“Only One Earth” menjadi tema peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia yang jatuh pada tanggal 5 Juni 2022. Tema tersebut menjadi refleksi dan pengingat bagi seluruh manusia di bumi untuk menyadari bahwa kita hanya memiliki 1 bumi yang dapat dijadikan tempat tinggal. Bumi yang tanpa modifikasi teknologi sudah layak menjadi tempat tinggal seluruh makhluk, termasuk manusia. Namun demikian, seperti kata Mahatma Gandhi bahwa “Earth provides enough to satisfy every man’s needs, but not every man’s greed”.
Earth provides enough to satisfy every man’s needs, but not every man’s greed
Bumi yang menjadi tempat tinggal kita satu-satunya ini sebetulnya cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia dan seluruh makhluk lainnya, tetapi tidak dengan kerakusan manusianya. Sebagaimana kondisi bumi saat ini yang terus-menerus mengalami degradasi yang utamanya disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri.
Lantas bagaimana seharusnya memperlakukan bumi dan lingkungan hidup kita supaya tetap lestari? Seorang tokoh ‘Deep Ecology’ bernama Pentti Linkola mengusulkan sebuah pemikiran bahwa untuk menjadikan bumi tempat layak huni, harus dengan mencintainya secara radikal. Apakah pemikiran tersebut sesuai dengan kondisi saat ini?
Ekofasisme
Ekofasisme merupakan ideologi yang menyalahkan kelebihan populasi, imigrasi, dan industrialisasi sebagai penyebab degradasi lingkungan. Menurut beberapa sumber, ekofasisme tidak lain merupakan perpaduan antara gerakan lingkungan dan supremasi kulit putih. Muncul dan bangkitnya gerakan ekofasisme dimulai sekitar awal aban ke-19 dan mencapai puncak pada 1970-an. Tahun tersebut merupakan tahun awal munculnya gerakan lingkungan modern yang dipicu oleh adanya Industrialisasi.
Ekofasisme merupakan ideologi yang menyalahkan kelebihan populasi, imigrasi, dan industrialisasi sebagai penyebab degradasi lingkungan
Seiring berjalannya waktu dan bumi menunjukkan kondisi yang semakin memprihatinkan akibat krisis iklim, gerakan ekofasisme mulai didengungkan kembali. Tahun 1968, Paul Eirich mempublikasikan sebuah pemikiran yang diberi judul ‘Population Bomb’ yang menyatakan bahwa kerusakan ekologis dan sebagain besar permasalahan di bumi merupakan akibat dari kelebihan populasi manusia. Salah satu solusi yang ditawarkan tidak jauh berbeda dengan praktik yang dilakukan saat eugenika menjadi salah satu pseudosains yang diyakini pada masa holokaus, yaitu sterilisasi. Hal ini tentu saja bukan sesuatu yang manusiawi dan seringkali mengorbankan kaum yang termarjinalkan.
Ekofasisme menjadi sebuah ancaman hingga hari ini. Penembakan di El Paso yang terjadi pada tahun 2019 salah satunya. Pelaku menyatakan bahwa tindakannya didasari oleh kebenciannya terhadap imigran, kelebihan populasi dan degradasi lingkungan. Tidak hanya di El Paso, di Selandia Baru penembakan juga terjadi pada tahun 2019 dan pelaku menyatakan diri sebagai seorang ekofasis dan menyalahkan tingkat kelahiran imigran yang tinggi. Jadi sebagian besar ekofasisme memang berkelindan dengan isu rasial yang sudah seharusnya diperangi. Lantas bagaimana pemikiran Pentti Linkola sebagai seseorang ekofasis?
Musuh Kehidupan adalah Terlalu Banyak Kehidupan
Pentti Linkola merupakan seorang berkebangsaan Finlandia yang lahir di Helsinki pada 7 Desember 1932. Linkola awalnya seorang peneliti burung (ornitologis) yang kemudian pada tahun 1959 hingga 1995 memutuskan untuk menjadi seorang nelayan. Selanjutnya pada tahun 1995 Linkola mendirikan Finnish Nature Heritage Foundation (Luonnonperintösäätiö) yang berfokus pada konservasi hutan di Finlandia.
The worst enemy of life is too much life: the excess of human life
Dalam bukunya yang berjudul ‘Can Life Prevail?’, tulisan-tulisan Linkola menimbulkan banyak kontroversi sehingga mengakibatkan dirinya dijuluki sebagai seorang ekofasis. Salah satu pernyataan yang membuat julukan tersebut tersemat pada diri Linkola yaitu pernyataannya yang menekankan bahwa pemerintah yang totaliter merupakan bentuk pemerintahan yang penting untuk mengendalikan laju populasi manusia demi menyelamatkan bumi. Selain itu, Linkola juga seringkali mengatakan bahwa manusia merupakan ancaman bagi kehidupan di bumi. Manusia yang konon bertugas menjadi ‘khalifah’, dipandang Linkola sebagai makhluk biasa setara dengan makhluk hidup lainnya yang menghuni biosfer. Oleh sebab itu Linkola dalam bukunya mengatakan bahwa “The worst enemy of life is too much life: the excess of human life”.
Musuh kehidupan adalah terlalu banyaknya kehidupan (khususnya kehidupan manusia). Menurut pandangan Linkola, dunia membutuhkan kondisi seperti ‘papan kosong’ sehingga dimulai dari awal. Linkola pesimis bahwa kondisi bumi saat ini dapat diselamatkan tanpa diawali oleh kondisi ‘papan kosong’ tersebut. Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa Linkola menyarankan adanya kontrol populasi untuk mencegah peningkatan angka populasi manusia yang membludak. Bahkan Linkola mengatakan, aksi terorisme menjadi sah untuk menyeimbangkan rasio populasi manusia dan makhluk hidup lainnya dengan daya dukung alam semesta.
Meskipun kenaikan populasi manusia memang tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu penyebab meningkatnya kebutuhan akan daya dukung kehidupan, tetapi sepatutnya kita dapat merenungkan kembali pernyatan Gandhi. Sesungguhnya apabila tidak dilingkupi kerakusan dalam diri manusia, bumi ini masih mampu memenuhi segala kebutuhan manusia. Jadi apakah gerakan Ekofasisme sesuai untuk menyelamatkan bumi?
References
Ecofascism and Deep Ecology. (n.d.). Pentti Linkola. Retrieved June 5, 2022, from https://www.penttilinkola.com/pentti_linkola/ecofascism/
Kinasih, S. (2021, December 1). Pangeran William dan Ekofasisme yang Mengerikan. Tirto.ID. Retrieved June 5, 2022, from https://tirto.id/pangeran-william-dan-ekofasisme-yang-mengerikan-glRj
Linkola, P. (2009). Can Life Prevail? A Radical Approach to the Environmental Crisis (S. Knipe, Ed.; E. Rautio, Trans.). Arktos Media Limited.
Newton, D. (2020, April 15). The Dark Side of Environmentalism: Ecofascism and COVID-19. USF Blogs. Retrieved June 5, 2022, from https://usfblogs.usfca.edu/sustainability/2020/04/15/the-dark-side-of-environmentalism-ecofascism-and-covid-19/
Shukla, N. (2021, August 17). What is Ecofascism and Why It Has No Place in Environmental Progress. Earth.Org. Retrieved June 5, 2022, from https://earth.org/what-is-ecofascism/