah menjadi pendorong utama pembangunan berkelanjutan dan jalan menuju pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa, khususnya SDG 14, yang berfokus pada konservasi dan pemanfaatan samudera, lautan, dan sumber daya kelautan secara berkelanjutan.
Ekonomi biru dengan segala potensinya juga menghadapi sejumlah tantangan modern yang mengancam keberlanjutan dan potensi manfaatnya. Perubahan iklim, penangkapan ikan berlebihan, polusi, dan perusakan habitat merupakan ancaman signifikan terhadap kesehatan lautan dan sumber dayanya. Tantangan-tantangan ini berdampak pada lingkungan dan mempunyai konsekuensi ekonomi dan sosial, seperti kehilangan keanekaragaman hayati, mata pencaharian, dan warisan budaya.
Berdasarkan sudut pandang ilmiah, ekonomi biru mensyaratkan adanya pendekatan multidisiplin perpaduan antara ilmu alam, sosial, dan ekonomi. Hal tersebut dibutuhkan untuk memahami interaksi kompleks yang terjadi antara aktivitas manusia dan ekosistem laut. Para akademisi menekankan pentingnya koherensi kebijakan, kerangka tata kelola, dan keterlibatan pemangku kepentingan untuk memastikan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan.
Pentingnya Ekonomi Biru
Ekonomi biru merupakan topik yang tidak luput dari hal-hal yang berkaitan dengan perikanan, energi terbarukan berbasis kelautan, hingga pariwisata pesisir. Menurut Bank Dunia, sektor ekonomi biru bernilai cukup besar yakni $1,5 triliun per tahun. Di tengah tantangan global terkait perubahan iklim, ekonomi biru memiliki peranan penting.
Laporan Khusus IPCC “Special Report on the Ocean and the Cryosphere in a Changing Climate” (SROCC) mengidentifikasi keterkaitan antara laut dan iklim. Oleh karena itu perubahan di laut harus diperlambat karena hal tersebut dapat menyokong pengurangan emisi dengan lebih cepat. SROCC menekankan pentingnya peran ekosistem laut dan pesisir dalam membantu masyarakat untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Terlebih laut merupakan ekosistem yang mampu menghasilkan 50 persen oksigen, 25 persen menyerap emisi karbon, dan menangkap 90 persen kelebihan panas yang dihasilkan oleh emisi. Jadi, laut memiliki peran penting terhadap dampak perubahan iklim sehingga penerapan ekonomi biru yang tetap mengutamakan kelestarian ekosistem laut penting untuk kehidupan manusia.
Ekonomi Biru di Indonesia
Indonesia sebagai negara maritim memiliki potensi besar dalam optimalisasi Ekonomi Biru. Pengembangan Ekonomi Biru bertujuan untuk menjadi sumber pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif bagi Indonesia. Hal ini bertumpu pada keseimbangan pilar sosial, ekonomi dan lingkungan hidup dalam pembangunan berkelanjutan, dan menerjemahkan pencapaian ketiga pilar tersebut ke dalam tiga target utama, yaitu: Kontribusi PDB sektor maritim, lapangan kerja maritim, dan persentase lingkungan laut Indonesia yang ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan (KKL). Berikut ini merupakan rincian target tersebut:
- Kontribusi PDB sektor maritim merupakan target utama untuk menggambarkan pentingnya sektor maritim dalam menciptakan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2045, ditargetkan kontribusi PDB sektor maritim mencapai 15 persen. Target tersebut sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045.
- Lapangan kerja merupakan target utama untuk menggambarkan peran sektor maritim dalam menciptakan dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Lapangan kerja maritim diharapkan dapat berkontribusi terhadap 12 persen total lapangan kerja di Indonesia pada tahun 2045.
- Pelestarian lingkungan laut merupakan target utama untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan kesejahteraan sosial. Indonesia berupaya untuk meningkatkan kawasan perlindungan laut hingga 30 persen atau 97,5 juta hektar perairannya pada tahun 2045. Upaya ini akan melestarikan keanekaragaman hayati laut dan memulihkan stok perikanan sekaligus menyediakan jasa ekosistem seperti penyerapan karbon dan melindungi aset berharga. Hal ini akan melindungi ekosistem penting seperti hutan bakau, padang lamun, dan terumbu karang.
Komitmen pencapaian ketiga target tersebut merupakan langkah menuju pencapaian Visi Ekonomi Biru Indonesia.
Referensi
IUCN. (n.d.). IUCN. Retrieved March 25, 2024, from https://portals.iucn.org/library/node/29106
Kementerian PPN/Bappenas. (2023). Indonesia Blue Economy Roadmap. https://perpustakaan.bappenas.go.id/e-library/file_upload/koleksi/migrasi-data-publikasi/file/Unit_Kerja/Dir%20Industri%2C%20Ekonomi%20dan%20Kreatif/Dummy_Indonesia%20Blue%20Economy%20Roadmap_Ebook.pdf
The ocean – the world’s greatest ally against climate change | United Nations. (n.d.). the United Nations. Retrieved March 25, 2024, from https://www.un.org/en/climatechange/science/climate-issues/ocean
Razladova, O., & Nyoko, A. E.L. (2022). BLUE ECONOMY DEVELOPMENT IN INDONESIA. OURNAL OF MANAGEMENT Small and Medium Entreprises, 15(1), 89-105. https://ejurnal.undana.ac.id/index.php/JEM/article/view/6516/3534
UNFCCC. (n.d.). UNFCCC. Retrieved March 25, 2024, from https://unfccc.int/news/everything-you-wanted-to-know-about-the-blue-economy-but-were-afraid-to-ask?gad_source=1&gclid=CjwKCAjwkuqvBhAQEiwA65XxQOs_GEXAvT0g4E3wG1bGpX1Q42OYXIQnQautKyZulUcLJrpjM5V3hxoChhAQAvD_BwE
Youssef, M. (2023). Blue Economy Literature Review. International Journal of Business and Management, 18(3), 12-18. https://doi.org/10.5539/ijbm.v18n3p12